Kamis, 01 Januari 2015

Another Form of Love



CINTA. Berbicara mengenai cinta, sejak jaman bahuela sudah terjadi ratusan, ribuan, puluh ribuah kisah cinta yang terbentuk. Baik itu terekspose ke khalayak, maupun hanya menjadi mitos-mitos saja. Dari Adam dan Hawa, Rama dan Shinta dalam pewayangan, Romeo dan Juliet, sampai saat ini aku dan benda-benda kepunyaanku.
            Mungkin banyak yang mengatakan kalau cinta terhadap benda-benda yang kita miliki merupakan sebuah hal konyol. Karena benda yang kita miliki – contoh sandal jepit – kalaupun hilang bisa kita membelinya lagi. Bahkan bisa dikatakan cintaku terhadap barang-barang kepunyaanku melebihi cintaku pada seorang wanita. Mereka yang di luaran sana menyebutku gila, tapi aku menyebut diriku sendiri sebagai penjaga amanat.
            Bagaimana tidak, ketika kita memiliki sebuah barang dengan susah payah kita mendapatkan barang tersebut. Menabung, mengurangi uang jajan, bahkan sampai berbohong pada orang tua agar kita bisa memiliki barang atau benda tersebut. Dengan jerih payah sedemikian, kalau kita tak menjaga, merawat, dan menggunakan barang tersebut dengan baik. Berarti secara tak langsung bisa dikatakan tak menjaga amanat. Dan lebih-lebih kita tidak mencintai barang tersebut.
            Sebagai anak SMA yang sudah tinggal jauh dari keluarga. Segala macam barang yang kita miliki tentu saja merupakan hasil tabungan kita dari uang jajan bulanan. Terlepas dari siapa orang tuaku. Aku mengumpulkan uang jajan sampai saat yang tepat uang itu terkumpul sebanyak 430.000 rupiah ditambah suntikan dana orang tuaku 100.000 rupiah. Jumlah yang amat sangat banyak untuk ukuran anak kos. Dengan uang tersebut aku berencana membeli sebuah hardisk portable. Sebenarnya bisa saja aku langsung meminta pada orang tuaku untuk membelikan, tapi sesekali biarlah aku berusaha sendiri dengan jerih payah sendiri. Meskipun uang yang kita kumpulkan juga berasal dari orang tua kita.
            Hardisk portable sudah bisa kumiliki. Hampir setiap pergi ke mana pun selalu kubawa hardisk tersebut, kecuali ke masjid. Berbagai file, film, musik, serta foto-foto sudah ratuan bahkan ribuan yang berhasil kusimpan di hardisk tersebut.
            Sampai suatu ketika, aku tergabung dalam tim design grafis perlombaan yang diadakan di Semarang. Sebelum shubuh kami berangkat, dan shalat shubuh di perjalanan. Sesampainya kami di lokasi perlombaan yang tepatnya di sebuah perguruan tinggi swasta., entah kenapa perutku saat itu tak bisa diajak kompromi. Mules tak tertahankan. Kutitipkan tas kecil yang berisi hardisk tersebut. Sekeluarnya aku dari kamar mandi, yang terlihat pada tasku kala itu adalah basah kuyup. Usul punya usul, ternyata temanku tadi tak sengaja menjatuhkannya saat dia juga ke kamar mandi sekedar untuk buang air kecil. Segeralah kurebut tasku kembali dan langsung melihat kondisi hardisknya. Tak tertolong ternyata kawan, Tas basah kuyup beserta isinya, hardisk portable seharga ratusan ribu yang sama artinya puluhan juta bagi anak kos.
            Saat itulah aku merasa kehilangan, sangat kehilangan. Bahkan rasanya lebih baik kehilangan cewek daripada kehilangan hardisk yang proses mendapatkannya lebih panjang daripada jalan pantura—Anyer – Panarukan.
            Sepulang dari Semarang, memang temanku akan memberikan uang ganti rugi. Tapi yang paling mustahil ganti rugi adalah data yang sudah aku kumpulin. Dari nol sampai space hardisk hampir habis. Dan kini telah hilang, tenggelam di kedalaman kamar mandi perguruan tinggi swasta. Dan kini harus kumulai lagi dari uang 300.000 ribu dari teman sebagai uang ganti rugi. Ditambah uang jajan yang harus kutabungkan. Dan seharusnya apapun yang kita miliki, itulah yang harus kita jaga. Jaga sepenuh hati seperti kita menjaga seorang kekasih.[] masupik

2 komentar:

  1. Begitulah saya suka membaca kisah masupik :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih agan Fikri.... Siap melakukan kunjungan balik. :))

    BalasHapus

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))