Sabtu, 27 Desember 2014

Namanya Cinta



Tak ada yang pernah mengerti akan kehendak waktu. Tak ada yang pernah memahami apa yang sebenarnya direncanakan oleh waktu. Mengerucut lagi, tak ada yang pernah melihat waktu akan kemana dia membawa setiap manusia di alam semesta ini. Dan saat ini waktu telah membawaku kembali ke pangkuan rahim ibu, yang telah lama kutinggalkan.


Perjalananku menuju Bogor, tempat dimana kedua orang tuaku mendirikan rumah dan telah menjadi tempat tinggal mereka. Sementara aku masih bergelut dengan hal-hal menarik di desa dimana aku besar sampai 21 tahun sekarang ini. Namun kembali lagi waktu mengantarkanku kembali pada mereka. Kembali berkumpul dengan keluarga besar. Kembali bertemu dengan adik-adik yang masih mengenalku meskipun aku tak pernah bersama mereka. Mungkin hanya setahun sekali bisa bertemu. Dan hari itu, Sabtu siang dengan suasana basah menghiasi kota Lasem, aku kembali berangkat menuju Bogor.

Sebelum keberangkatanku, datang seorang perempuan yang telah lama kukenal. 2 tahun yang lalu sebelum aku meninggalkan Lasem, sosok Laili Indana Zulfa telah kukenal sebagai tenaga pengajar di salah satu SD swasta di Lasem. Seorang perempuan berperawakan mini, cantik, manis, dan yang tak bisa dihilangkan dari sosoknya adalah dia belum menikah untuk saat ini.

Kedekatanku dengannya terjadi saat aku menjadi salah satu staf di SD tempat dia mengajar. Aku, bukan sebagai tenaga pengajar hanya sebagai tata usaha. Seperti kebanyakan orang dan memang wajar, pertama kali bertemu hanya sepata dua kata yang terlintas di bibir masing-masing. Aku yang notabene dikenal pendiam, memang jarang bicara apalagi untuk orang yang baru dikenal. Dan kukira setiap orang juga demikian. Seiring berjalannya waktu, aku pun masih sedikit bahkan banyak canggung ketika harus bertatap muka dengan Bu Leli (panggilan yang sering aku dan guru yang lain gunakan). Entah kenapa aku sendiri juga tak tahu. Padahal dengan guru yang lainnya aku merasa biasa saja. Bincang-bincang bahkan bercanda juga sudah luwes. Hanya dengan satu mahkluk dari golongan hawa ini saja yang aku sadari aku masih canggung untuk sekedar bercengkerama hangat.

Kembali lagi aku membicarakan waktu dan mengkambing hitamkan waktu. Waktu telah membuatku dan Bu Leli semakin akrab. Ya, meskipun hanya sekedar lewat jejaring sosial, kami sering menceritakan kejadian yang kami alami. Mungkin juga hanya lewat jejaring sosial-lah aku berani bercengkerama hangat dengannya. Kalaupun harus bertatap muka, saat itu aku masih belum memiliki keberanian. Sampai suatu waktu, aku mencapai puncak keberanianku. Bercengkerama dengannya secara langsung. Tapi tetap saja sering kali aku memalingkan wajah karena malu.


Dan kembali lagi waktu mempertemukanku dengannya. Bahkan kali ini lebih ekstrem lagi. Kuajak Bu Leli keluar dari suasana hangat rumah sekedar untuk menepati janji yang pernah aku buat padanya, makan bersama. Oke, malam itu dengan keadaan sudah akrab, aku berhasil untuk ke-3 kalinya bermain ke kediaman orang tuanya. Dan berhasil mengajaknya keluar.

Diperjalanan mencari tempat makan untuk menebus janjiku, sedikit bercanda dan tawa keluar dari bibirnya. Suaranya yang kecil dan tak terlalu merdu serta memang dianya yang pemalu [mungkin], suasana malam itu sedikit horror. Hampir semua tempat makan yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya telah tertutup rapat. Ya, aku tahu waktu itu jam di Hp sudah menunjukkan pukul 20.30 yang artinya aku terlalu malam untuk mengajak keluar seorang perempuan yang di mataku sebagai perempuan yang baik. Jadilah kami harus menempuh jarak yang lumayan jauh bahkan mungkin memang jauh hanya sekedar mencari tempat makan. Sisi positifnya, aku pun bisa sedikit lebih lama bercengkerama dengannya tanpa harus memandangnya. Waktu itu kami naik motor dan Bu Leli otomatis harus manatap punggungku.

30 menit, akhirnya aku memilih warung sate ayam yang dulu sewaktu pulang kuliah sering kuhampiri dengan seseorang. Kali ini warung sate itu kembali kuhampiri dengan Bu Leli. Cukup adil. Aku pun memesan 2 porsi sate dengan nasi. Makanlah kami berdua. – skip –


Peristiwa itu menjadi titik balik perasaanku padanya. Bahkan setiap kami bercengkerama via WhatsApp, kami sering mengutarakan perasaan masing-masing. Meskipun sebelumnya harus ada obrolan ringan terlebih dahulu.

Masalah umur yang terbentuk antara dia dan aku, sebenarnya tak begitu kuperdulikan. Bahkan Bu Leli dengan ukuran tubuhnya yang mungil, sama sekali tak menandakan kalau dia sebenarnya lebih tua ketimbang aku. Hanya masalah klasik yang pernah aku alami sebelumnya. Bahkan masalah klasik yang sering terjadi, jarak. Aku sekarang berada di Bogor sedangkan dia di Lasem. Dan harus kuakui, aku pernah gagal ketika harus berhubungan jika ada jarak yang terbentuk. Pertemuan terakhir yang terjadi adalah saat dia mengantar keberangkatanku. Ada kejadian dimana aku memegang tangannya cukup lama.

Bus yang akan membawaku menuju Bogor telah datang. Saat itu, secara teori ketika ada seseorang yang ikut mengantar keberangkatan, kita harus berpamitan dengannya dan mengatakan terima kasih. Dan itulah yang kulakukan saat itu. Tapi bukan aku kalau melakukan hal itu tanpa pikir panjang. Jauh sebelumnya aku berfikir, apakah harus kulakukan atau tidak. Kata apa yang harus kuucapkan. Pokoknya aku berfikir. Bahkan aku merangkai kata demi kata yang hendak kuucapkan padanya. Sumpah, ini terjadi padaku waktu itu. Finally, kujabat tangan kecilnya agak lama dan kukatakan terima kasih yang banyak bahkan hampir mendekati alay. Meskipun sesekali cengengesanku keluar dan mataku sesekali memandang ke arahnya dengan tatapan kosong. Tapi itu kulakukan. Aku pun meninggalkannya seorang diri di tengah suasana Lasem yang basah dan tergenang air selepas hujan sesaat sebelumnya. *end


Dari semua yang terjadi padaku, sejak aku masih di Lasem sampai aku harus kembali ke pangkuan orang tuaku. Semua sikap dan tingkah laku yang aku alami, akupun bisa menyimpulkannya. Bahwa yang sebenarnya terjadi adalah cinta. [] masupik

Jonggol,  27 Desember 2014

Selasa, 23 Desember 2014

Sama-Sama Sudah Besar


Apa yang ada di otak kalian ketika kalian tanpa disengaja sedang berbicara dengan orang yang bisanya hanya membicarakan mengenai seks? Kalian merasa jijik, merasa kalau orang tersebut tak pantas disandingkan dengan kita, atau kalian merasa bahwa orang seperti ini seharusnya tak perlu ada di kehidupan? Itu terserah kalian mau berfikir seperti apa jika bertemu dengan orang yang seperti itu. Tapi bagi kita yang masih belajar dan kita telah dewasa, seharusnya bisa berfikir matang terhadap sesuatu hal. Bukan malah menilainya hanya dari apa yang bisa kalian lihat dengan pendidikan yang ada di otak kalian. Mungkin itu saranku.

Kembali lagi aku membawa sahabatku Zaenal dalam monolog kali ini. Tapi semisal dia tak kuikutkan, aku akan merasa bersalah, soalnya saat kejadian aku memang bersama dia, dan sebenarnya dialah yang banyak memberikan inspirasi untukku. Jadi jangan bosan-bosan kalau aku juga membawa Zaenal dalam setiap monologku.

Seperti biasa, aku bersama Zen ditempat tongkrongan pinggir sawah. Kupesan 2 cangkir kopi hitam untuk menemani kami berdua. Serta sebagai pelumas untuk tenggorokkan ketika kering kerontang.
“Zen, namamu kutulis sebagai salah satu judul monologku.” Aku memulai obrolan malam itu.
“Ah, kamu bercanda kan Pik?”
“Beneran! Kalau gak percaya nanti mampir rumahku, lihat sendiri di laptopku.”
“Kamu ada-ada saja Pik.” Zaenal masih bersih kukuh tak percaya dengan apa yang aku katakana, kalau namanya kupakai sebagai judul monologku. “Aku ini siapa kok kamu jadiin judul itu?”
“Lho kamu kan sahabatku. Hampir selama ramadhan, setiap malam aku nongkrong sama kamu. Ibaratnya hidup mati sama kamu.” Kataku.
“HAHAHA.” Zaenal dan aku tertawa setan setelah aku ngomong seperti itu.
“Mbledus,  PIk.” Zen masih tidak percaya dengan ucapanku.
“Pokoknya nanti lihat sendiri di laptop.” Karena membicarakan laptop, aku jadi teringat dengan flashdisk yang pernah dipinjam oleh Zen untuk meng-copy film. “Zen, gimana flashdisk nya?”
“Film di flashdisk kamu malah ditonton sama masku Pik!” katanya menjelaskan keberadaan flashdisk ku.
“Ya bagus kalau gitu.”
“Lha, salah satu film yang kamu copy kan ada adegan mesum Pik. malah dikira istrinya masku, aku lagi nonton film porno.” Cerita Zaenal padaku.
“Lantas gimana Zen?”
“Ya, gak apa-apa. Istrinya masku memaklumi. Dia dulu pernah muda seperti kita. Dia tahu kalau aku cowok normal, jadinya ya biasa saja.”
“Enak Zen kalau kayak gitu!” sahutku.
“Lha kemarin pas pertama kali aku pulang dari Jakarta. Bangun tidur aku lihat maskusambil menunjuk masnya yang lainsedang pesta minuman keras Pik. Aku bangun tidur masih belum sadar kan? Eh, malah ditawari minum. Ya akhirnya pesta minuman keras berdua.” Zen melanjutkan, “sudah pada sadar Pik. aku cowok dia cowok.”
“Itu yang susah Zen.” Ucapku mengagetkan Zen.
“Susah gimana Pik?”
“Susah, soalnya gak semua orang berfikir demikian Zen.” Aku memulai penjelasanku. “Masih banyak orang yang berfikiran kalau sesuatu yang berbau seks, porno, dan teman-temannya itu masih dianggap tabu, tak pantas dibicarakan ke muka umum, bahkan mungkin tak seharusnya orang lain mengetahui.”
“Memang semua orang itu memiliki cara berfikir dan cara pandang beda-beda Pik, gak bisa disama ratakan.” Sahut Zen.
“Aku bukan mau menyama ratakan pemikiran seseorang Zen. Kalau aku berniat menyama ratakan, aku sangat berdosa dan sangat tak pantas.”Aku berhenti sejenak meminum kopi hangat yang sepertinya kami anggurkan dari tadi. “Aku hanya ingin kalau kita semua itu tidak ada kemunafikan. Semua bicara dengan bebas dan tak dianggap tabu lagi ketika semisal membicarakan mengenai seks di muka umum. Meskipun dalam membicarakannya tetap harus mengikuti norma yang ada. Toh, kita juga butuh pendidikan seks kan?” tambahku.
Zen hanya menerawang ke atas langit. Mungkin mencari pemahaman mengenai apa yang aku katakana barusan. Belum sempat Zen mengutarakan ucapannya aku sudah menambahkan obrolanku. “Apalagi kalau yang membicarakan seks itu seorang perempuan. Pasti di otak masyarakat langsung menjudge kalau perempuan itu bukan perempuan baik-baik. Toh, bisa saja si perempuan itu belajar di perkuliahannya seperti itu. Atau dia belajar dari sumber lainnya. Lagian jaman sekarang akses untuk mencari sesuatu yang belum kita ketahui kan mudah sekali. tinggal buka internet ketik “google.com” sudah beres.” Tutupku.
“Tapi gak tahu juga Pik.” jawab Zen singkat.
“Padahal, banyak perempuan yang tidak tahu kalau dia sebenarnya memiliki 3 lobang Zen!”
“Lobang apa saja Pik?” Zen kembali bersemangat setelah mendengar kata lobang.
“Semangat banget Zen, hahaha.”
“Lho namanya juga cowok normal Pik. Hahaha.”
“Jadi banyak yang tak tahu kalau sebenarnya perempuan itu memiliki 3 lobang. 1. Lobang kemaluan, 2. Lobang anus, dan 3. Lobang anal. Untuk penjelasannya lain waktu saja Zen.” Kataku menggoda Zen.
“HAHAHA.” Keheningan pinggir sawah terpecah belah dengan tawa kami berdua.
“Tapi semisal aku mengatakan hal ini di depan perempuan, pastinya mereka (perempuan) mengira pikiranku kotor, jorok, hina, semuanya yang jelek-jelek pasti ditempelkan padaku. Padahal aku hanya memberi informasi.” Ucapku dengan nada menggebu-gebu.
“Tapi kalau kamu ngomonginnya di hadapan orang banyak, ya jelas salah toh Pik. mereka (perempuan) ya malu. Kamu ini kok aneh!”
“Maksudku ya gak di hadapan orang banyak Zen. Kamu ini lebay malahan.”
“HAHAHA.” Suasana kembali cair dengan helak tawa kami.

