Jumat, 20 Maret 2015

Bagaimana Caraku Mati Kelak?



Diriku tengah membayangkan ketika pada akhirnya aku harus terbujur kaku tak bernyawa. Tubuhku lambat laun akan dingin, dingin, sampai akhirnya membusuk penuh belatung. Tubuh kurusku belum terkubur oleh tanah yang telah disiapkan dan diukur sesuai tinggi badanku. Tubuhku masih terlentang di balik pintu kamar bercahayakan bohlam lampu kuning tak berpendar. Mataku tetap melotot menatap kosong langit-langit kamar penuh sarang laba-laba. Kelopak mataku masih belum dipejamkan oleh seseorang. Kematianku masih sangat rahasia. Tak ada yang tahu, tak terkecuali keluarga bahkan teman. Sampai akhirnya aku ditemukan tak sengaja oleh pemulung yang setiap harinya berkeliaran memungut, mengumpulkan barang bekas di sekitaran rumah kontrakanku. Bau hasil dari sebagian anggota badanku yang mulai membusuk itulah yang memberikan jejak kematianku pada pemulung. Ada 2 pilihan yang bisa dilakukan oleh pemulung itu. Pertama, dengan baik hati dan berjiwa besar dia menolongku. Dalam artian, mengeluarkan jenazahku, memberitahu pada sekitar, dan akhirnya jenazahku dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi. Sampai akhirnya, pihak polisi melakukan oleh TKP dan menemukan identitasku baru kemudian menghubungi keluargaku atau kontak nomor yang bisa dihubungi saat itu. Akhir cerita, keluargaku mengetahui kematianku, mengubur tubuh yang membusuk, dan terakhir mengadakan pengajian yang biasa dilakukan untuk mendoakan kepergian seseorang.

Pilihan kedua yang bisa dilakukan si pemulung. Dia menguburkan tubuhku seperti membuang bangkai kucing yang tertabrak motor pagi hari. Atau menenggelamkan mayatku di sungai terdekat agar terbawa arus dan aku semakin jauh dari jangkauan untuk ditemukan. Tujuannya, pemulung bisa mengambil barang berharga yang kumiliki. Menguasai sendiri. Menjarah apa yang tersisa dariku. Sampai akhirnya aku tak memberi kabar pada orang rumah. Salah seorang keluargaku mencoba menghubungi nomorku. Atau paling tidak, teman-temanku mencoba menyapaku walau jauh. Tak ada jawaban setelah beberapa kali dicoba. Keluarga dan temanku mulai khawatir. Mereka mencoba menghubungi nomor teman-temanku yang pernah kukenalkan pada mereka. masih tak menghasilkan apa-apa. Sementara itu, aku telah terbawa jauh. Mulai tenggelam karena tubuhku telah terisi penuh air. Sampai akhirnya aku tak diketemukan. Menghilang begitu saja.


Ya, di tengah guyuran hujan lebat. Di depan sebuah rumah. Aku memandang jauh tak berujung. Tak ada batas penglihatan. Memikirkan bagaimana caraku mati kelak. Aku saat titik terjenuh bertamu dalam hidup. [] masupik