Sabtu, 17 Januari 2015

#3



Saat itu kita masih berupa botol air mineral kosong saling tergeletak berjauhan tak tahu nasib akan membawa kemana. Aku tergletak terbawa sepatu lusuh pencari ilmu. Ditendang, diinjak, sampai akhirnya mereka selesai dan kembali aku tergeletak. Kau yang berada di sebrang persimpangan jalan, tak luput dari cengkraman pemulung ulung. Mencari ganjalan perut dengan bertaruh dengan Tuhan. 

Tentang sebuah peristiwa yang kita sendiri tak tahu akhirnya. Tentang sebuah perjalanan yang konon setiap manusia mengalaminya. Tentang perasaan-perasaan cinta kepada lawan jenis yang akhirnya berujung pernikahan. Tak jarang berujung dengan pertemuan awal. Ini tentang kita yang kembali tak tahu apakah semua ini adalah balutan nasib yang harus kita teguk. Atau ini adalah sekedar monolog tengik penyair gagal, terbuang, dan gila. Jika segala kemungkinan itu terjadi, berarti benar kita adalah botol air mineral bekas. Menunggu, menunggu sampai akhirnya ditinggalkan cuma-cuma.

Sampai saat itu, kita kembali dipertemukan oleh kerja sama nasib dengan koruptor. Kita dipertemukan di dunia kacau balau ini. Di sebuah kelokan tajam, kita bersanding diambang kematian. Pertemuan yang hanya meninggalkan luka dalam, bukankah itu lebih mengerikan ketimbang sesosok ular menerkam dan menelan mangsa bulat-bulat. Hanya meninggalkan kenangan. Dikenang, dibaca, akhirnya terbuang juga. Pun, jika ada sebuah arsip tentang sebuah kenangan, itu hanyalah kedok agar mereka dianggap intelek, peduli dengan masa depan, tapi lupa dengan masa lalu.

Mengapa masih dipertanyakan, bukankah semua itu sudah terlampau sering sampai akhirnya hanya menjadi bekas hitam yang kelamaan menghilang. Apalagi sekarang banyak krim penghilang bekas luka. Bekas luka dulu adalah sebuah tanda suatu kejadian yang dibangga-banggakan. Kini tak ada artinya. Semua hilang tak berarti dan sia-sia. Dicari, dimiliki, diajak tidur, namun ujungnya juga dimuntahkan. Kau tahu kedudukan hasil muntahan di mata manusia? Hanya sebagai barang menjijikan yang tak boleh dipandang, apalagi dipegang. Harus segera dibersihkan agar hilang. Bekasnya pun tak boleh ada. Lebih-lebih, tempat muntahan itu diganti yang baru. Jangan sampai mereka-mereka yang datang belakangan melihat apalagi mengetahui kebenaran yang sebenarnya terjadi. [] masupik

Jumat, 16 Januari 2015

#2



Kata orang perpisahan adalah awal pertemuan. Namun kita berpisah bukan atas kehendak hati nurani. Perpisahan yang terjadi saat itu adalah rencana kemarahan. Itu terjadi karena ego mencapai puncaknya. Tak ada lagi kita bersama, hanya ada aku adalah aku, kamu bukanlah aku.

Kita sama-sama mengerti, lautan samudra terhampar luas membentang. Langit dengan segala awan mendungnya. Gunung dengan keperkasaannya menantang langit. Tapi kita buta, rabun dengan sosok yang ada di depan kita. Kita pikun dengannya yang telah rela meng-kamu-kan dirimu. Ada selembar ruang hampa yang terselip di batas penglihatan normal kita. Ada sedikit celah, untuk membiarkan ego berkeliaran semena-mena dengan perasaan kita. Semua itu terjadi sekali waktu. Berjalan normal kemudian meledak-ledak, dan diakhiri dengan tangis sendu olehmu.