Pembicaraan mengenai persoalan tabu yang selama ini melekat erat di masyarakat dan merupakan sudah menjadi rahasia umum, tak terselesaikan malam ini. Kami harus kembali pulang, karena besok Zen harus bekerja. Dan aku harus kembali terjaga sampai shubuh seperti biasanya.

Pesan moral : memang persoalan pendidikan seks yang ada sekarang belum bisa merakyat. Apalagi di kalangan masyarakat desa yang kental dengan adat serta peradaban nenek moyang. Tapi jangan pernah berfikir dangkal. Jangan pernah berfikir kalau orang yang mengatakan mengenai seks, lantas dia langsung dicap sebagai orang yang pernah melakukannya. Analoginya seperti ini. Ketika seorang pemuka agama memberikan tausiyah mengenai neraka dan seluk beluknya, lantas apakah seorang pemuka agama tersebut harus merasakan terlebih dahulu suasana neraka? Tentu tidak bukan. Maka dari itu, seseorang yang membicarakan seks apalagi perempuan. Dia juga tidak harus dan belum tentu kalau dia pernah melakukannya. Lagian, kita sudah sama-sama besar. Harusnya kalian mengerti hal itu. Dan menerimanya sebagai pelajaran, bukan malah memberikan cap yang salah. *buka “.3gp”, HAHAHA*



Kamis, 11 Desember 2014

Rambut Dan Mata

Hujan di sore hari itu membawa sedikit kelembutan sang Maha untuk manusia. Semuanya menjadi basah tak terkecuali yang seharusnya keringpun menjadi basah. Di jalan kecil terlihat aliran air keluar dari saluran air yang seharusnya. Air berwarna hitam pekat dengan berbagai bentuk dan macam sampah juga ikut menambah basah. Di sisi lain segerombolan anak-anak sedang asyik memainkan papan kayu yang diperumpamakan kapal-kapalan. Tertawa riang, tak berdosa, dan sesuka hatinya. Namun di emper sebuah rumah yang berdiri tegak tinggi dengan 2 lantai yang tertata megah, seorang lelaki mengistirahatkan badan dan motor rongsokkannya. Terdiam tak melakukan apa-apa. Hanya melihat anak kecil itu berlarian penuh canda tawa dan basah.

Di lain sisi terdapat sekumpulan orang sedang menikmati berselancar di dunia maya. Terlihat pula seorang anak perempuan telah kelar dan hendak pulang namun terjegal dan hanya bisa menunggu. Berdiri di pintu warnet berwarna biru. Menatap kosong ke seseorang yang saat itu sedang membersihkan jalanan depan rumah karena sampah. Hanya berpakaian handuk hijau yang saat itu terlihat menutupi tubuh bawahnya. Seorang pria gondrong bertubuh semampai. Pria itu melihat jelas anak perempuan itu sedang mengamatinya. Sesekali pengendara motor lewat dan melihat dirinya. Acuh, tak peduli dengan handuk yang sudah sepenuhnya basah air hujan. Sesekali pria itu membasahi rambut kepalanya lewat air yang terjun deras dari genteng tetangga. Tak ada malu yang terlihat. Anak kecil yang asyik bermain pun ikut memperhatikannya. Semua serba tanpa ada rasa malu. Hanya sebuah kesenangan dan sikap hidup.

Tak ada yang tahu setelah hujan sore reda. Mungkin gerombolan anak itu akan kena marah besar sesampainya orang tua mereka tahu. Atau mungkin bagi mereka yang memiliki orang tua penyayang akan segera memberikan handuk hangat untuk mengeringkan badannya. Sementara lelaki yang mengistirahatkan motornya, kini telah berani mengambil langkah pasti. Meninggalkan emper rumah megah yang memang bukan miliknya. Berjalan lambat dengan rintik air yang masih terasa deras. Mungkin dialah satu-satunya tulang punggung keluarganya. Sedang keluarganya berharap banyak ketika sesampainya dia di rumah. Semoga membawa banyak harta. Kalian tahu yang dilakukan anak perempuan di pintu warnet? Dia tetap menunggu sampai hujan benar-benar reda. Atau menunggu orang dari rumah membawakan payung untuknya. Tak ada yang tahu siapa dia, status sosialnya. Si pria berhanduk hanya tahu kalau pandangan mata si anak perempuan itu mengarah padanya. Pria berhanduk masih sesekali membasahi kembali rambutnya. Mengibas-ibaskan rambut basahnya. Tanpa malu, telanjang dada, dan melakukan apa yang seharusnya.

Satu kejadian acak yang sering kita lewati tanpa memperhatikan dan memikirkan ulang. Terjadi begitu saja tanpa sebuah kesengajaan. Mengalir, dijalani, tanpa malu, dan selesai.

Sejatinya itu adalah sebuah kehidupan. Tak ada yang tahu apa dan siapa kita. Tanpa malu dan tetap menjalani segala sesuatunya adalah dua hal yang orang sekarang tak memilikinya. Harus ada dasar melakukan sesuatu. Harus ada hasil ketika telah dilakukan. Bukankah sesuatu yang baik itu memang selayaknya dilakukan tanpa pikir panjang? Bukankah mata kita hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi saat itu ketika memandang? Baik terlihat baik. Buruk terlihat buruk, tapi akan menjadi baik jika diperbaiki. Bukankah mata ketika melihat rambut bibir akan berkata rambut? Tragis memang. Namun itulah yang terjadi. []masupik

Sabtu, 06 Desember 2014

Tangan-Tangan

Di suatu jalan setapak terlihat jelas seorang lelaki mendorong gerobak yang penuh dengan barang olahan dari ikan. Pagi masih belum sempurna, lelaki kecil dengan bidang dada yang tak terlalu kekar dibandingkan dengan badan seorang olah ragawan. Dari kejauhan terlihat samar perempuan-perempuan perkasa yang juga sibuk berjalan cepat menuju pusat perbelanjaan. Dimana setiap barang kebutuhan dengan harga terjangkau bisa dibeli di sana. Sementata lelaki tadi hanya bisa mendorong dengan tergopoh-gopoh dengan berat gerobaknya. Dan jalan yang sedikit miring inilah yang setiap pagi membantunya.

Di pertigaan jalan terlihat jelas orang-orang dengan peci putih khas seorang haji melalu-lalang pulang menuju rumah. Tak ada saling sapa antara mereka. Hanya ada sedikit senyum tak hangat terlihat temaram. Senyum yang menandakan adanya rasa menghormati. Sementara di masjid yang tak penuh oleh orang untuk memenuhi kewajibannya sembahyang, masih berdiri kesepian seorang diri dengan kubah yang sudah tak bersinar karena karat yang diderita.  Tampak ada seorang yang menuruni anak tangga berjumlah 4 menuju parkiran sendal-sendal mereka. Sendal yang tak tertata rapi dan saling berserakan tergeletak terlepas begitu saja dari kaki orang-orang yang melangkahkan kaki mereka masuk ke masjid.

Sebuah kejadian sporadis yang tak kita sadari karena keterbatasan mata memandang dan keterbatasan kata untuk menyimpulkan yang sebenarnya terjadi. Apapun bisa terjadi. Orang yang mendorong gerobaknya mungkin saja dia sebenarnya malas melakukan kesibukannya setiap pagi menjelang karena tidur malam yang terlalu larut. Atau perempuan yang berjalan tergopoh sebenarnya dia hanya ingin keluar dari rumah karena pertengkaran dengan suaminya. Atau orang berpeci putih itu sebenarnya alasan perempuan tadi berjalan tergopoh dan senyuman kecil itu hanya menutupi aib-nya? Semua serba mungkin terjadi dan tak terjadi. Semua hanya karena mata yang masih terbatas menafsirkan segala sesuatu hal yang terlihat. Semua tampak baik kalau kita memikirkan hal baik. Juga semua tampak tak karuan dan membingungkan. Semua itu hanya bukti adanya tangan-tangan yang memgatur semua ini agar terlihat sedemikian rupa. Terlihat agar kita mencari rahasia apa yang sebenarnya terjadi dan dari mana itu terjadi. Alangkah baiknya jika kita mengetahui asal kita sehingga kita bisa berjalan menuju tujuan kita yang sebenarnya.

Entahlah!!

