Minggu, 27 Maret 2016

Cinta Yang Sepertinya Belum Usai



Bahwasanya kita harus ingat, manusia berasal dari tanah dan suatu saat pasti dan memang akan kembali ke tanah. Begitu juga cinta, dua orang yang saling memadu kasih, sebelum adanya cinta yang menyatukan, mereka adalah asing. Mereka tak saling kenal, seorang diri, bebas dan punya kehendak masing-masing. Setelah cinta datang, entah dari mana asalnya mereka saling kenal, bertemu, cocok, memiliki hasrat untuk menjalin sebuah hubungan, dan akhirnya pacaran. Sama halnya seperti manusia, dari tanah kembali ke tanah. Sebelumnya tak saling kenal, dan akhirnya harus kembali tak saling kenal. Jika saat itu terjadi, yang bisa kita lakukan hanyalah merelakan siapa yang seharusnya pergi dan siapa yang akan mengisi lagi. Meskipun harus ada beberapa air mata kesedihan yang mengiringi serta beberapa indahnya kenangan saat masih bersama yang berlalu lalang. Tapi tenang saja, bukan hanya kamu yang mengalami saat-saat suntuk itu, pasanganmu juga merasakannya. Namun itu semua terjadi jika keadaan, nasib, serta takdir mereka yang memang tak jodoh, kalau jodoh, ya beda lagi ceritanya.


Senin pagi. Pukul 06.59. Hari pertama aku masuk kerja. Tak boleh telat, dan harus banyak senyum. Meskipun tak bisa tampil keren dan rapi. Hari itu juga aku berkenalan dengannya. Kita tak saling bersalaman seperti kenalan pada umumnya. Kita hanya tersenyum satu sama lain. Itupun dari jauh. Setelah kenalan, aku hanya banyak diam, diam, dan sesekali tersenyum kecut.

Sejak perkenalan itu, aku sama sekali tak pernah menyapamu. Bukan hanya di hari pertama aku kerja, tapi seterusnya. Kita sekantor, setiap hari kita bertatap muka. Paling hanya beberapa saat saja kau harus keluat untuk memenuhi kepentingan lainnya. Selebihnya kita satu kantor. Aku yang memang pendiam dan sedikit ah ralat banyak canggung jika harus berurusan dengan perempuan. Tak pernah berani untuk memulai suatu obrolan. Meski dengan karyawan lain hanya perlu waktu 3 hari aku sudah bisa lumayan akrab dengan mereka, tapi entah denganmu. Rasanya ada tembok tipis tapi kedap suara yang mengunciku. Sehingga sekuat apapun aku berusaha untuk menyapa, hasilnya nihil.


Hari demi hari berlalu, bulan berganti bulan. Aku dan kamu masih ibarat telur yang dierami induknya, belum menetaskan sebuah obrolan sederhana. Sesederhana menawarkan kopi hangat saat kamu mulai penat dihantam laporan. Tapi setidaknya aku bersyukur, aku mendapatkan nomormu dan akhirnya ada juga media yang menyalurkan suaraku. Tapi aku tetaplah aku, hanya pesan pendek yang terkirim dari ponselku. Tak pernah sekalipun aku mencoba untuk menelpon. Hanya satu alasan, aku canggung.

Juni, Juli, Agustus, dan bulan-bulan setelahnya. Sampai tahun-tahun berikutnya, hubungan kita hanya sebatas teman berkirim pesan singkat. Tak lebih dan mungkin kurang. Pertama, kurang ajar. Karena hampir tiap malam aku selalu mengirimkan pesan singkat. Kita saling lena di dalam pesan itu. saling mengejek, juga beberapa kali kugoda dengan rayuan gombal ala-ala anak muda. Tapi setelah pagi tiba, dan suasana kantor datang, aku kembali diam seperti tak terjadi apa-apa di antara kita. Kurang ajar sekali kan? Kedua, kita kurang mesra. Ya bagimana mau mesra, toh hubungan kita hanya berlangsung lewat pesan singkat 140 karakter kadang lebih.

Cinta memang lena. Hampir setiap hari ada perasaan sedikit sakit tapi enak di dada. Hari-hari dalam bekerja serasa ringan dan apa adanya. Sampai suatu saat datang, aku harus keluar dari tempatku bekrja. Itu artinya, aku harus meninggalkanmu di kantor lama dan aku ada di entah berantah. Cukup adil untuk suatu hubungan yang dimulai dari diam dan berjalan dalam pesan singkat. Meskipun kamu menangis sejadi-jadinya, aku harus tetap pergi meninggalkan kantor itu.


Setahun berlalu. Entah kenapa aku harus kembali. Kembali ke rumah. Ya, sejauh apapun kamu bermain, rumah adalah satu-satunya tempat kembali. Hubungan kita masih sama seperti dulu, hanya sebatas pesan singkat. Hanya saja, sekarang aku memiliki keberanian untuk menemuimu malam itu. langit hitam, bintang memendarkan cahaya putih bersih, angin sepoi-sepoi sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Dan akhirnya, setelah berpisah kita bertemu di malam itu.

Tapi perpisahan itu nyata adanya, bukan hanya dalam cerita-cerita sedih. Bukan pula mitos yang berfungsi menakuti. Kita harus berpisah sepertinya. 140 karakter akan kalah dengan yang setiap harinya berjumpa. Diamku juga akan lena dengan manisnya. Semoga kamu tahu, aku mencintaimu. []