Lantas waktu kembali memisahkan kembali ego kita. Merancangnya, merenovasi sehingga sedemikian rupa menawan tampan. Waktu kembali menaruh jarak antara kau dan aku. Kembali asyik bermain dengan segala sesuatu sebelum terbentuknya kita. Kembali bereksperimen dengan semua hal sebelum adanya kata sayang. Kita kembali menari merenggangkan segala sesuatunya kembali seperti sedia kala. Tertawa, merangkak, mencoba berjalan, sampai akhirnya berhasil berlari meski kadang batu dengan sengaja kita terjang tanpa alasan.

Aku tak tahu selama ini apa yang telah kau perbuat dengan dimensi-mu. Aku juga tak mengerti apa yang terjadi pada paradigma kritismu. Namun kau sendiri juga tak mungkin bisa mengetahui hasil kreasi dari egoku. Kita kembali menjadi sebuah angka bilangan biner. Bukan angka 1, tapi angka 0. Keberadaan kita kembali tiada. Kita kembali ke dasar sebuah peristiwa acak Darwinisme. Kita kembali mempertaruhkan keinginan kita pada ketidak sengajaan, kebetulan. Kita, ah makudnya kamu, kembali berteori mati. Aku kembali berhipotesis. Teori acak, serba kebetulan, dan tak terduga itu juga kan yang mempertemukan kita? Sampai akhirnya naskah Tuhan kembali memisahkan kita dengan sebuah kisah. 

Kita kembali ke pangkuan nasib licik yang kita sendiri tak mengerti jalan pikirnya. Kita hanya berusaha merencanakan tetapi selalu gagal, fail. Tapi sadar atau tidak, kita kembali ke tahap awal sebelum adanya pertemuan. Aku tak berharap siklus busuk itu kembali terulang. Aku hanya berusaha berjalan, meskipun pincang. Merelakan semesta mengambil alih apapun yang kurencanakan. Dirimu juga kan? [] masupik

Kamis, 15 Januari 2015

#1



Bukankah wajar jika nafsu dan terangsang menyelinap, bersembunyi di balik ungkapan cinta yang tulus? Mungkin itulah saat kita harus duduk bersama.

Bibir ini telah bercumbu melebihi apa yang seharusnya dilakukan oleh sepasang kekasih seperti kita. Bibirmu dan bibirku telah larut oleh lautan nafsu kala itu. Kau tentu saja masih sangat ingat dengan semua itu bukan? Kau harus kurayu bahkan dengan sedikit dorongan agar ciuman itu bisa berlangsung harmonis. Namun setelahnya, kau pun menikmati, merasakan, bahkan kau mulai melakukannya tanpa ada dorongan hasratku. Bukankah saat itu, meskipun sebelumnya aku berencana membuka kancing bajumu tapi dengan tegas kau menepisnya? Tapi setelahnya, kau relakan dan amalkan semuanya dengan rela anggota tubuhmu untukku. Apa itu salahku jika aku memulainya tapi berhenti lantas kau melanjutkannya dengan inisiatifmu? Ah, kenangan itu begitu menawan dan membekas di ujung jari.

Di saat nafsu, rangsangan biologis mulai menggelitik. Kita lakukan semuanya atas nama cinta. Cinta yang pernah aku ungkapkan padamu. Hanya berupa teks panjang, bisa dihapus, dan lupa. Lewat sebuah pesan singkat 140 karakter, cinta itu kau terima juga dengan 140 karakter bahkan kurang.

Awalnya kita hanya bercengkerama bak omongan penting sebuah kongres perdamaian dunia. Perang nuklir, genosida, bahkan teroris kita bahas dengan segala argumen picik yang ada. Siapa lebih baik dari siapa. Apa yang lebih hebat dari apa. Semuanya terpapar lebar. Hamparan salam yang acap kali kuucapkan dan kau katakan, juga jawaban yang juga kita sampaikan. Tentunya kau masih mengingat saat itu bukan. Sebuah keadaan mesra, tak terencana. Sebuah aura yang membuat kita terbang tinggi, semampai, menjulang, lalu kita sama-sama jatuh dalam muka masam tak berdaya.

