Pukul 15.30, artinya sudah waktunya untuk pulang ke rumah. Hari
itu tak ada rencana untuk ngopi di Lasem atau mampir di es teler di Kragan juga
untuk makan bakso di pasar Kragan. Tujuanku hanya rumah. Masuk kamar dan
merebahkan badan.
Sepanjang perjalanan seperti biasanya, motor matic 110 cc
yang setiap harinya mengantarku kerja dan membawaku pulang kugenjot sampai
batas kemampuannya. Liuk sana, liuk sini. Bak pembalap yang memecundangi
kendaraan yang ada. Sampai saat itu tiba, entah kenapa ada lompatan fikiran
yang membawaku ke film porno dan adik-adikku.
Memang kuakui, aku dan film porno bukan hal baru. Ada
beberapa koleksi yang sengaja kusimpan di laptop, juga beberapa di smartphone. Tapi
untuk dikatakan maniak film porno atau aku ketergantugan film porno, sepertinya
belum sampai level itu. Aku hanya penonton dan tak lebih. Sedangkan adikku,
sebut saja Ubab, sepertinya bertolak belakang. Sepengetahuanku, dia tak pernah
sengaja menonton film porno. Paling-paling hanya sekilas. Itupun tak sengaja. Karena
adegan porno ada di film-film barat yang dia download gratis di Torrent. Itu sepengetahuanku,
selebihnya jika kenyataannya berbeda aku tak tahu.
Saat tengah asyik menggenjot motor, aku teringat saat aku di
Bogor beberapa tahun yang lalu. Kalau tak salah, waktu itu Ubab masih duduk di
bangku SMK, sekarang dia tengah menempuh kuliahnya semester 4. Dan bertepatan
aku tengah liburan di Bogor. Hari Minggu, aku, Ubab, Anif , dan Amak. Ketiga nama
itu adalah adik-adikku. Kami menonton film Final Destination bersama. Setelah hari
sebelumnya Ubab beli kaset DVD baru. Bukan asli, hanya bajakan yang satu DVD
berisi beberapa film.
Di dalam DVD itu, berisikan film Final Destination 1 sampai
6. Sedari pagi, kami berempat khusyuk menonton. Sesekali ibu ikut menonton
karena tak ada orang beli. Final Destination (FD) I usai, disusul FD II dan III
telah selesai kami sikat. Sebenarnya, aku sendiri sudah khatam berkali-kali
dengan film ini. Tapi demi kebahagiaan bersama, aku rela menontonnya kembali. Sampai
saatnya tiba FD IV diputar. Tak ada yang aneh dan kami terus menontonnya.
Di tengah perjalanan film diputar, aku teringat sesuatu. Di dalam
FD IV ada adegan porno yang menjadi favoritku. Aku melihat raut wajah adikku
satu persatu. Aku tak yakin, haruskah mereka juga menonton adegan itu, atau aku
percepat saja filmnya. Aku bukannya melarang mereka menonton, hanya saja jika
mereka menanyakan hal-hal di luar kendaliku mengenai adegan porno itu, seperti “A’,
orang itu ngapain sih kok gak pake baju semua terus yang cewek goyang-goyang di
atas cowok?” atau, “A’, bikin anak kayak gitu ya?” atau, “A’, pernah kayak
gituan?” Jika mereka menanyakan hal di luar kendaliku, jawaban apa yang bisa kuberikan
pada mereka? Untuk Ubab mungkin bisa mafhum dengan adegan itu. Tapi Anif dan
Amak, aku harus bagaimana? Aku kikuk saat itu juga.
Mendekati adegan porno itu, aku sengaja meninggalkan mereka
menonton sendiri. Aku tak sanggup melihat wajah mereka. Entahlah, itu semua
hanya perasaanku yang sudah tercampur film porno. Atau mungkin mereka menonton
adegan itu hanya adegan film biasa tanpa ada fikiran kotor apapun. Aku tak
tahu. Aku beranjak dari depan tv.
Setelah adegan itu usai, aku kembali menemani mereka. Aku
memperhatikan raut wajah mereka bertiga diam-diam. Tak ada yang aneh. Hanya saja
perasaanku pada mereka seperti penjahat. Ada perasaan malu juga bersalah. Malu karena
mereka harus memiliki abang yang doyan menonton film porno. Bersalah karena
sebagai abang aku bukan menuntunnya serta memberi penjelasan soal adegan
tersebut malah meninggalkan mereka begitu saja. Perasaanku saat itu campur
aduk. Tak habis pikir dan tak bisa berfikir. Sampai film FD IV selesai kami
hanya terdiam. Tak tahu arti dari diamnya mereka. Pokoknya kami diam.
Dalam diam aku bergumam, memang tak bersalah seseorang
menonton film porno. Toh itu juga merupakan pengetahuan dari proses puber
mereka. Hanya saja, yang berbahaya adalah saat film porno itu dijadikan realita
dan mereka mencoba mempraktekkannya. Semoga mereka baik-baik saja.
Dalam lamunanku itu, aku sampai lupa harus mengisi bensin di
salah satu SPBU yang sebelumnya telah kurencanakan. Sementara itu, jarum
penunjuk bensin di dashboard motor sudah berada di garis merah paling bawah. Karena
takut kehabisan bensin di tengah jalan dan menambah rasa malu, akhirnya aku
membeli bensin eceran dan melanjutkan perjalanan pulang. Sampai di rumah, aku
masuk kamar dan merebahkan badan sembari menonton beberapa koleksi film porno
di smartphone yang kusembunyikan di dalam folder ‘Piece Of Lust’. []