Senin, 30 Mei 2016

Aku Tak Pernah Tahu



Tampil selow dan kalem. kri.

Aku tak pernah tahu, bagaimana hitam rambutmu. Rambut dengan setiap helainya mengandung wewangian kemesraan yang akan dinikmati hanya oleh satu orang.

Aku tak pernah tahu, bagaimana lehermu begitu menggoda. Dengan setiap tariakan nafas manja yang juga hanya akan dilihat oleh satu orang. Aku juga tak pernah tahu, siapa orang itu. Siapa dirinya, siapa namanya, serta siapa yang tertakdirkan untukmu.

Kita ada oleh pertemuan wujud dan dzat Tuhan. Ibu sebagai wujud konkret kasih sayang-Nya sedangkan ayah kita adalah bentuk utuh keperkasaan dzat-Nya. Dalam ketelanjangan, kasih sayang, dan erangan kita berawal. Dari sana juga kita akan memulai sebuah permulaan.

Saat kita berdua, hanya berdua. Sejatinya dorongan birahi untuk memeluk pundakmu, mencium kening; bibir; dan segala yang ada di wajahmu, menikmati setiap jengkal tubuh indahmu tanpa sehelai kain penutup. Tapi…. Ya, selalu kata ‘tapi’ yang melenyapkan niat buruk itu. Akhirnya, hanya ocehan manis menggoda, omong kosong yang akan kita habiskan sampai rasa penat untuk bertemu datang.

Aku tak pernah melihatmu jika fikiranku merencanakan sebuah pertemuan manis untuk melihatmu. Tak peduli walau hanya sekilas mata memandang.

Aku tak pernah berhasil membuatmu tertawa meski hanya sebuah keterpaksaan belaka. Ketika hasrat ingin melihatmu tertawa datang, bersamaan dengan ketiadaan.

Kamu hanyalah makhluk indah yang pernah Dia ciptakan dan temukan dihadapan mataku. Sedangkan aku hanyalah satu dari sekian banyak lelaki yang Dia pertemukan pada keindahanmu. Aku yakin, bukan hanya aku yang akan tertarik padamu. Bukan hanya aku yang akan berkata, “kau harus menjadi milikku!”

Ada sebuah kekecewaan saat memilikimu hanyalah sebuah mimpi di siang hari. Tak ingin aku bangun dari tidur lelahku. Hanya aku harus tahu kalau kamu tak akan pernah jadi milikku jika aku hanya bermimpi. []

Minggu, 22 Mei 2016

M Untuk Mei Yang Hampir Usai

Mei hampir usai. Beberapa hari lagi kita akan disuguhi bulan baru dan tanggal 1 lagi. Perasaan baru kemarin aku terima gaji bulan Mei di tanggal 1. Perasaan juga baru kemarin aku ke Nganjuk untuk bertemu kawan lama tapi naas harus gagal karena sudah terlalu sore dan aku takut kemalaman kalau harus melewati hutan lebat Bojonegoro. Tapi bukan tentang itu semua, ini tentang kita dan beberapa hari terakhir di bulan Mei.

Kamu tahu aku sayang padamu, kamu tahu itu. Meski saat kita jalan bersama aku akan tetap melirik jika ada cewek cantik lewat. Itu lumrah bagiku, tapi entah bagimu. Kukira kamu akan marah dan cemburu, itu pasti. Tapi siapa lagi yang kuperjuangkan untuk kuhalalkan selain kamu? Aku bukan mencari alasan agar kamu tak marah dan cemburu jika aku melirik cewek. Aku hanya sayang padamu itu saja.

Kamu bilang sebentar lagi kamu akan wisuda untuk kedua kalinya. Aku bilang dengan sedikit janji akan datang di wisuda. Meskipun kamu sendiri tak tahu kapan itu akan dihelat, tapi aku berusaha untuk datang. Aku sering bertanya padamu kapan wisudamu dilaksanakan, tapi jawabanmu selalu tak tahu. Kusuruh untuk bertanya yang lebih tahu, tapi tetap sama jawabannya pun tak tahu. Sampai kamu bercertia bahwa tanggal 24 adalah wisuda yang dilaksanakan di Jakarta bukan di Semarang. Dan ada beberapa orang yang mewakili tapi kamu tak terhitung di dalamnya. Kamu selalu mengeluh tentang hari pelaksanaan wisudamu. Aku kesal dan marah saat mendengarkan keluhanmu. Toh keluhanmu tak memberikan jawaban kan? Semarah apapun aku padamu, aku tetap sayang padamu.

Aku pernah bertanya pada seorang teman perempuanku tentang baju apa yang layak kupakai saat menghadiri wisudamu. Dengan banyak pertimbangan, kuputuskan aku akan mengenakan kemeja hitam juga celana Jeans hitam. Tapi saat kubicarakan padamu perihal bajuku, kamu tak sejalan. Katamu, warna hitam itu membuatku terlihat kurus. Aku menyetujui dan kurencanakan untuk belanja pakaian denganmu beberapa waktu yang lalu. Saat memilih baju dan celana yang cocok untukku, kita kembali tak sejalan. Aku masih bersih kukuh memilih hitam dan kamu tak suka aku memakai hitam. Akhirnya aku membeli celana di luar rencana. Dan kita saling diam sampai kamu jengkel padaku. Terserah, kataku. Bagaimanapun juga aku sayang padamu.