Aku yang sekarang tak lebih baik dari yang dulu. Aku yang sekarang juga tak lebih hina, kotor dari yang dulu. Hanya saja, aku lebih nyaman dan tentram jika kau menyebutku dan menyematkan “kau tak lebih baik dari yang dulu” di setiap monolog indahmu. [] masupik

Selasa, 13 Januari 2015

Tentang Dimas Yang Ku Tahu


Ini bukan tentang kata-kata kotor mana yang paling ampuh antara “jancuk”,” asu”, atau “bajingan”. Bukan perkara siapa yang lebih berjerawat, paling telat masuk kuliah, atau pacar siapakah yang servicenya lebih memuaskan ketika ngedate. Bukan pula soal merk rokok apa yang paling irit jika uang mulai sedikit. Tapi ini perkara kau dan aku yang mengarungi waktu dengan semua kata kotor yang biasa kita lontarkan satu sama lain. Karena memang sudah tak ada istilah lain yang bisa melampiaskan keresahan. Ini adalah kita berdua yang sering kali sengaja masuk kelas perkuliahan 10 menit terakhir. Kita pun selalu menjadwalkan bersama jadwal ngedate. Kau dengan kekasih pelarianmu, dan aku dengan kekasih keduaku. Tapi yang jelas, kau yang lebih berjerawat. Dan yang pasti, rokok kita adalah semua rokok yang sejatinya selalu bisa kita dapatkan dengan kondisi perekonomian yang tak memadai.

Pagi itu aku sengaja mengirim pesan singkat padamu. Kukatakan sengaja karena aku tahu pasti, saat itu kau masih terlena dengan mimpi basahmu. Selain itu, malamnya, kita juga telah membicarakan ini. Kalau pagi hari kita ada kencan tak terduga. Sebuah kencan dengan kekasihmu, dan aku adalah seksi pengasapan, meskipun kekasihmu telah menyediakan lawan jenis.

Malam itu kau bilang, hp murahan yang biasa kau gunakan sengaja dibawa oleh kekasihmu yang sebenarnya kuanggap kekasih super galak. Tapi paginya, aku yang sudah tak sabar bertemu dengan asap betina yang dibawa oleh kekasihmu, sengaja mengirimkan pesan. Ya, itung-itung memberi sinyal siap untuk ngedate colongan. Kalau asap lawan jenis itu mau ditambah aku berani memulai. Alhasil, kita pun berangkat menuju sebuah wihara tua di pucuk sebuah gunung. Tapi sayang, kita hanya bisa sampai di depan gerbang. Tak apa, paling tidak, ketika aku boncengin asap lawan jenis aku bisa merasakan gundukan dada yang menurutku ukurannya 30a. Bahkan lebih kecil. Hanya parasnya yang di atas rata-rata.



Dimas “Dhe” Dahyu, seonggok nama keren yang kau sendiri tak tahu artinya. Ketika kutanyakan padamu apa arti namamu, kau hanya menjawab asal, sesuka nafas busukmu. Tak apa, bukankah di antara kita, nama telah hilang tergantikan dengan panggilan mesra kita berdua, “Dhe”.

Apakah kau ingat saat itu kita masih berseragam “dinas” perkuliahan. Tak ada tujuan yang jelas. Kita hanya mengitari kota Lasem tak tentu arah. Berjuang menghabiskan waktu dengan segala aktivitas tak berguna, penuh keringat, dan yang pasti penuh omong kosong yang bisa kita ucapkan. Dari warung kopi sampai masjid besar. Dari pinggir jalan sampai akhirnya semesta membenci kita dan membawa pada sebuah kandang penuh kotoran, belatung, cacing, dan sapi. Naasnya lagi, kau dan aku mengambil ranting kayu lapuk sekedar mencari cacing dari tumpukan kotoran untuk “bangi”.

Sebelumnya, kau merencanakan pergi ke tambak di pinggiran pantai untuk memancing. Bermodalkan 2000 perak, kau membeli segala perlengkapan bak pemancing profesional yang sekali memancing, 2, 3 ikan terkail. Aku hanya memandangmu diam dengan sedikit menampakkan gigi kuningku. Dengan sedikit gemerutu takjub, “seorang anak dengan imajinasi luar biasa gila kini tengah membukakan pintu lain dari kehidupan untukku.” Setelah kelar, kini giliranmu yang harus memacu motor butut, rongsokan, penuh dengan suara dokar menuju tempat pemancingan illegal.