Apakah ini semua hanya sebuah pemikiran yang terbentuk karena tangan itu. Ataukah pemikiran ini berdiri sendiri, tunggal dan memiliki tujuan sendiri dari apa yang sebenarnya terjadi. [] masupik

Did You Know?

Selamat siang...selamat menikmati makan siang bagi yang makan. (Gue nggak makan siang, soalnya gue makan nasi). Nah di siang yang basah ini, gue bakal ngasih tahu kenapa banyak postingan gue nggak ada visualisasi gambar ataupun video.

Emang sih...nggak pernah ada yang komentar atau seenggaknya memberikan saran agar di setiap postingan ada gambar atau visualisasi lainnya. Tapi gue sendiri ngerasa kalo memang gue gak pernah nyangkutin gambar. Alasannya hanya satu: Selama ini setiap kali gue nulis postingan, selalu pake smartphone. Yang artinya gue ngetik sebegitu banyaknya hanya via smartphone dengan layar 4 inch. Seharusnya kan bisa jiga upload foto lewat smartphone!? Iya bener bisa. Kendalanya sekarang sama konekso serta spek dari smartphone gue ini. Smartphone yang gue pake adalah produk bangsa mata sipit (baca : hp Cina). Jadi, kalian tahu sendirilah bakal susah buat nyematin foto atau gambar di setiap postingan.

Nah, jika ada gambar atau media pendukung lainnya, berarti gue nulis postingan tersebut pake tanktop. Eh laptop maksud gue. So, nikmati saja setiap postingan yang penuh dengan kata-kata tak bertuan. Selain itu, postingan tanpa gambar akan meningkatkan daya imajinasi kalian. (Penelitian menurut Dr. Upiiil, S. Ag). Terima kasih telah berkunjung dan selamat menikmati. :)) [] masupik

Follow me : @up11k

Rabu, 03 Desember 2014

Kelinci[ku] Ucul

Ngubengi kutho..,
Sakteruse, neng ndeso ndeso..
Mergo aku anggolek-i,
Sing tak tresnani, kelinciku ucul..
Lungo mangetan,
Suroboyo, terus nyang bali..
Mangulon lungo nyang bandung ora ketemu..
Terus aku nyang jakarta..
Jebul ora ketemu.,
Aduh klinciku, ojo mbedo aku..
Terus bali nyang semarang,
Klinciku uwus ono kandang..
La jebulane..,
Grusa grusu, keburu nafsu..
Wekasane montang-manting, ragate akeh
Aku dewe kang kebanting..
Jebul ora ketemu.,
Aduh klinciku, ojo mbedo aku..
Terus bali nyang semarang,
Klinciku uwus ono kandang..

Terdengar semilir merdu nada-nada diatonis menggetarkan gendang telinga lembut ini. Terpatrih alunan nada tinggi yang mengiang-iang jauh ke atas. Sedikit nyeri tapi syahdu. Dan itulah ciri khas tembang jawa yang sekarang, tak ada yang memperdulikannya. Apalagi kaum muda. Ada tapi tak banyak dan tak semeriah dulu di jaman keemasannya.

Gue sebenarnya lupa dengan lagu Kelinci Uculnya Ki Napto Sabdo itu. Namun entah kenapa setelah nonton acara budaya di salah satu televisi swasta, sedang memutarkan lagu itu. Bibir gue pun ikut berkomat-kamit tak jelas sedang otak ini berusaha keras mengingat lirik lagu tersebut. Lagu yang pernah membawaku berpetualang mengisi acara on air di sebuah radio di kabupaten Rembang. Dan gue udah 2 kali dipanggil ke radio yang sama bersama tim karawitan SMAN 1 Lasem.

Panggilan pertama waktu itu gue cuma sekedar memukul balungan. Balungan adalah instrumen nada jawa yang terdiri dari Slenthem, Demung, Saron. (Seinget gue). Ya meskipun hanya seorang pemukul balungan tapi rasanya bangga dan penuh pengetahuan yang belum pernah gue alami. Salah satunya ya on air itu sendiri. Kemudian panggilan kedua, gue waktu itu sudah naik pangkat. Bukan jadi pemukul balungan lagi tapi sekarang jadi bowo. Bowo sendiri itu yang menembangkan alunan nada-nada. Simpelnya bowo itu penyanyinya. Pasti kalian nggak bisa bayangin, sosok manusia seperti gue nyanyi! Nyanyi tembang jawa men. Duh rasanya seperti kembali ke jaman penjajahan dulu sewaktu melantunkan bait-bait lagu jawa. Merdu, syahdu, mengalir indah, penuh makna tersurat dan tersirat, dan yang pasti cocok sebagai musik pengantar tidur.

Nah waktu itu lagu yang paling gue suka ya...Klinci Ucul ini. Lagu dengan nada diatonis yang berbeda dari kebanyakan lagu jawa lainnya. Memiliki makna yang dalam sebagai seorang pecinta. Suara klentang-klentingnya balungan yang acak dan tak karuan, adalah ciri lagu Klinci Ucul ini. Berbeda tapi merdunya sama. Kasarnya, amburadul tapi nikmat tak terhingga. Itu baru bicara mengenai musiknya, belum lagi maknanya dan hubungannya dengan kehidupan. Duh, hati jadi tentrem, adem, ayem dah pokoknya.

Selain itu, lagu ini juga mengingaatkan gue pada sosok Angirha. Sosok perempuan jawa tulen dengan perawakan sedang namun yang pasti montok. Anak kedua dari 2 bersaudara yang banyak mengajarkanku arti kehidupan yang sebenarnya. (Kalau yang ini gue lebay). Angirha memiliki tanggal kelahiran yang sama dengan gue, hanya berbeda waktu dan tempat pembrojolannya saja. Dia selalu dapat ranking 1 di kelas, terpilih sebagai wakil dari sekolah dalam ajang olimpiade biologi. Tidak hanya itu, suara merdunya jika dibandingkan dengan penyanyi seriosa (kalau gak salah), sebelas dua belas lah. Indah, merdu, sexy, emmh...gue nggak bisa bayangin kalo pas dia mendesah. Rambut yang lurus rapi khas permakan salon, memahkotai dan melengkapi parasnya. Kalo gue boleh ngasih penilaian, dia itu ibarat es blewah dengan pemanis alami. Seger, manisnya pas, dan yang pasti nikmat dipandang dan dimiliki. Asseeekkkk

Gue dulu pernah berduet tuh ceritanya. Tergabung satu tim karawitan, dan saat itu adalah hari pergantian kepala sekolah kami. Nah tim karawitan yang gue ada di dalamnya, ditunjuk untuk mengisi acara itu. Jadilah gue dan Angirha berduet menyanyikan lagu Klinci Ucul. Alunan Bonang yang selaras bersamaan berirama dengan tabuhan gendang jawa yang tak beraturan tapi asik, ditambah suara menggaungnya gong sebagai pembuka serta penutup setiap tembang jawa. Memenuhi tempat dan otak setiap tamu undangan yang ada. Dan tak lupa suara Angirha yang sayup-sayup basah berkolaborasi dengan suara gue yang seadanya tapi penuh gairah. Komposisi yang pas tapi tak istimewah. Mungkin itulah penilaian saat itu.
*end

Lantunan tembang Klinci Ucul telah usai. Gue tersadar kalau kelinci gue juga ucul (lepas) entah kemana. Kemanapun dia dan dimanapun dia, gue hanya bisa mendoakan semoga yang terbaik yang selalu dia dapatkan. "Duh kelinci, ingin sekali gue bakar dan kupotong seukuran balok dadu agar pas ketika dibakar sebagai sate." Gumamku sendu. [] masupik

Jumat, 21 November 2014

Be Smart But Nekat

Siang-siang gini enaknya minum es kelapa muda ditemani cewek yang duduk di samping kita dan siap memberikan service spesialnya buat kita. Nah seperti itu yang disebut surga dunia atau bahasa populernya #BahagiaItuSederhana....sederhana ndasmu? Hahaha.

Gue nggak terlalu pandai bahkan memang tak pandai kalau harus berbasa-basi untuk memulai suatu hal. Bahkan kebanyakan kalau gue basa-basi, bisa-bisa gue malah lupa apa yang mau gue omongin. Dan terakhir gue basa-basi sama cewek itu...gue digampar sih. Gimana mau nggak digampar, gue basa-basi pas ada ibu-ibu hamil yang udah mau mbrojol jabang bayinya nanya arah ke rumah sakit, eh gue malah basa-basi, pake modus segala. Jadi ya gue maklumi. Gue maklum digampar, wong mau gue bales ngegampar ada suaminya. Jadi ya maklum aja. Itu namanya apes. Catet!

Nah kali ini gue nggak sengaja lagi nih, keinget masa-masa jadi mahasiswa. Ganteng-ganteng gini gue juga pernah kuliah lho. Asal lo tahu aja, gue kuliah fakultas ekonomi prodi managemen, keren nggak tuh? (Sombong dikit). Padahal fakultas apapun itu nggak bisa dipake bangga-banggaan. Kehidupan kuliah gue mah biasa aja. Berangkat kuliah, duduk, dengerin dosen cerita, dapet tugas, kalo males masuk kelas paling ya bilyart, kalo nggak gitu ya ngecengin ABG di alun-alun kota. Pokoknya wajar kayak mahasiswa lainnya lah. Tapi nggak tahu kenapa temen-temen pas ada tugas kok malah nyuruh gue buat ngerjain. Nggak masalah sih kalau cuman satu orang yang minta tolong, tapi ini hampir setengah dari mahasiswa yang ada di kelas minta tolong supaya tugasnya gue kerjain. Kriting-kriting deh jari gue. Pertama kali sih cuman ucapan "terima kasih Fil!", "thanks ya!", pokoknya semua ucapan makasih dari berbagai negaralah yang gue dapet. Dan gue rela-rela aja asal absen di kelas atas nama gue Ahmad Luthfil Hakim penuh selama satu semester (meskipun gue sendiri jarang masuk kelas) entah cara mereka seperti apa gue nggak peduli. Yang penting absen penuh dan gue bisa ikut ujian.

Nah...waktu itu gue nggak sengaja nih ikut mata kuliah manajemen pemasaran. Nama dosennya aja keren, Pak Syaikhu. Karena lidah-lidah gue sedikit mlenceng, apesnya Pak Syaikhu, namanya di mulut gue jadi Psycho. Hehehe. Tapi gue harus ngucapin banyak terima kasih sama Psycho, karena pas gue nggak sengaja ikut mata kuliahnya, gue jadi tahu mengenai "Barang dan Jasa" dan serba-serbinya. Setelah ini merupakan titik balik gue ketika mengerjakan tugas temen-temen.

Pertama kali kan hanya berupa ucapan terima kasih yang gue dapet dari mereka, padahal gue udah menawarkan jasa bahkan sebenernya mereka sendiri yang meminta jasa gue buat ngerjain tugas. Setelah gue otak-atik nih otak dan semua biaya kelelahan yang gue keluarin setelah ngerjain tugas mereka. Akhirnya gue nemuin rumus sederhana :

Pg/p = Jumlah Anak x Harga Sampoerna Mild

Keterangan :
Pg = Pengorbanan gue
p = Provit
Jumlah Anak = Jumlah temen yang minta tolong ke gue
Harga Sampoerna Mild = Harga standart rokok kesukaan gue
Asumsi : kalau yang minta tolong nggak doyan rokok, maka snack seharga dengan rokok sampoerna mild harus disediakan oleh pihak terkait.

