Kamis, 11 Desember 2014

Rambut Dan Mata

Hujan di sore hari itu membawa sedikit kelembutan sang Maha untuk manusia. Semuanya menjadi basah tak terkecuali yang seharusnya keringpun menjadi basah. Di jalan kecil terlihat aliran air keluar dari saluran air yang seharusnya. Air berwarna hitam pekat dengan berbagai bentuk dan macam sampah juga ikut menambah basah. Di sisi lain segerombolan anak-anak sedang asyik memainkan papan kayu yang diperumpamakan kapal-kapalan. Tertawa riang, tak berdosa, dan sesuka hatinya. Namun di emper sebuah rumah yang berdiri tegak tinggi dengan 2 lantai yang tertata megah, seorang lelaki mengistirahatkan badan dan motor rongsokkannya. Terdiam tak melakukan apa-apa. Hanya melihat anak kecil itu berlarian penuh canda tawa dan basah.

Di lain sisi terdapat sekumpulan orang sedang menikmati berselancar di dunia maya. Terlihat pula seorang anak perempuan telah kelar dan hendak pulang namun terjegal dan hanya bisa menunggu. Berdiri di pintu warnet berwarna biru. Menatap kosong ke seseorang yang saat itu sedang membersihkan jalanan depan rumah karena sampah. Hanya berpakaian handuk hijau yang saat itu terlihat menutupi tubuh bawahnya. Seorang pria gondrong bertubuh semampai. Pria itu melihat jelas anak perempuan itu sedang mengamatinya. Sesekali pengendara motor lewat dan melihat dirinya. Acuh, tak peduli dengan handuk yang sudah sepenuhnya basah air hujan. Sesekali pria itu membasahi rambut kepalanya lewat air yang terjun deras dari genteng tetangga. Tak ada malu yang terlihat. Anak kecil yang asyik bermain pun ikut memperhatikannya. Semua serba tanpa ada rasa malu. Hanya sebuah kesenangan dan sikap hidup.

Tak ada yang tahu setelah hujan sore reda. Mungkin gerombolan anak itu akan kena marah besar sesampainya orang tua mereka tahu. Atau mungkin bagi mereka yang memiliki orang tua penyayang akan segera memberikan handuk hangat untuk mengeringkan badannya. Sementara lelaki yang mengistirahatkan motornya, kini telah berani mengambil langkah pasti. Meninggalkan emper rumah megah yang memang bukan miliknya. Berjalan lambat dengan rintik air yang masih terasa deras. Mungkin dialah satu-satunya tulang punggung keluarganya. Sedang keluarganya berharap banyak ketika sesampainya dia di rumah. Semoga membawa banyak harta. Kalian tahu yang dilakukan anak perempuan di pintu warnet? Dia tetap menunggu sampai hujan benar-benar reda. Atau menunggu orang dari rumah membawakan payung untuknya. Tak ada yang tahu siapa dia, status sosialnya. Si pria berhanduk hanya tahu kalau pandangan mata si anak perempuan itu mengarah padanya. Pria berhanduk masih sesekali membasahi kembali rambutnya. Mengibas-ibaskan rambut basahnya. Tanpa malu, telanjang dada, dan melakukan apa yang seharusnya.

Satu kejadian acak yang sering kita lewati tanpa memperhatikan dan memikirkan ulang. Terjadi begitu saja tanpa sebuah kesengajaan. Mengalir, dijalani, tanpa malu, dan selesai.

Sejatinya itu adalah sebuah kehidupan. Tak ada yang tahu apa dan siapa kita. Tanpa malu dan tetap menjalani segala sesuatunya adalah dua hal yang orang sekarang tak memilikinya. Harus ada dasar melakukan sesuatu. Harus ada hasil ketika telah dilakukan. Bukankah sesuatu yang baik itu memang selayaknya dilakukan tanpa pikir panjang? Bukankah mata kita hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi saat itu ketika memandang? Baik terlihat baik. Buruk terlihat buruk, tapi akan menjadi baik jika diperbaiki. Bukankah mata ketika melihat rambut bibir akan berkata rambut? Tragis memang. Namun itulah yang terjadi. []masupik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))