Aku tahu tempat yang kau tuju, hanya saja kenapa kau turun, mematikan mesin lantas mengajakku bermain kotoran sapi? Apa kau mau wajahmu yang sudah tak rata penuh dengan lobang bekas jerawat yang kau buat sendiri karena keusilan tanganmu, lantas ku ratakan dengan tai sapi ini? Sementara kau asyik dengan ranting serta cacing seukuran normalnya. Tiba-tiba ada 2 anak kecil sengaja menghampiri kita, sesekali tertawa mengejek. “Mas lagi lahpo je?”


Sialnya, kau hanya diam tak peduli dengan kehadiran sperma berbentuk daging yang kini tengah mempermalukan kita. Sebenarnya aku ingin juga melempar anak itu dengan kotoran sapi, tapi sepertinya mereka bisa dialih fungsikan sebagai ranting. Alhasil, tangan-tangan lembek mereka yang kini sedang mengais cacing dari tumpukan kotoran sapi. Sementara aku hanya melihat takjub kelihaian mereka, sepertinya mereka memang telah ditakdirkan untuk memporak-porandakan kotoran sapi demi sehelai cacing.

Kiranya cukup cacing yang telah terkumpul. Berkat bantuan budak-budak kecil, waktu kami tak terbuang lama ditumpukan kotoran sapi. Kini, kami siap menjadi pemancing handal.



Semenjak hari itu, berulang kali kau menunjukkan keganjilan otak, tingkah laku, serta beberapa kehidupanmu. Entah itu yang aku lihat, atau memang itu semua adalah kenyataan hidup yang baru aku lihat dari tampang najismu.

Dimas adalah peranakan siluman kacang panjang yang tak sengaja mengeluarkan spermanya pada remote tv. Dimas adalah sosok pria dengan segala keanehan yang belum pernah aku dan mungkin kalian temukan. Bagiku dan lebih tepatnya bagi penglihatan mata normalku. Sampai seabad ke depan, mungkin dan bisa saja, sosok dirinya tak akan pernah terlahir kembali. Satu siklus peradaban hanya akan ada satu sosok seperti dirinya; ganjil, aneh, berjerawat, autis, dan menyenangkan. Namun, selama dia menjadi manusia, tentunya dia memiliki kelemahan seperti pada umumnya. Satu yang jelas dengan kelemahannya adalah dia tak pandai bergaul. Akibatnya hanya beberapa teman saja yang dia miliki. Sifatnya yang terlampau tak peduli dengan hal di luar kesenangannya, tak akan dia lirik. Meskipun aku sodorkan 2 bintang bokep telanjang di depannya, kalau itu tak menyentuh impuls syaraf kesenangannya, dia tak akan bergeming dari keasyikannya.

Katakanlah saat itu dia pernah bercerita padaku. Satu hari dia sedang menggeletakkan badan kurusnya di sebuah rumah yang kini dia dan beberapa karyawan lainnya tinggali. Saat dia sedang enak merebahkan tubuhnya, tiba-tiba ada 2 perempuan sedang membuka bajunya. Tepat di hadapan Dimas, kedua perempuan itu mengganti pakaian. BH dengan ukuran payudara normal terpampang jelas. Coba tebak apa yang terjadi selanjutnya? Dimas tak bergeming. Bukan hanya dia yang acuh dengan hal itu, tapi alat kelaminnya saja tak bergeming tetap tenang, tunduk, dan tak terangsang sedikitpun. Mungkin kalian akan menganggap Dimas tak wajar, homo, bodoh, tolol, bego, begitu juga denganku. Saat aku mendengar ceritanya sampai kelar, satu kalimat yang keluar dari bibir sensualku, “Dhe, mengko ndang koe homo!” Jika aku atau kalian para lelaki hidung belang yang ada di posisi Dimas, pasti sudah memanfaatkan kesempatan langkah itu. Dua pasang BH terpampang begitu saja.