Nah dari rumus sederhana itu, akhirnya gue setiap kali ngerjain tugas mereka, gue dapet banyak keuntungan. Meskipun nggak dapet mentahannya (baca: duit), setidaknya jatah rokokku sampai ada tugas berikutnya selalu tercukupi, bahkan lebih. Dan tak jarang gue juga dapet beberapa makanan yang bagi lidah gue masih terhitung belum pernah nyobain. Pasti kalian bertanya-tanya, apa temen-temen gue nggak merasa terbebani dengan biaya yang dikeluarkan? Gampang aja gue jawabnya, sekarang lebih milih mana antara duit buat jatah rokok gue sama nilai? Hehehe. Kalau nggak mau pake jasa yang gue tawarkan juga nggak masalah, toh sebenernya mereka sendiri yang minta malahan. Gue kan cuman mencoba menjadi manusia normal. Masak capek-capek ngerjain tugas, gue cuman dapet ucapan terima kasih? Nggak etis banget kan? Dia dapet nilai, bahkan kadang IPK mereka lebih bagus ketimbang gue yang jelas-jelas gue yang ngerjain tugasnya. Dan jaman sekarang mana ada orang yang rela begitu aja tanpa ada transaksional ketika dimintai tolong? Ya meskipun masih ada sih. Hehehe. Pokoknya saling pengertian lah, sesama mahasiswa gitu. Yang setuju angkat kutang! (Nah lo?) *end

Jadi itulah sedikit gambaran gue ketika menjabat sebagai mahasiswa. Jadi untuk kamu yang mahasiswa, alangkah baiknya memanfaatkan keadaan yang ada. Ya meskipun harus agak kejam sedikit sih, tapi kan manfaat untuk kedua belah pihak bisa terpenuhi. Seperti lirik lagu lah, "di sini senang, di sana senang". Kalo lo dapet nilai, maka gue juga harus dapet "nilai" juga. So, be smart but nekat. Cayooo. [] masupik

Rabu, 19 November 2014

Sentuhan Basah

"Kangen...kangen...kangen...." Sapaan awal dari sosok wanita temen deket gue lewat salah saru jejaring sosial.

Tak ada yang aneh memang dengan sapaan barusan. Hanya saja karena sapaan itu aku teringat kembali ke masa lalu gue saat masih berpacaran dengan salah seorang cewek yang tengah menyelesaikan pendidikan bidannya.

Sinta panggil saja demikian, dan panggil gue Rama. Hehehe. Tenang ini bukan cerita tentang pewayangan yang menceritakan kisah cinta yang menjadi bibit-bibit cinta di masa sekarang, di jaman yang katanya serba modern. Atau mungkin sebaliknya, serba kuno; jadul; antik? Ah...sudahlah, kita bahas lain waktu saja.

Gue teringat ketika Sinta mengucapkan kata "kangen" dengan penuh manja, penuh hasrat tepat di samping gue. Duh, rasanya leleh, lumer, mengembun badan gue waktu itu. Ditambah pelukan hangatnya dan kecupan mesranya di bibir gue, this is heaven you know? Sebenarnya perasaan gue waktu itu nggak bisa diucapkan, dituliskan, dan diungkapkan hanya dengan rangkaian kata-kata indah bak penyair, tapi mau gimana lagi, namanya tulisan yang memang penuh kata-kata. So, jadi demikianlah perasaan gue waktu itu, seperti yang udah lo baca barusan.

Dihiasi pemandangan desiran ombak, pasir putih yang agak kotor, dan pantai yang tak terlalu cantik pemandangannya, kami menikmati setiap detik jarum jam berlalu. Kami menghayati setiap kepakan burung yang terlihat sedang melintas waktu itu. Kami mencoba memahami arti dari setiap tatapan mata yang kami buang satu sama lain secara bergantian. Waktu seolah bergerak lambat. Kepiting yang baru saja keluar dari sarangnya untuk mencari secercah rizki Tuhannya pun bergerak melambat seperti adegan di film "Matrix". Melambat tak bersua, namun kami berdua tak terpengaruh dengan kajian waktu di sekitar kami. Kami tetap bercengkerama mesra, kami tetap saling menghangatkan dengan canda tawa, kamipun tetap tersadar di tengah mabuknya fikiran ini akan sebuah hasrat.

Waktu telah menua, sinar mentari hangat yang tadi kami nikmati, kini berbalik menyerang dengan pancaran radiasinya yang panas. Meski jarak puluhan bahkan ratusan juta kilometer memisahkan bumi dengan sumber kehidupan tersebut, panasnya tetap tegar dan tegak menyinari bumi yang hijau lebat indah ini. Gue tak pandai merayu kala itu dan sampai sekarang masih sama. Namun gue tahu apa yang dibutuhkan Sinta di tengah hawa panas nan kering ini. Pelukan? Bukan, bukan itu yang dia butuhkan saat itu. Lantas apa? Yang dibutuhkannya adalah sentuhan basah yang menenangkan hatinya dan kembali menyegarkan setiap langkah kecilnya. Apa itu sentuhan basah yang kau maksud? Soal apa sentuhan basah itu, sepertinya tak senonoh jika aku tuliskan dalam bentuk kalimat tunggal maupun ganda. Bahkan sajak percintaan yang telah ada jauh sebelum kami berdua kenal pun tak bisa mengungkapkan dan mendefinisikan apa itu sentuhan basah. Sudahlah, kalau lo pada tahu ntar malah lo praktekin.

Hari semakin menua dan menua. Senja di ufuk barat menandakan ini waktunya burung kembali ke sangkar. Entah apa yang telah diperbuat oleh si burung ketika di luar sangkar, sangkar tak peduli. Yang terpenting, saat si empunya burung melihat isi sangkar, burung-burung sudah menghiasi sangkar yang memang dibuat untuk kenyamanan dan rasa aman si burung, begitulah. Kami berdua pun pulang. Diiringi pelukan hangatnya, gue berbisik untuk diri gue sendiri "terima kasih senja" dan gue pun tersenyum manis memandang Sinta yang tengah mencoba melawan pancaran sang senja dengan bersembunyi di belakang punggung gue. Dan tetap, pelukan hangatnya tak mampu menandingi hangatnya mentari meski telah senja. *end

Hari itu di sebuah pantai, kami meninggalkan jejak berupa cerita yang akan gue ingat. Tak tahu entah sampai kapan gue harus mengingatnya. Kalau semesta adalah milikMu, maka aku adalah milikmu yang kau ciptakan untuknya. [] masupik

Senin, 17 November 2014

Ego Tuhan

"..."

"Hmmm...." Hembusan nafas keputus asaan yang mendalam.

"Sudahlah, pasti ada jalan untuk itu semua." Aku mencoba menghibur. "Ya, memang rasanya sakit, tapi kalau kau tetap seperti ini akan lebih sakit lagi!" Tambahku.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir manis bergincu miliknya. Tapi aku yakin, dia akan menamparku setelah ini. Paling tidak beberapa detik kemudian akan ada air mata membasahi pipi lesung dengan make up yang tertata cantik miliknya. Tinggal menunggu saja sampai ada isakan ingus dari mancungnya hidung semampai yang menambah cantik parasnya. Atau dalam hitungan menit pasti akan ada banyak tissue tercecer berserakan menghiasi lantai di sekitar kaki mungilnya yang sering dihiasi oleh sepatu balet kecil yang menawan.

Aku beranjak dari berdiriku yang sedari tadi memunggungi dia ke arah tempat duduk yang ada di samping kirinya. Aku berjalan di depannya dengan sedikit berat dan sewaktu badanku teapt berada di depannya, dengan tangan kanannya yang panjang, dia menghentikan aku. Seperti tangannya berbicara "sudah, jangan mencoba menghiburku. Aku hanya ingin memikirkan apa yang barusan terjadi. Kamu diam saja di sana." Akupun menurut bak anjing yang sedang menunggu majikan memberi aba-aba selanjutnya.

Akhirnya aku tetap berdiri namun kali ini aku berdiri tepat di depan hadapannya. Masih belum ada kata yang keluar dari bibirnya yang mulai mengernyit. Aku rasa inilah saatnya air mata yang telah aku prediksi sebelumnya akan keluar deras. Sebentar lagi, tunggu saja!

"Kau bisa belikan aku air minum?" Pintanya lirih.

Suaranya mulai terasa bergetar, intonasi yang keluar dari tangga nada suaranya tak seperti biasanya. "Kamu mau atau tidak?" Dia mengulangi permintaannya.

"Oke, aku akan ke sana dan kembali membawakan kamu minum. Tapi janji kamu jangan melakukan hal yang membahayakan nyawamu!" Pintaku.

"Terserah Tuhan akan menggerakkan anggota badanku seperti apa. Bukannya itu yang acap kali kamu suarakan dengan lantang ketika bahagia?" Celotehnya mengagetkanku.

Dahiku mengernyit dalam. Otakku terus berfikir mencoba menerka apa yang dia maksud dan apa yang akan dia rencanakan setelah ini. "Tunggu sebentar, aku segera kembali!"

"Oke. Tapi ingat aku tak mempunyai satu janji apapun denganmu."

Aku tak peduli dengan ucapannya. Aku hanya akan pergi membeli air minum agar bisa membasahi tenggorokkanmu. Tunggu saja.

"Minumlah! Kau akan segera kuantar pulang." Kusodorkan air minum yang berhasil aku beli dari sebuah toko yang kebetulan tak jauh dengan posisiku.

Dengan tangan cuek, dia mengambil air minum yang kusodorkan padanya. Diteguklah air itu sampai hampir setengah dari kondisi penuh. "Terima kasih." Katanya.

"Ayo bergegas, akan kuantar pulang." Ajakku. "Aku tak mau dicap sebagai orang yang tak bertanggung jawab. Aku yang meminta ijin pada orang tuamu untuk kuajak keluar dan mereka mengijinkan. Dan sekarang aku harus mengembalikan putrinya kembali ke rumah dengan selamat seperti sebelum kuajak kau keluar."

"Kau bilang tak mau dicap sebagai orang yang tak bertanggung jawab? Cuih." Dia meludah dengan ekspresi tak sependapat denganku. "Kalau kau memang bertanggung jawab, seharunya kau meyakinkan orang tuamu bukan malah menuruti ego mereka."

"Aku sudah berusaha tapi kau tahu kan bagaimana hubungan orang tuaku dengan keluargamu?" Aku mencoba membela diriku sendiri.

"Itu salahmu! Kenapa kau memberi tahu siapa sebenarnya aku pada mereka. Kau yang bodoh!" Nada kasarnya mulai memenuhi ucapannya.