Aku mau jujur padamu, saat aku marah dan sering tak merespon pesanmu, aku sebenarnya butuh semacam "pelukan". Butuh kamu di sampingku dan mendekapmu erat sampai kamu merasa sedikit sesak. Sampai kamu ingin menyingkirkan tanganku yang mengikat tubuh kecilmu. Ya meskipun kecil, kurus, pendek tapi entah kenapa rasanya nyaman jika berada di dekatmu. Ini bukan bualan kosong mlompong, ini serius. Terserah kamu anggap ini bualan, rayuan gombal atau saudara-saudaranya, aku tetap...ah salah, aku menyayangimu tanpa "tetap".[]

Jumat, 06 Mei 2016

Menunggu dan Bosan

Sudah disepakati secara global bahwa suatu hal yang kemudian dinamakan menunggu itu berkaitan erat dengan hal lainnya yang juga disepakati dinamakan bosan. Namun, tahukah kamu bahwa menunggu itu tak pernah mau juga tak punya urusan apapun dengan bosan. Toh menunggu dan bosan itu 2 hal berbeda. Dari jenisnya saja sudah beda, menunggu itu kata kerja sedangkan bosan itu sifat. Berbeda sekali bukan? Tapi mereka berdua sering dipadukan karena ada pihak ketiga yang membuat mereka bersama. Sebut saja perempuan dan BRI. Mereka berdua sering memiliki kesamaan, sama-sama menciptakan menunggu dan bosan.

Berkali-kali aku merasakan kehadiran bosan di saat menunggu perempuan. Seperti beberapa waktu yang lalu. Sore itu aku di rumah seorang perempuan. Rencananya kami berdua akan keluar. Tak ada yang harus dibosankan dengan jalan berdua. Tapi sebelum jalan berdua itulah yang membuat bosan datang, aku harus menunggu dia ganti pakaian.

"Cari makan?" Ajakku.

"Ke mana?"

"Rembang."

"Ok. Ganti baju dulu ya!"

Aku mengiyakan dan dia segera masuk ke kamar.

Lima menit berlalu. Dia yang kutunggu belum juga keluar dari kamar. Kuputuskan menyulut rokok dan kembali menunggunya. Usia menungguku genap lima belas menit. Artinya rokok yang kusulut telah habis dan dia juga belum keluar dari kamarnya. Aroma-aroma bosan mulai berdatangan. Dengan disulut rasa capek dan pegal, bosan pun telah memenuhi perasaanku. Aku merebahkan badan di kursi kayu yang saat itu menyanggah pantatku. Sampai aku tak sadarkan diri hampir sekitar 10 menit dan kemudian terbangun, dia juga masih belum keluar dalam benakku, "apa dia ketiduran di kamar ya?" Panjang umur baginya, dia terlihat menawan keluar dari bilik kamarnya.

"Lama banget, ketiduran ya?" Tanyaku menggoda.

"Mandi sebentar tadi." Jawabnya tanpa perasaan bersalah. Aku hanya geleng-geleng kepala sedikit banyak tak percaya. Yang awalnya hanya ingin ganti baju saja, ternyata mandi.

Bosan telah memenuhi perasaanku. Hampir saja aku membatalkan rencana jalan berdua. Untung saja dia tampil sangat menawan, jika tidak, mungkin gantian dia yang kusuruh menunggu sedangkan aku akan mandi terlebih dulu.

---

Seperti halnya ketika ke BRI, apalagi BRI yang ada di desa atau kecamatan. Kalian akan sering bosan karena pasti akan menunggu. Aku yakin sekali, mungkin jika ada wisata untuk membuat bosan pewisatanya, BRI akan segera dilirik dinas pariwisata sebagai destinasi utama.

Jam berapapun kalian pergi ke BRI, entah pagi sekali ataupun siang, kebosanan adalah hidangan utama di sana. Misalkan pagi sekali. Pintu BRI jam 7.30 sudah dibuka. Kalian berharap dengan ke BRI pagi sekali, tak akan ada yang namanya menunggu. Tapi kalian salah, terlalu pagi datang artinya harus menunggu teller agar teller duduk manis di tempatnya. Karena jam operasional BRI adalah jam 8 tepat. Tak kurang tapi boleh lebih. Artinya, kalian tetap menunggu dan akan merasa bosan.

Pagi saja kalian sudah harus berurusan dengan menunggu, apalagi siang. Ah, aku malas menjelaskan.

Meski demikian, BRI adalah pilihan bagi semua khususnya masyarakat desa. Bank-bank lain yang kurang suppport mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), membuat masyarakat desa sedikit malas jika hanya untuk mengambil uang harus pergi ke kota kabupaten. Maka BRI adalah pahlawannya. Meskipun setelah masuk ke dalam, kalian akan disuguhkan dengan wisata kebosanan yang menjadi ciri khas BRI.

"Jangan lupa nabung dan jangan lupa menunggu."

---

Sampai akhirnya kita tahu, bahwa bosan mungkin telah menerima kodrat sebagai sahabat dari menunggu. Sama dengan menunggu, dia harus menerima takdir pahit bahwa dia harus berpasangan dengan bosan bukan dengan bahagia atau semangat. Sebuah takdir yang pahit. Dan sepahit apapun takdirnya, waktu terus berjalan dan dunia semakin tua. []

Fyi : saat menulis ini, aku sedang menunggu seseorang yang sedang luluran.