Kembali lagi dengan sifat acuhnya. Memang itu akan membuat dirinya tak memiliki teman sama sekali. Tetapi ketika kita berteman dengan seseorang, apakah kita harus memaksa seseorang tersebut agar sejalan, sepemikiran, sesifat, bahkan setipe dengan kita? Tidak kan! Mungkin itulah yang selama ini diterima oleh Dimas. Dia selalu dipandang aneh, tak seperti kebanyakan cowok pada umumnya. Tapi kalau Dimas bisa bangga dengan dirinya yang aneh, autis, ganjil, kenapa kalian harus menjadi orang lain ketika mencari teman? Jadi sebenarnya bukan Dimas yang tak bisa memiliki teman, tapi merekalah yang tak bisa berteman. Toh, kalau kalian sudah mengenal Dimas, kalian akan merasakan kesenangan serta keterkejutan tak terduga, tak terhingga ketika berteman dengannya. Itu menurutku yang sudah hampir 2 tahun bersamanya.

Satu kalimat indah yang kudapatkan dari film Cars II, “Kalau dia sahabatmu, kenapa kau memaksanya untuk menjadi orang lain?” 


Dimas adalah manusia dengan segala keganjilan, autis, dan keanehan yang pernah aku temukan di dunia ini. Sosok manusia dengan segala kemalasannya. Sebongkah daging berjalan dengan nyawa yang pernah dilahirkan dari seorang ibu yang ia cintai. Cinta yang dia berikan padanya amatlah berbeda. Seperti kucing dan anjing. Selalu bertengkar ketika bertemu, selalu meributkan suatu hal, selalu memperdebatkan masalah. Tapi jika kucing tak ada, maka cerita dongeng-dongeng yang melibatkan seekor kucing tak akan pernah terbentuk adanya. Begitu juga dengan Dimas. Jika tak ada ibunya saat ini, dia tak akan pernah dilahirkan ke dunia, dan dia juga tak akan lahir dari bongkahan kotoran sapi. Cinta pada ibunya begitu tulus, berbeda, genuine, asli, tegas. Dan cinta pada ibunya itu, pernah dia tunjukan padaku saat aku tak sengaja terkapar di rumahnya.

Dimas adalah sosok penciptaan gagal yang pernah ada di muka bumi. Sosok terkutuk yang menjelma sebagai manusia. Sosok bajingan tengik yang seharusnya dipenjarakan bahkan dihukum mati. Dia adalah sosok bangkai dengan segala bau busuknya. Dia adalah sosok manusia yang pernah membuatku meneteskan air liur deras. Aku kagum dengan sifat peduli sesama yang pernah dia ajarkan padaku. Mengenai sebuah sedotan sebagai alat pembantu kita untuk minum. Seusai minuman kita kelar, kau membakar, melobangi dengan bara rokokmu. Aku tak habis pikir, bagiku itu sia-sia dan hanya menghabiskan waktu serta buang-buang asap rokok. Tapi apa jawabanmu saat itu, kau bilang “ben sedotan iki gak dienggo wong iki maneh. Kan ketoro wes tau kanggo!” Aku terkejut bukan kepalang. Sosokmu yang hampir tak peduli apapun, ternyata menyimpan kepedulian luas yang orang mungkin tak akan sempat memikirkannya.

Dimas adalah sebatang lidi gosong yang terbuang, diinjak-injak, tergores tai. Dia adalah transformasi dari kumpulan belatung bangkai burung hantu. Tapi dia adalah sosok sahabat yang akan tetap tertawa meskipun aku dengan lantang mengatakan semua kebodohannya. Sosok sahabat yang penuh pertanyaan mengenai agamanya, sampai aku sendiri kagok dan hampir tak percaya. Sebuah najis hidup menanyakan kesucian hidup menjadi manusia.