"Kau bilang itu salahku? Sekarang lihat dirimu sendiri, apa kau berani bilang dengan orang tuamu tentang keluargaku? Tak pernah bahkan mungkin tak akan pernah terjadi." Aku mengambil nafas panjang dan mencoba tak terpengaruh dengan emosinya. "Mari kuantar kau pulang. Ada banyak orang, jangan di sini kalau kau mau menamparku. Bukan aku malu, tapi tak baik dilihat orang banyak. Mari!"

Dia menurut begitu saja, sekarang dia yang menjadi anjing dan aku majikan.

Di perjalanan pulang, hanya pelukan erat yang berbicara dari dirinya dan aku hanya berusaha menjaga fokusku mengendarai motor yang telah memberikan berjuta kenangan selama bersamanya. Bersama dia yang tetap kucintai meski Tuhan menjodohkannya dengan yang lain.

***

Malam itu, saat bulan tak menampakkan dirinya sebagai cahaya di malam hari. Dan saat itu saat dimana banyak manusia yang menikmati kemerdekaannya setelah terbelenggu dengan ego Tuhannya. Saat itulah kejadian itu terjadi dan aku hanya bisa mencoba menghapus air matanya saat ini, saat terakhir aku bisa bertemu dengannya. [] masupik

Sabtu, 15 November 2014

Melati

Tersebutlah sebuah nama samaran (panggil saja Melati). Sebongkah daging seperti kita yang bernyawa, berparas cantik, memakai hijab dengan aksen modern, dan yang lebih penting sudah punya cowok (denger-denger sih cowoknya itu bla...bla...bla...).

Melati menempuh pendidikan kuliahnya di salah satu ibu kota propinsi di negara Indonesia. Tepatnya salah satu propinsi di pulau Jawa bagian tengah, di salah satu politeknik yang kenamaan di kotanya. Kalau hitungan asal-asalanku benar, sekarang dia semester 5. Sedangkan cowoknya sendiri sedang menempuh pendidikan kuliahnya di kota Malang di salah satu universitas negeri yang termashur. Prodi apa ya...lupa gue. Kalau seinget gue prodi yang diambil cowoknya Melati itu berhubungan dengan hukum tapi apa ya...lupa pokoknya. Intinya dia kuliah di Malang semester 3.

***

Gue kenal Melati saat masih duduk di bangku SMA dan selama 3 tahun berturut-turut selalu satu kelas. Sebenarnya juga bosen sekelas melulu, gak ada tampang baru, yang ada hanya tampang keriput yang gue sendiri udah bosen ngeliat. Masih untung-untungan gue pas ngeliat tampang temen sekelas gak mual lantas muntah di setiap wajah mereka. Atau mungkin biasanya gue kalau liat muka orang yang bikin bosen itu langsung boker dikit di celana, untung aja gak kayak gitu.

Yang bikin gue bosan selama 3 tahun sekelas dengan hasil pembuahan setiap orang tua mereka bukan karena tingkah mereka, tapi karena wajah mereka. Ya, wajah mereka yang terlihat jelas berwajah mesum tapi tertutup dengan kepolosannya. Sehingga ketika mereka berbuat mesum dengan lihainya bilang "maaf ya aku tadi gak bermaksud mesum, aku kan anaknya polos jadi gak tahu." Enak banget mereka. Njir!

Kembali ke sosok Melati. Di tengah wajah-wajah mesum mereka, terselip paras cantik nan menawan milik Melati. Tubuh seksi yang mendekati kurus miliknya menambah nilai plus dari parasnya. Mengenai rambutnya seperti apa, gue sendiri gak begitu tahu, masalahnya Melati pas di sekolah kan pake hijab. Oh ya, bibirnya men. Bibirnya Melati begitu merekah seperti bibir yang terkena efek camera 360. Jadi kepengen gue cium itu bibir. Hehehe. Kalau masalah kecerdasan sih Melati bisa digolongkan sebagai anak pintar tapi kadang juga bisa masuk ke golongan anak yang (maaf) bloon. Alasannya, hanya aku, Melati dan Tuhan yang tahu. :p

Hubungan gue sama Melati sih hampir pernah menyentuh daerah pacaran. Gue bilang hampir karena memang gue sendiri nggak pernah nembak Melati dan Melati sendiri juga nggak pernah bilang kalau dia mau jadi cewek gue. (Ya iyalah, gue aja nggak pernah nembak. Jadi gue ya yang bloon). :D

*ceritanya ini udah kelas 3 semester II*
Hubungan gue yang udah jauh dari Melati, harus semakin jauh karena gue sempet nyekik cowoknya Melati. Ceritanya panjang bingits, tapi gue akan mencoba menceritakan sekenanya.

Alkisah saat itu hari Jum'at pagi menjelang siang. Pelajaran PKn harus kami terima sebelum kelas dipulangkan. Di tengah-tengah pelajaran yang bikin gue eneg itu ada waktu jeda istirahat 15 menit. Di waktu itu gue capcus ke kantin demi menyelamatkan nyawa gue dari PKn. Sarapan, minum es jeruk, ngemil, dan yang terakhir yang gue lakuin di kantin adalah membawa cemilan untuk di kelas. Waktu itu gue bawa keripik ketela. Semua tampak baik-baik saja sesaat sebelum gue mau masuk ke kelas yang tinggal 20 menitan itu.

Di depan pintu kelas, gue yang masih ngemil keripik, datanglah Melati dan kampret-kampretnya dengan terengah-engah. Setelah menata nafas pendeknya, Melati mendekat ke gue seraya minta keripik yang sedang asyik gue lahap. Gue yang seketika itu menyodorkan tangan kiri agar Melati bisa ngambil sendiri keripik semaunya, dan tangan kanan gue yang membawa keripik yang mau gue jejelin ke mulut gue sendiri. Yang terjadi malah sebaliknya, Melati langsung nyodorin mulutnya ke tangan kanan gue. Dalam hati sih gue udh ada prasangka buruk, "kalau kejadian ini di liat sama kampret-kampretnya Melati, pastinya si kampret bakal bilang sama cowoknya dan DUAARRR, gue pun bakal duel nih." Dan alhasil, hari Sabtunya terjadilah insiden gue nyekik leher cowoknya Melati yang masih bau popok (cowoknya Melati emang adik kelas). Namun sayangnya, belum puas gue nyekik dan ritual-ritual perkelahian lainnya, gue udah harus dipisah sama temen sekelas gue yang sok-sok an mau jadi pahlawan. *end

Itulah alasannya hubungan gue sama Melati merenggang jauh. Ditambah lagi Melati kuliah nun jauh di sana. Ya emang hanya perlu waktu 3 jam biar bisa nyampe di kos nya Melati, tapi entar malah pas nyampe di kosnya, gue dikira mau merkosa dia, repot kan?

Tapi seenggaknya sekarang hubungan gue sama Melati sedikit membaik, setelah beberapa waktu yang lalu pas gue di Malang, gue nggak sengaja ketemu sama cecunguk bau popok itu dan bisa bercengkerama sekenanya. Meskipun dia dulu sih yang nyapa gue. Hehehe.

Postingan ini gue tujuin untuk mengenang jasa Melati yang udah berhasil bikin gue masuk BK dengan tuduhan penganiayaan dan pencekikan terhadap adik kelas yang polos. Njir. [] masupik

Kamis, 13 November 2014

Khoiru Umuri Ausatuha

Kenapa banyak cewek galau? Jawabannya gampang banget. Kenapa banyak cewek galau? Karena kalau cowok galau gak pantes. Kalau ada cowok galau mendingan besok pake leging atau daster ibu-ibu aja. Daripada ngerusak image spesies kaum cowok. Itu menurut gue, kalau lo? *skip*

***

Mendung menyelimuti kota "tuak" Tuban. Tuak adalah minuman fermentasi dari air pohon aren --legen-- yang dibiarkan beberapa hari agar kandungan alkohol keluar. Sehingga tuak sendiri memabukkan. Kemudian legen sendiri adalah air yang keluar dari pohon aren. Air ini sama sekali gak mengandung alkohol sehingga boleh untuk dinikmati. Apalagi dicampur dengan dinginnya es batu dan dinikmati di siang yang terik, cesss...segernya bukan main.

Dalam kesempatan kali ini gue mau ngucapin #SelamatHariPahlawan #SelamatHariJadiTuban #SelamatHariAyah dan #SelamatHariKamis serta tak lupa selamat membaca postingan demi postingan di blog gue ini. :))

***

Gue mau sedikit bercerita. Kemarin gue mendapatkan SMS dari seseorang yang sudah kenal gue, meskipun belum lama mengenal gue tapi dia udah nganggep gue sebagai kakak laki-lakinya. Dia juga sering bercerita mengenai hubungannya yang terpisah jarak dan dunia. Dia (sebut saja Donna) berada di bumi sedangkan cowoknya berada di galaxy andromeda nun jauh di sana "hahaha". Nggak-nggak, gue becanda yang soal galaxy andromeda, selebihnya serius. Donna sedang nenempuh pendidikan kuliahnya di Semarang, sedang cowoknya lagi menggeluti kuliahnya di Bandung. Ya kira-kira terpaut jarak 12 jam lah kalau mereka ingin ketemu.

Setiap kali Donna cerita mengenai cowoknya yang nggak pernah ngabarin dia, gue selalu manas-manasin si Donna. Gue bilang kalau cowoknya udah punya cewek lagi lah, cowoknya udah gak suka Donna lagi lah, cowoknya sukanya cowok lah, cowoknya lebih suka sama gue ketimbang dia lah, dan lain-lain lah. Oh ya, gue juga kenal sama cowoknya karena cowoknya Donna pernah satu atap sama gue. Dan gue juga pernah bilang sama cowoknya kalau punya cewek lebih dari satu itu gak apa-apa asal nggak ada yang ngerti antara cewek satu dan yang lainnya. Ya...tentunya gue bilang gitu dengan nada becanda. Soal dianggap serius sama cowoknya Donna, gue udah lepas tanggung jawab.

Dalam SMS nya Donna kemarin, dia berulang-ulang bilang kalau gue pandai lah, pintar lah. Dan kayaknya gak hanya SMS yang kemarin dia bilang seperti itu, SMS nya yang jauh-jauh hari juga sering bilang kalau gue pandai, pintar, genius dan lain-lain. Sebebarnya sih gue udah merendah dan ngeyel kalau gue sama sekali gak pandai. Gue bisa ngomong ke dia omongan itu --yang dianggapnya sebagai penilaian kalau gue pandai-- kan perkara gue lahirnya lebih dulu ketimbang Donna. Ya ibaratnya jam terbang gue di dunia kan lebih banyak ketimbang Donna, jadinya gue bisa nasehatin dia soal cowoknya dan kadang juga gue sering menebak kalau cowoknya seperti ini itu tandanya kenapa. Contohnya nih, saat itu dia pernah cerita kalau cowoknya marah besar sama dia. Gue lantas tanya sama Donna apa yang cowoknya bilang pas marah. Donna pun cerita panjang dan lebar. Gue sebagai orang bijak nih ceritanya *wenak*, gue pun bilang sama Donna klau cowokmu tuh gini, gini, gini. Kemudian Donna pun tanya sama cowoknya, dan ternya benar. Cowoknya marah dengan alasan yang sama seperti apa yang gue bilang sama Donna *wih...gue bakat dukun ternyata*. Setelah nasehat dari gue tadi, mereka pun hidup bahagia.

