Rabu, 06 April 2016

Piece Of Lust



Pukul 15.30, artinya sudah waktunya untuk pulang ke rumah. Hari itu tak ada rencana untuk ngopi di Lasem atau mampir di es teler di Kragan juga untuk makan bakso di pasar Kragan. Tujuanku hanya rumah. Masuk kamar dan merebahkan badan.

Sepanjang perjalanan seperti biasanya, motor matic 110 cc yang setiap harinya mengantarku kerja dan membawaku pulang kugenjot sampai batas kemampuannya. Liuk sana, liuk sini. Bak pembalap yang memecundangi kendaraan yang ada. Sampai saat itu tiba, entah kenapa ada lompatan fikiran yang membawaku ke film porno dan adik-adikku.

Memang kuakui, aku dan film porno bukan hal baru. Ada beberapa koleksi yang sengaja kusimpan di laptop, juga beberapa di smartphone. Tapi untuk dikatakan maniak film porno atau aku ketergantugan film porno, sepertinya belum sampai level itu. Aku hanya penonton dan tak lebih. Sedangkan adikku, sebut saja Ubab, sepertinya bertolak belakang. Sepengetahuanku, dia tak pernah sengaja menonton film porno. Paling-paling hanya sekilas. Itupun tak sengaja. Karena adegan porno ada di film-film barat yang dia download gratis di Torrent. Itu sepengetahuanku, selebihnya jika kenyataannya berbeda aku tak tahu.

Saat tengah asyik menggenjot motor, aku teringat saat aku di Bogor beberapa tahun yang lalu. Kalau tak salah, waktu itu Ubab masih duduk di bangku SMK, sekarang dia tengah menempuh kuliahnya semester 4. Dan bertepatan aku tengah liburan di Bogor. Hari Minggu, aku, Ubab, Anif , dan Amak. Ketiga nama itu adalah adik-adikku. Kami menonton film Final Destination bersama. Setelah hari sebelumnya Ubab beli kaset DVD baru. Bukan asli, hanya bajakan yang satu DVD berisi beberapa film.

Di dalam DVD itu, berisikan film Final Destination 1 sampai 6. Sedari pagi, kami berempat khusyuk menonton. Sesekali ibu ikut menonton karena tak ada orang beli. Final Destination (FD) I usai, disusul FD II dan III telah selesai kami sikat. Sebenarnya, aku sendiri sudah khatam berkali-kali dengan film ini. Tapi demi kebahagiaan bersama, aku rela menontonnya kembali. Sampai saatnya tiba FD IV diputar. Tak ada yang aneh dan kami terus menontonnya.

Di tengah perjalanan film diputar, aku teringat sesuatu. Di dalam FD IV ada adegan porno yang menjadi favoritku. Aku melihat raut wajah adikku satu persatu. Aku tak yakin, haruskah mereka juga menonton adegan itu, atau aku percepat saja filmnya. Aku bukannya melarang mereka menonton, hanya saja jika mereka menanyakan hal-hal di luar kendaliku mengenai adegan porno itu, seperti “A’, orang itu ngapain sih kok gak pake baju semua terus yang cewek goyang-goyang di atas cowok?” atau, “A’, bikin anak kayak gitu ya?” atau, “A’, pernah kayak gituan?” Jika mereka menanyakan hal di luar kendaliku, jawaban apa yang bisa kuberikan pada mereka? Untuk Ubab mungkin bisa mafhum dengan adegan itu. Tapi Anif dan Amak, aku harus bagaimana? Aku kikuk saat itu juga.

Mendekati adegan porno itu, aku sengaja meninggalkan mereka menonton sendiri. Aku tak sanggup melihat wajah mereka. Entahlah, itu semua hanya perasaanku yang sudah tercampur film porno. Atau mungkin mereka menonton adegan itu hanya adegan film biasa tanpa ada fikiran kotor apapun. Aku tak tahu. Aku beranjak dari depan tv.

Setelah adegan itu usai, aku kembali menemani mereka. Aku memperhatikan raut wajah mereka bertiga diam-diam. Tak ada yang aneh. Hanya saja perasaanku pada mereka seperti penjahat. Ada perasaan malu juga bersalah. Malu karena mereka harus memiliki abang yang doyan menonton film porno. Bersalah karena sebagai abang aku bukan menuntunnya serta memberi penjelasan soal adegan tersebut malah meninggalkan mereka begitu saja. Perasaanku saat itu campur aduk. Tak habis pikir dan tak bisa berfikir. Sampai film FD IV selesai kami hanya terdiam. Tak tahu arti dari diamnya mereka. Pokoknya kami diam.

Dalam diam aku bergumam, memang tak bersalah seseorang menonton film porno. Toh itu juga merupakan pengetahuan dari proses puber mereka. Hanya saja, yang berbahaya adalah saat film porno itu dijadikan realita dan mereka mencoba mempraktekkannya. Semoga mereka baik-baik saja.


Dalam lamunanku itu, aku sampai lupa harus mengisi bensin di salah satu SPBU yang sebelumnya telah kurencanakan. Sementara itu, jarum penunjuk bensin di dashboard motor sudah berada di garis merah paling bawah. Karena takut kehabisan bensin di tengah jalan dan menambah rasa malu, akhirnya aku membeli bensin eceran dan melanjutkan perjalanan pulang. Sampai di rumah, aku masuk kamar dan merebahkan badan sembari menonton beberapa koleksi film porno di smartphone yang kusembunyikan di dalam folder ‘Piece Of Lust’. []