Dia adalah Dimas Dewangga Dahyu, seorang sahabat yang mungkin tak akan pernah kutemukan lagi keberadaannya di dunia ini. Meskipun teknologi cloning telah ramai, tapi dia (teknologi) tak akan pernah bisa mencetak ulang arti persahabatan yang ia pernah berikan. [] masupik

Rabu, 07 Januari 2015

Liebster Award Dan Segala "Tetek Bengek" nya




Emang udah kebiasaan setiap harinya kalau gak buka Twitter, FB, Email, sama blog terasa hambar. Ya seperti boker tapi yang terjadi malah pipis. #Abaikan. Nah, malam itu gak sengaja tuh buka email. Ternyata ada agan Fikri Maulana memasukkan komentar di blog. Seperti manusia normal dan wajar lainnya, kubuka postingan yang dikomentari. Ini nih, penampakan komentar tersebut.

source : dok, pribadi

Sebagai blogger oh maaf, sebagai manusia jika ada yang komentar kan kita harus menerima komentar tersebut. Di kolom komentar ternyata tertera kalimat kalau aku dinominasikan oleh agan Fikri untuk mendapatkan Liebster Award. Namanya juga makhluk desa seperti aku, ada kata-kata ‘untuk mendapatka’ pasti udah Harlem shake nih wajah. Kembang kempis, merah kuning hijau, rancu, wagu, ya pokoknya kaget tur seneng lah. Apalagi jika kalian buka blog punyaku KLOSET PSIKOPAT, sama sekali nggak punya follower.

Singkat cerita, setelah mengetahui hal itu. Aku mencoba meraba-raba apa itu Liebster Award. Dari namanya terdengar sangat familiar, seperti salah satu menu sea food di resto-resto mewah, dan ternyata bukan. Ternyata Liebster Award itu semacam penghargaan dari para blogger untuk blogger lainnya. Dari infonya sih, khususnya penghargaan buat blogger yang follower blog-nya kurang dari 200. (Blog-ku malah nggak ada yang follow, berarti aku sangat berhak donk dengan penghargaan ini. :p). Tapi Liebster Award ini unik lho! Uniknya tuh ada beberapa persyaratan bagi mereka yang dinominasikan.

Begini persyaratan/peraturannya :

First, we must give thanks to other blogger who nominated us. (pertama, harus berterima kasih pada blogger yang telah menominasikan kita. Oke, sudah kulakukan).

Second, describe 11 things about yourself not selfie. (Kedua, mendiskripsikan 11 hal tentang kita. Oke, menyusul).

Third, answer 11 questions from blogger who nominated us. (Ketiga, menjawab 11 pertanyaan dari blogger yang menominasikan kita).
 
Fourth, nominating 11 bloggers, to be continued this award and completed with question must be answer. (Keempat, menominasikan 11 blogger lain untuk melanjutkan award dan dilengkapi pertanyaan yang harus mereka jawab).


Sesuai peraturan yang kedua, maka kita harus mendeskripsikan 11 hal tentang kita. Dan ini 11 hal mengenai aku, Ahmad Luthfil Hakim.
1.      Manusia biasa.
2.      Berkelamin jantan.
3.      Berwajah lempeng.
4.      Badan kurus, tinggi menjulang (terakhir sih 171 cm).
5.      Tertarik dengan lawan jenis, bukan sejenis.
6.      Gak doyan semua jenis sayuran.
7.      Paling doyan sate ayam dan kelinci (sate kambing, sapi, bahkan sate anjing, gak begitu tertarik).
8.      Saat boker harus bawa sebatang rokok (kalau gak bawa gak bakal bisa boker).
9.      Meskipun boker sudah kelar, tapi kalau rokok belum habis gak bakal keluar dari WC (baik WC rumah, maupun WC umum).
10.  Pemilik akun twitter @upleeet (gak direkomendasikan untuk follow).
11. Suka sama kucing (terserah jantan apa betina).
 
Rule number 2 has be done. Now, rule number 3, answer 11 questions from blogger who nominated us. This 11 questions from Rifki Maulana. Check it out.