Mungkin dengan alasan itulah Donna bilang kalau gue pintar dst. Tapi gue sebenarnya gak begitu suka kalau di bilang pandai atau pintar atau mungkin genius. Alesan gue sih sepele, gue orang bodoh buktinya aja gue masih belajar dan terus belajar. Kalau gue pandai mah...nggak perlu belajar lagi, bener kan? Selain itu, penilaian pandai kan beragam dan mungkin orang lain pun banyak yang nggak setuju kalau gue pandai. Dan karena sebuah hadis yang bunyinya "khoiru umuri ausatuha" yang artinya sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang tengah-tengah. Artinya jangan berlebih-lebihan dalam melakukan atau menilai seseorang. Janganlah pula under estimate pada seseorang. Pokoknya jangan berlebih-lebihan dan jangan kurang bahkan sangat kurang. Kalau lagh dangdut sih bilangnya "yang sedang-sedang saja". Karena alasan itu lah gue gak mau dibilang pandai, bahkan gue lebih seneng kalau gue dibilang goblok, bodoh, bego dan lain-lain yang menjadi  Hehehe 8D *end*

Kalau lo sebelum, saat, dan setelah nembaca postingan ini mengalami mual, pening yang teramat, "eneg" dalam berpikir dan hambar dalam bertindak. Gue selaku orang yang menulis postingan ini gak bertanggung jawab dan nggak mau nanggung segala akibat yang terjadi dikarenakan postingan ini. Semoga lo menjadi orang bijak dalam kehidupan sehingga setelah lo membaca dan berkunjung di blog gue, ninggalin jejak berupa komentar dalam setiap postingan. *fakir komentar* hahaha.[] masupik

Jumat, 07 November 2014

Perokok Berat Ngomongin Bahaya Rokok

Hoaaammmm....
Siang-siang kayak gini enak banget kalau tidur, ditemani para mantan dalam satu selimut tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh. Duh, jadi horni sendiri gue. :p

Bentar-bentar, gue mau nyapa para blogger yang budiman nih. Selamat siang, selamat menjalani panasnya terik matahari, dan selamat buat lo yang telah berhasil membaca postingan gue yang ini. Ditemani 3 bungkus rokok (2 Marlboro dan sebungkus Gudang Garam Surya), gue akan ngomongin bahaya rokok dari pandangan softlens gue. #Wenak

Pastinya dan mungkin kalian bertanya-tanya dan banyak heran, gue seorang perokok berat, ngomongin bahaya rokok! Mungkin itu yang ada di benak kalian. Ibaratnya, seorang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tugasnya nangkepin pejabat-pejabat yang korupsi, kok malah dia korupsi sendiri. Yang lebih aneh lagi, dia yang korupsi, dia yang nangkep sendiri. *geleng kepala* Ya mungkin itu analogi seorang perokok berat ngomongin bahaya rokok.

Tapi ada benarnya juga seorang perokok berat memberi informasi pada khalayak mengenai bahaya rokok. Gue udah berkecimpung di dunia rokok dan mengetahui seluk beluk akibat dari rokok yang gue hisap setiap harinya. Karena alasan itulah, informasi yang bakal gue share, pastinya bukan berita boong dan juga bukan berita yang gue kopas dari media lain. Sekarang gini, bagaimana seseorang bukan perokok bahkan sama sekali nggak pernah ngicipin rokok, tiba-tiba dengan lantang gembar-gembor kalau rokok itu bahaya, bisa bikin impoten dan lain-lain? Oke, dia bisa dapat pengetahuan itu dari pengalaman orang lain. Tapi apakah pengalaman orang lain yang diceritakan sama dengan rasa sakit yang dia rasakan? Oleh karena itu, gue seorang perokok berat, berani ngomongin bahaya rokok. *yeah*

Oke, langsung aja gue tulis beberapa bahkan--kalau mugkin gue males--cuman satu yang gue tulis apa akibat dari rokok.

Bahaya rokok yang pertama adalah semua yang ditulis di kemasan luar rokok. Dari merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, sampai kemasan rokok yang baru dengan gambar-gambar menyeramkan. Atau mungkin bagi kalian yang berada di luar negeri akan ada peringatan seperti ini di kemasan rokok " goverment warning : smoking killed" (kalau gak salah tulisannya kek gitu). Itu bahaya yang pertama.

Bahaya rokok yang kedua adalah ngabisin uang. Apalagi kalau kita lagi kumpul-kumpul, bisa-bisa 2 s/d 3 bungkus rokok ludes dalam sekali duduk. Bayangkan kalau uang buat beli rokok kita tabung, pastinya setahun ke depan hasil tabungan itu bisa kita buat naik haji dan ngelamar anak pak kepala desa. 8D

Dan bahaya yang terakhir yang bisa gue tulis adalah lo akan mudah akrab dengan seseorang yang sebelumnya belum lo kenal hanya dengan rokok. Contohnya gue sendiri.

Waktu itu gue sedang perjalanan naik bus Surabaya - Semarang. Gue ambil kursi yang yang sebelah kanan ( yang tertata tiga-tiga itu loh). Di kursi tersebut udah ada penumpang bapak-bapak yang lagi tertidur pulas. Mungkin korban hipnotis, atau mungkin cara yang digunakan bapak ini biar kalau ada pengamen nggak dimintai uang receh.

Gue duduk dengan tenang tanpa ada rasa curiga apapun, tentunya gue juga tetep berjaga. Namanya juga tempat umum, hal-hal yang di luar rencana kita pasti sering terjadi. Selang beberapa saat si bapak terbangun dengan iler yang menghiasi bibir dan ada yang netes di kemejanya. Mengetahui ada iler yang muncrat, si bapak dengan sigap mengusap ilernya. Gue hanya ngelirik kecil kekonyolan bapak tersebut.

Setelah iler telah hilang sirna, si bapak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Gue tenang-tenang aja, kalau toh si bapak berniat jahat, paling-paling cuman pisau. (Jiah). Namun bukan pisau atau benda lain yang bisa digunain buat ngerampok, tapi sebungkus rokok 234 (baca: djisamsoe). Setelahnya, tangan si bapak ini menjulur ke arah gue seraya berkata "rokok nak!". Duh, gue jadi terharu bukan main terhadap sikap bapak ini yang heroik (apa coba?). Udah gue bilang konyol eh malah nawarin gue rokok. Semenjak tawaran itu bergulir, gue pun jadi akrab dengan bapak yang gue sama sekali nggak kenal. Dan perjalanan gue pun dihabiskan dengan menghabiskan rokok si bapak tersebut. Hehehe.

Itulah bahaya rokok menurut gue pribadi, seorang perokok berat. Sebenarnya yang nomor 3 nggak bisa dibilang bahaya. Tapi mungkin juga bisa menjadi bahaya besar kalau memang tawaran rokok dari orang yang gak kita kenal hanya modus. Atau mungkin, rokok yang dia tawarkan udah ada obat tidur atau semacamnya. Bisa jadi yang lebih mainstream lagi, dalam rokoknya udah ada racun tikus? (Emang gue cowok apaan kok sampai diracun pake racun tikus). Jadi intinya berhati-hatilah! :)

So, itulah bahaya-bahaya rokok dari softlens mata gue. Mungkin pemikiran lo berbeda dengan apa yang telah gue utarain, dan itu tak apa. Akan lebih baik, jika pemikiran lo yang berbeda itu, lo share lewat kolom komentar. Itung-itung bagi pengalaman gitu, dan juga itung-itung lo sebagai pengunjung yang bijak dari blog gue ini. Hehehe. [] masupik

Senin, 03 November 2014

Bukan Postingan Galau

Em...gimana ya gue memulainya. Apa gue jungkir balik dulu 5 kali di tambah salto 2 kali sama dengan x*2 (baca : eks kuadrat). Nahlo, kok malah jadi persamaan kuadrat yang jika digambar menjadi sebuah kurva melengkung? Ah sudahlah.

Beberapa jam yang lalu gue mantengin TL salah seorang cewek yang kebetulan dulu pernah menjalin sebuah ikatan konyol yang lebih keren disebut pacaran. Kira-kira hampir 7 bulan lah pacaran. Kemudian ada yang bertanya, "lo kalo pacaran kayak gimana sih?" Ya gue jawab sekenanya, "ciuman, ciuman, dan ciuman." Pertanyaan yang aneh dan irasional. Ibaratnya akar kuadrat yang tak memiliki hasil. *abaikan*

Di TL nya terdapat foto yang foto tersebut membuat gue shock. Sebenarnya sih gak shock seperti yang ada di film-film laga Indosiar, ya palingan cuman agak kaget aja gak lebih. Oza, sebut aja nama alumni gue tadi Juliet. Juliet meng-upload foto dirinya sedang mengenakan hijab dengan warna kalem. So beautiful pokoknya. Ya betul, dulu sewaktu masih pacaran, Juliet gak pernah make hijab. Bahkan mungkin dia gak punya kerudung di lemarinya, mungkin loh ya! Dan setelah hampir 8 bulan gak pernah ketemu dan tadi iseng-iseng buka TL si Juliet, ternyata dia sudah berhijab.

Dulu pernah sih sekali dia make hijab pas gue ajak jalan, dan terlihat cantik. Gue pun gak berkata-kata mengenai hijabnya itu. Toh sama saja gue yang nikmatin paras cantiknya. Paling yang beda itu pas ciuman doang. Pas gak pake hijab, rambutnya yang terurai dan selalu perawatan salon itu yang menutupi wajahku saat menciumnya. Kalo pas make hijab, you know lah. :p

Tapi sebelum dia berhijab, dia pernah gue ajak main ke rumah, tepatnya pas lebaran tahun lalu. Sepanjang perjalan ke rumah gue, pelukan eratnya menghangatkan tubuh gue ditambah cahaya matahari. Ceritanya dulu pas gue ajak ke rumah itu naik motor ya. Selang 45 menit kemudian sampailah di rumah gue, ya lebih tepatnya rumah nenek gue lah. Sampai di rumah, yang terjadi adalah si Juliet nangis. Meski belum sampe ngeluarin air mata, tapi lagak dan nafasnya dia mau nangis. Juliet nangis bukan karena gue gigit lho, tapi dia nangis itu gegara ucapan nenek gue yang melihat dia gak berhijab. Gue lupa apa yang nenek gue bilang dulu ke Juliet. Pokoknya perkataan yang maknanya dalem. Ya meskipun sebenarnya nenek gue gak bermaksud bikin nangis sih, tapi mau gimana lagi, udah terjadi.

Melihat Juliet diperlakukan kejam oleh nenek gue, gue pun dengan sigap seperti pahlawan kepagian ngajak Juliet keluar cari makan dan udara segar. Baru di perjalanan nyari makan inilah, teresan air mata Juliet mengalir deras dengan tambahan pelukannya yang semakin erat di perutku. Hampir mati gak bisa nafas saat itu. Dan dengan sedikit gurauan dari bibirku, akhirnya Juliet menyudahi air mata muncrat lebih banyak lagi. *end*

Mengenai sekarang dia memakai hijab, aku tak tahu apakah itu gara-gara ucapan nenek gue dulu. Yang jelas gue juga seneng dia sudah berhijab, ya meskipun gak sama gue lagi. Tuh kan jadi sedih gue! Hayo tanggung jawab pokoknya. Dan intinya, lo mau pake hijab atau nggak itu semua pilihan lo. Bukan gue ataupun orang-orang sebelum gue, lo make hijab it's oke, lo gak make hijab juga oke. Dan sekali lagi kutegaskan, ini bukan postingan galau. :p [] masupik

Kamis, 30 Oktober 2014

Merk, Selera, dan Komitmen

Selamat pagi, selamat menjalani pagi yang sejuk bagi mereka yang merayakannya, dan juga selamat menikmati jam-jam dilematis untuk lanjut tidur atau siap-siap untuk bekerja. Pagi yang sejuk ini paling seger kalau ditemani sepasang kekasih, eh maksudnya sepasang kopi hangat dengan camilan renyah. Tapi kalau tak ada keduanya, ijinkan admin untuk menemani para pembaca semua dengan blog sederhana ini.

"Merk, selera, dan komitmen", judul yang membawa kita akan kondisi untuk berfikir serius sampai menahan nafas dan kentut. Mungkin itu yang ada di fikiran para pembaca yang budiman (kalau nggak demikian juga tak apa). Tenang saja, memang judulnya sudah mengerikan isinya juga gak kalah mengerikan kok. Nggak-nggak cuman becanda doang. Tulisan ini hanya mengenai masalah rokok dan aku saat kemarin membeli rokok.

Jadi ceritanya begini, karena bangun dari tidur yang terlalu siang dari kebanyakan orang normal lainnya, alhasil aku kerap kali kehilangan momen pagi hari. Bahkan juga nggak jarang, momen siang dan sore juga turut hilang dalam kehidupanku. Biasanya setiap bangun tidur, yang pertama kali kulakukan adalah membuka mata (please deh! *emot cemberut*), yang pertama kali kulakukan setelah membuka mata adalah mencari rokok untuk kujadikan obat nyamuk, eh maksudnya untuk kuhisap. Dan kemarin, entah kenapa pas sekali stok rokokku habis ludes tanpa jejak, hilang secara misterius, dan tak pernah kembali. Menyadari hal itu, akupun berencana mengunjungi seekor tokoh kelontong yang letaknya tak jauh dari rumah. Paling sekitar 100 meter bersih. Kejadian unik terjadi setelah ini.

Akan membeli rokok, akupun mencari dompet dan tak perlu waktu lama, dompet telah kuraih dengan erat dan seksama. Kubuka dompet berumur 7 tahun itu dan naas, aku hanya melihat sosok 5 ribu dan beberapa receh yang menggumpal dompet kere[n]ku itu. Aku sempat menangis dan kaget bukan kepalang melihat kondisi dompet, tapi di lain sisi aku harus memenuhi kebutuhan akan pengasapan (baca : rokok). Setelah berbagai pertimbangan dan usulan dari kepribadianku yang lain, akhirnya kami berhasil memutuskan hasil musyawarah mufakat yang alot dengan keputusan sebagai berikut :
1. Melihat kondisi keuangan yang tidak terlalu baik akhir-akhir ini, maka setiap kali hendak membeli rokok (di sini dalam artian membeli satu bungkus) harus memperhatikan uang yang ada. Jika memang uang yang ada cukup untuk membeli rokok sesuai selera, maka belilah;
2. Jika kondisi keuangan memang tidak mencukupi selera, maka lihatlah merk rokok tersebut. Uang 10 ribu, maka merk rokok yang tepat adalah : sukun, mlindjo, geo mild, dan beberapa rokok dengan harga di bawah 10 ribu;
3. Jika kondisi keuangan memang sedang kritis dan memasukin detik-detik akhir, maka yang paling ditekankan adalah komitmenku untuk merokok. Bahwa ketika fikiran kosong dan memang sulit mendapatkan ide yang biasanya aku mengakalinya dengan merokok, maka rokok apa sajalah. Yang terpenting bibir bisa mengeluarkan asap. Merk, harga, dan selera hilang seketika itu juga. Dengan ketiga hasil perundingan tersebut, jadilah rokok sukun yang aku beli.

Namun petaka baru datang. Tak biasa membeli rokok sukun, akupun merasa gengsi. Hampir 6 kali aku keluar masuk rumah untuk memastikan kalau rokok sukunlah yang harus aku beli. Aku berlatih mengucapkan akad dalam membeli "mbak, beli rokok sukun" agar tak kagok dan stroke ketika sampai di toko. Kulatih bibirku berulang-ulang, sampai akhirnya tekadku bulat penuh tanpa lubang. Akupun meyakinkan diriku kalau rokok sukun yang harus aku beli untuk memenuhi kebutuhan rokokku.

Sampai di toko, aku langsung berhadapan dengan si mbak yang berjaga di kasir. Dengan sekali nafas kucapkan akad yang sudah aku latih sebelumnya. "Mbak rokok sukun satu bungkus", ucapku jelas dan berwibawa. Si mbaknya tanpa banyak bertanya langsung mengambilkan sebungkus rokok sukun. Tapi yang membuat mentalku anjlok, ketika tatapan si mbaknya setelah mengambil rokok pesananku. Si mbak melihat wajah gantengku dan kemudian membuang wajahnya ke arah rokok sukun. Entah apa yang ada di dalam benak si mbaknya. Aku tak berani berasumsi, aku hanya diam sembari menyodorkan uang yang berhasil aku kumpulkan dari sisa-sisa uang di dompet. Dan akhirnya rokok sukun membakar bibirku. Sungguh perjuangan yang berat dan melelahkan. Penuh pertaruhan harga diri dan gengsi. Hanya untuk sebuah komitmen, harta diriku kutukarkan dengan rokok sukun. Semoga Tuhan mengerti maksud dan tujuan muliaku. Amin. [] masupik

Sabtu, 25 Oktober 2014

Cinta Atas Cinta

Selamat dini hari menjelang shubuh. Semoga kalian tetap semangat untuk bangun pagi meskipun tidur hanya beberapa jam saja. Kembali lagi admin menulis sekedar tulisan dan rangkaian abjad yang telah tertata rapi membentuk kata yang berdiri sendiri dan menghasilkan suatu makna mendalam ketika dalam bentuk kalimat. *yeah*

Tak mau kalah dengan tulisan orang besar (baca : terkenal), kali ini admin mau membicarakan mengenai cinta. #Wenak. Sejarah cinta telah menuliskan beberapa cerita cinta yang mendunia, bahkan mungkin cerita cinta itu terkenal bukan hanya di dunia fana ini, tapi dunia akhirat. Kita juga sama-sama tak tahu, oleh atas dasar itulah kita bisa berspekulasi demikian. *ngomong apa coba*

Berbicara perkara cinta memang tak ada habisnya dan tak akan berhenti selama keindahan tetap ada. Walaupun keindahan itu sirna, namun ketika hati mereka berbicara, maka cinta adalah bahasa dan bahasan mereka. Cinta atas cinta.

Cinta menyatukan dua, tiga, dan banyak perbedaan yang ada. Meskipun jauh berbeda, tapi cinta dengan lembut dan perlahan mendekatkannya. Jikalau ada jarak yang kemudian terjadi setelahnya, percayalah cinta tetap akan menghubungkan dengan caranya. Cinta atas cinta.

Cinta dan wanita. Cinta adalah hati, sedangkan wanita adalah si empunya hati. Lantas, apa yang membuatmu tak segera mencintai sosok yang tengah menunggu hatimu dengan cinta itu? Cinta atas cinta.

Kadang air mata terjatuh deras dari ujung kelopak indah ini. Namun apa kau tak mengerti, berlinangnya air mata itu adalah cinta ketika dikristalkan, dibendakan menjadi sesuatu yang ingin sekali kau lihat keberadaannya dan kebenarannya? Cinta atas cinta.

"Cintaku bertepuk sebelah tangan." Jangan hiraukan ungkapan manis itu. Kalau kau mengenal cinta, seberapa banyak tanganmu bertepuk hanya sebelah, yakinlah karena suatu hari entah kapan dan dimana, cintamu akan menggugah jutaan orang untuk bertepuk tangan meriah. Cinta atas cinta.

Tak ada kata lagi yang bisa kufikirkan dan kurealisasikan menjadi sebuah tulisan. Bukan berarti aku telah kehabisan stok kata-kata, tapi apalah artinya cinta kalau hanya sebuah kata, frasa, kalimat?

Cinta atas cinta. [] masupik

Jumat, 24 Oktober 2014

#BahagiaItuSederhana, Sederhana Ndasmu.

Selamat sore, selamat berbahagia di sore yang sudah tak ranum ini. Semoga sore ini fikiran kalian jernih dan bisa berfikir matang. Matang di sini artinya bukan digoreng di penggorengan dengan minyak sayur, tapi matang yang kumaksud adalah bisa mencerna mana kata atau kalimat yang siap cerna dan mana yang butuh penafsiran lebih lanjut lagi.

#BahagiaItuSederhana, pastinya kalian tak asing dengan ungkapan seperti itu. Ungkapan seperti itu sering kita jumpai biasanya di akhir status di Facebook dan juga akhir dari Tweet seseorang. Biasanya lagi sebelum tagar bahagia itu sederhana dibubuhkan di akhir, ada kalimat atau gambar yang memperlihatkan bahwa si empunya status atau tweet bisa tertawa lepas tanpa ada beban. Dan dari sudut pandang "tertawa lepas" inilah mereka lantas membuat tagar bahagia itu sederhana. Kemudian ada lagi yang upload foto makanan masakan barat. Dan di foto tersebut dibubuhi caption #BahagiaItuSederhana. Entah sudut pandang apa yang mereka pakai sehingga bisa menyimpulkan bahwa kondisi mereka sedang bahagia.

Dari sanalah penulis merasakan suatu keresahan bathin yang mendalam. Dan satu pertanyaan muncul ke permukaan layar kaca "sebenarnya bahagia sendiri itu apa?" Apakah bisa tertawa lepas dengan kondisi gigi terlihat jelas seperti itu yang disebut bahagia? Apa bahagia itu ketika kita bisa memakan makanan mahal dari resto yang berada di dalam hotel bintang lima? Padahal kita sama-sama gak tahu dia bisa beli masakan mahal itu pakai uang sendiri atau hutang. Atau seperti apa? Atau sejatinya bahagia hanyalah sebuah pengasumsian yang terjadi guna membohongi otak kita, entah itu terjadi karena pengaruh hormonal, lingkungan, atau emosi diri kita? Mari berfikir! (Kita pura-pura serius).