1.      Apa tujuan awal lo ngeblog?
Tujuan awal ngeblog buat dapetin nilai mata pelajaran TIK.
2.      Sejak kapan blog lo dibentuk?
Sebenarnya semenjak SMP udah punya tuh yang namanya blog (the-davil.blogspot.com), tapi sekedar buat dapetin nilai TIK tadi. Jadi ya gak keurus akhirnya. Selain itu, tahun 2007 dunia blog juga belum semeriah sekarang. Nah, blog KLOSET PSIKOPAT itu baru dibentuk 2014. Jadi masih bau kencur.
3.      Orang yang membuat lo pengen ngeblog?
Pak Sami’un, guru TIK SMP. Dia yang nyuruh pertama kali, kalau gak ada dia mungkin sampe sekarang, aku masih meraba-raba dunia blog.
4.      Kalau liburan pengen kemana?
Kemana-mana, namanya juga liburan.
5.      Hal yang ngebosenin waktu di rumah?
Kalau nggak bisa ngerokok seenaknya.
6.      Enaknya ngeblog apa aja?
Banyak enaknya, salah satunya bisa punya blog pribadi yang bisa dibangga-banggain.
7.      Kapan terakhir lo jadian?
Baca aja nih ==> 1st aniv jomblo
8.      Minuman yang paling lo suka?
Kalau ini menyesuaikan kondisi ya. Kalau hawa dingin ya minuman yang hangat, begitu sebaliknya.
9.      Enaknya malem minggu ngapain?
Tergantung. Kalau kamu jomblo ya mendingan buka socmed pacaran sama admin-admin. Kalau punya cewek/cowok ya ngedate.
10.  Pendapat lo soal blog gue (Sebuah Catatan Absurd)?
Template keren, konten up to date, domain sip, udah (dot) com.
11.  Resolusi lo di tahun 2015?
Sebenarnya nggak punya resolusi sih. Let it flow aja.

Peraturan no 3 udah kelar, selanjutnya ini nih orang-orang yang akan aku nominasikan. Sebenarnya gak tahu juga sih siapa yang bakal aku nominasikan. Tapi karena ini peraturan jadilah.

1.      Galih soedjiwo
2.      Nur hisyam
3.      Wak hadi
4.      Coretan tiyang bulu
5.      Bhetari angirha merintandika
6.      Muchayat, S.Pd
7.      Gilang surya S.
8.      Abdul Qoyyum
9.      Erna sulistyowati, S.Si
10. Anis Antika
11. R. A. Siregar

Nah, untuk orang-orang yang aku nominasikan, bersedialah menjawab pertanyaan-pertanyaan dariku. Simple kok!

1.      Siapa nama puppy love (cinta monyet) kalian?
2.      Kapan pertama kali kalian bikin postingan?
3.      Tentang apa postingan kalian itu?
4.      Alasan bikin postingan itu?
5.      Sebutkan salah satu guru SD kalian?
6.      Merk laptop, komputer atau smartphone yang kalian pakai buat ngeblog?
7.      Koneksi yang kalian pakai, Modem dial-up, WIFI, atau warnet?
8.      Kapan kalian bikin postingan sebelum membaca postingan ini?
9.      Alasan kenapa kalian pantas dinominasikan? (menurut kalian, jawab tanpa merendahkan diri)
10.  Opini mengenai blog ini? (sebutkan 1 kata/kalimat yang terlintas di benak kalian yang keluar ketika membaca pertanyaan no 10)
11.  Nah ini pertanyaan terakhir, jadinya harus lebih nyeleneh ketimbang pertanyaan yang sudah-sudah. Siapakah pencipta impossible triangle (segitiga tak mungkin)?
 
Nah, demikian pertanyaan yang harus kalian jawab agar bisa mendapatkan nominasi Liebster Award ini. Memang sing nominasi ini tak memberikan apapun pada kalian, tapi sebagai blogger, pastinya sangat bangga bukan bilamana blog kita mendapatkan sebuah nominasi? (Pertanyaan retoris, gak usah dijawab).


Oke, sekian postingan Liebster Award dan segala “tetek bengek” nya. Semoga bisa menambah semangat kalian buat ngeblog, lebih-lebih jika membuat hari kalian lebih indah, berwarna, dan penuh makna. [] masupik