Meminjam pengertian "bahagia" dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Melangkah dari definisi tadi yang menyebutkan bahwa bahagia itu merupakan keadaan atau perasaan, sedangkan keadaan atau perasaan itu ada karena pengaruh otak bawah sadar kita. Jadi dapat disimpulkan, bahagia ada karena alam bawah kesadaran kita memberikan stimulus kepada semua organ tubuh tanpa terkecuali, bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu itu dinamakan "bahagia". Jadi, bahagia itu asalnya dari kita sendiri. Bukan dari tertawa lepas yang kita lakukan. Bukan dari pencapaian kita bisa membeli masakan resto hotel bintang lima dan sebagainya. Belum lagi kalau kita membicarakan kebahagiaan akhirat kelak, bisa-bisa pecah ndasmu.

Setelah mengetahui hal ini, apa kita masih bisa mengatakan #BahagiaItuSederhana? Toh nyatanya proses menuju kondisi yang disebut bahagia itu begitu rumit, njlimet, mbingungi. #BahagiaItuSederhana, sederhana ndasmu! []masupik

Kamis, 23 Oktober 2014

Jodoh, Belum Jodoh, Bukan Jodoh Kita

"Jodoh, belum jodoh, dan atau bukan jodoh."

Tentu kebanyakan dari kita bahkan mungkin semuanya memilih dan berharap si dia jadi jodoh kita. Dan menolak mentah-mentah bahkan naudzubillah jangan sampai cewek yang telah lama kita dambakan ternyata bukan jodoh kita. Amatlah mudah mendefinisikan bahkan menjelaskan makna dari jodoh dan bukan jodoh. Tapi untuk satu ini --belum jodoh-- butuh otak yang jernih dan konyol untuk menjelentrehkan makna dan arti dari ungkapan "bukan jodoh".

Penganalogikan yang mudah kata jodoh adalah "iya" sedangkan ungkapan bukan jodoh adalah "tidak". Lantas untuk ungkapan belum jodoh sendiri apa? Masih perlu dipikirkan lagi. Dan untungnya, karena kejeniusan penulis (wenak!!) Dalam postingan ini ungkapan "bukan jodoh" dianalogikan dengan "insya Allah" yang artinya semoga Allah menghendaki. Dan jika mengacu pada analogi tadi berarti ketika kita mengucapkan "mungkin dia belum jodohku!" Itu berarti "mungkin dia belum dikehendaki Tuhan untuk menjadi jodohku." Secara harfiah menjadi semacam itu.

Namun penganalogian itu ternyata menimbulkan definisi makna yang mencengangkan. "...dia belum dikehendaki Tuhan untuk menjadi jodohku." Coba kalian pikir, statemen barusan mengisyaratkan bahwa kita rela serela-relanya kalau si dia sebelum menjadi milik kita, harus menjadi milik orang lain sesuai kehendak Tuhan. Dan entah kapan, sampai kehendak Tuhan itu menjadikan si dia mikik kita. Walaupun harus menjadi milik ratusan orang agar menjadi milik kita. Mengetahui penjlentrehan barusan, apakah masih yakin dengan ungkapan "belum jodoh"? Itupun akan menjadi milik kita jika memang kehendak Tuhan si dia ditujukan untuk kita. Ibaratnya seperti pasang togel, peluangnya 1 persekian banyak nomor yang dipasang oleh orang seluruh Indonesia. (Hehehe)

So, mulai saat ini hendaknya lebih berhati-hati lagi ketika memilih kata untuk mewakili keinginan kita. Kata, frasa, bahkan ungkapan yang telah ada, hendaknya kita gali lagi makna yang tersirat secara mendalam. [] masupik

Nb : jika kalian dalam membaca postingan ini merasa mual dan nyeri otak, hendaknya mengabaikan semua konten dalam postingan ini. Sejatinya postingan ini hanya guyonan belaka. :))

Rabu, 22 Oktober 2014

Who is "MANTAN"?

" Sebelum masuk ke inti postingan kali ini, ada baiknya jika kalian sedikit mengetahui mengapa postingan ini ada. Alasan pertama postingan ini ada karena aku sendiri menyadari nggak pernah ngepost selama hampir 3 bulan. Kedua, karena tangan ini udah gatel pengen muntahin kata-kata yang ada di otak biar nggak bikin repot. Dan alasan yang terakhir karena akhir-akhir ini aku keinget semua "mantan" yang dulunya pernah menjalani suasana indah berdua. (Alasan terakhir bullshit banget)."

Selamat pagi dan semoga yang telah bangun sudah membersihkan kotoran yang menyelinap di pojokan mata. Semoga yang masih tidur, tetap tidur sampai batas waktu mereka tidur dan dikira cukup. (Mulai absurd). Terlalu bertele-tele.

Berbicara mengenai "mantan", pastinya dan atau mungkin fikiran kalian akan langsung menuju sosok pacar --baik girlfriend atau boyfriend-- yang pernah menjalani kebahagiaan sesaat bersama kita. (Kok sepertinya pertanyaan yang dipakai judul udah kejawab ya!??). Kebanyakan dari kita ketika membicarakan "mantan" pasti akan langsung mengingat saat terakhir ketika putus. Lantas kita akan secara egosentris melabeli kalau "mantan" itu sosok yang jahat --bisa-bisa kejahatan mantan itu melebihi iblis yang menggoda Adam-- yang pernah singgah ke hidup kita. Aku sendiri juga sering mendefinisikan demikian. Tapi setelah berfikir matang, puasa 40 hari 41 malam, bermeditasi di gunung Bugel Lasem dan setelah melakukan berbagai ritual penjernihan otak. Akupun mau tak mau harus mencabut definisiku --kalau mantan itu jahat. Karena kita harus mengakui bahwa dulu sebelum menjadi "mantan" kita pernah menjalani kebahagiaan semu bersamanya.

Berpijak dari hal tersebut, maka kita harus mengkaji ulang who is "mantan"? (Dalam arti sebenarnya).

Pertama, definisi "mantan" setelah hasil dekonstruksi moral adalah seseorang yang pernah menjalani kisah asmara bersama kita dan harus terpisah atas dasar alasan memang bukan jodoh kita. Dari definisi ini, kita mengetahui bahwa "mantan" itu ibaratnya ujian bagi kita. (Kayaknya sih gitu).

Kedua, "mantan" adalah seonggok daging yang sempat datang dan menemani kita, meskipun hanya sesaat. Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa "mantan" itu juga manusia. Dia juga perlu makan, minum, dan berkembang biak. Jadi perlakukan dia sesuai kadarnya sebagai manusia.

Ketiga dan sepertinya terakhir, definisi "mantan" setelah didekonstruksi adalah secercah buaian yang tersusun atas partikel atom yang membentuk suatu sel dimana sel tersebut bekerja sama menjadi jaringan yang kemudian jaringan tersebut memiliki fungsi sama yang selanjutnya disebut organ, dan berwujud paras yang rupawan yang pernah meluluhkan hati kita. Dari definisi absurd ini, kita dapat menyimpulkan bahwa "mantan" adalah mahkluk Tuhan yang pernah ditugaskan oleh Tuhan untuk menemani kita. Jadi, seburuk apapun perpisahan kita dengan seseorang yang selanjutnya kita beri label "mantan" kita harus tetap menghargai, menghormati, dan berbuat baik padanya.

Dari ketiga dekonstruksi moral mengenai definisi "mantan" yang telah dipaparkan sebelumnya, kita dapat mengambil satu kesimpulan besar bahwa "mantan" baik ketika putus dengan keji atau dengan alasan bijak, kita harus mengakui bahwa mereka pernah membahagiakan hati kita dan membuat kita menjadi alay tanpa harus malu. Trust me. [] masupik

Kamis, 24 Juli 2014

1st Aniv Jomblo

"..."
"Mas, sekarang kuliah dimana?" tanya imam masjid.
"Kuliah di Rembang pak!" jawabku enteng tanpa ada pikiran.

Aku sedang berada di masjid untuk melaksanakan shalat Ashar kala itu. Dan aku serta orang lainnya sedang menunggu adzan dikumandangkan.

"Di Rembang itu ada tempat kuliah mas, sebelah mana?"
Aku mencoba menerka arah pembicaraan ini. " Ada pak. Dulu lokasinya di gedung PGRI selatan alun-alun. Tapi karena kontraknya habis, sekarang punya gedung baru di Clangapan." Jawabku.
"Clangapan itu mana Mas?"
"Clangapan arah mau ke Pamotan itu pak."

Aku melihat orang itu sepertinya sedang menyangkutkan bayangannya dengan Clangapan. Terlihat jelas kerutan di dahinya sedang berfikir.

Setelah kerutan itu hilang, aku masih diserbu dengan pertanyaan keponya. "Terus ambil jurusan apa Mas?"
"Ambil S1 manajemen pak!"
"Em manajemen toh...."
Belum selesai orang itu berfikir, aku pamit untuk mengambil air wudhu.

Aku masih terfikir oleh beberapa pertanyaan dari orang tadi. Yang kebetulan orang itu adalah saudara dari nenekku. Apa maksud dari beberapa pertanyaannya tadi? Tak percaya kalau tampang seperti aku jadi anak kuliahan kah? Atau apa? Tapi sebentar, apa jangan-jangan aku mau dijodohin sama anak perempuannya? Ah, mana mungkin seorang pengangguran dijodohin dengan orang yang paham agama. Mungkin mimpi.

Aku beranjak pulang dari masjid dan membuang semua hayalan bodohku. Mungkin inilah efek ngejomblo sudah hampir setahun. Dan ini adalah tulisan yang kutujukan untuk kejombloanku sendiri. [] masupik

Minggu, 20 Juli 2014

RPP, PHP, dan PHPmyadmin



Malam ini aku sendirian, meskipun malam-malam sebelumnya aku juga sendirian. Kesendirianku bukan berarti sendiri secara harfiah. Kesendirianku adalah sebuah langkah yang kuambil karena memang inilah hidupku. Tapi monolog ini tidak akan membahas mengenai kesendirianku. Yang barusan hanya sebuah basa-basi yang terencana.

RPP, PHP, dan PHPmyadmin. Lantas apa hubungannya RPP, PHP, dan PHPmy admin? Bukankah ketiga benda fana itu berbeda dunia, bahkan hampir tak bisa disangkut pautkan (kecuali ada faktor X) meskipun itu dalam lingkup hipotesa penelitian ilmiah? Benar, memang hampir tak bisa disangkut pautkan. Tapi setidaknya mereka memiliki kesamaan, yaitu sesuatu yang fana.
Tapi sebelumnya aku akan sedikit menjelaskan apa itu RPP, PHP, dan PHPmyadmin. Pertama RPP, RPP sendiri adalah singkatan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, yang menurut sumber yang saya baca, RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan silabus. Bagi seorang tenaga pengajar pasti akrab dengan RPP, dan temannya silabus. Itu adalah penjelasan menurut sumber yang saya baca. Sedangkan penjelasan menurutku pribadi, RPP adalah sebuah kertas oret-oretan yang telah disiapkan untuk memudahkan guru ketika mengajar di kelas. Jadi dalam beberapa pertemuan di kelas, seorang guru terfokus dalam satu kompetensi. Itu penjelasan RPP.