BERFIKIR DAN PAHAMILAH!
Terlihat beberapa orang mengendarai sepeda onthelnya.
Meluncur dari tempat tinggi menuju pantai atau penitipan sepeda, atau lebih
tepatnya tempat milik pemilik perahu.
Waktu masih menunjukkan temaram. Dan ini adalah ramadhan ke
- 9 tahun ini. Seusai makan sahur dengan menu masakan rumah, aku menunggu waktu
shubuh datang.
Aku keluar dari rumah yang umurnya melebihi umurku di dunia
ini. Terbuka pintu coklat dengan plitur yang sudah tak tercium lagi bau
menyengatnya. Kulangkahkan kaki kecil ini. Kecil dalam arti sebenarnya karena
tak pernah aku berolah raga agar tubuh ini ideal. Dengan berbalut sarung warna
coklat, baju batik, serta kuslempangkan sajadah merah di pundak, aku berangkat
meninggalkan rumah menuju masjid yang letaknya tak terlalu jauh di depan rumah.
Aku melintasi jalan aspal pedesaan yang kotor, sepi, dan
rata. Dari arah jauh aku melihat sosok pria dengan sepedahnya. Dari arah atas
pria itu tak menaiki sepedanya seperti pria-pria lain yang berprofesi sama
dengannya. Tapi setelah jalan sedikit landai, barulah sepeda tua itu dia kayuh
menyusul teman- temannya yang sudah jauh.
Aku terus berjalan menuju arah azan shubuh berkumandang pagi
itu. dan akhirnya langkah kecilku sampai di masjid yang tak terlalu ramai itu.
padahal ini bulan puasa, harusnya banyak orang yang bangun untuk sahur, kenapa
tidak sekalian menahan kantuk sedikit lagi untuk melaksanakan shalat shubuh di
masjid.
Bisa dibayangkan, bulan puasa saja hanya 4 baris yang terisi
penuh. Meskipun terkadang juga sampai 5-6 baris di belakang, tapi itu karena
sebelum-sebelumnya mereka begadang karena pertandingan bola. Halaman sebelah
masjid memang sering digunakan untuk ‘nonton bareng’ seluruh pertandingan piala
dunia 2014. Jadi mau tak mau mereka yang ikut nobar juga ikut jama’ah shubuh.
Mungkin seperti itu.
Aku segera mengambil air wudhu dan setelahnya kukerjakan 2
rakaat sunnah sebelum shubuh. Itung-itung cari pahala tambahan.
Imam telah datang, iqomah telah dikumandangakan setelah
sebelumnya puji-pujian memenuhi ruangan masjid 2 (dua) lantai itu. Dan shalat
shubuh kini kami kerjakan.
2 rakaat salam shalat shubuh telah selesai. Berdiam diri
sejenak untuk melantunkan dzikir-dzikir lirih dari setiap mulut jama’ah yang
ada, termasuk aku. kulantunkan dzikir sebisaku, seingatku, dan sekuatku sebelum
kantuk ini meraja.
Aku sudah 9 hari ini tidak pernah tidur malam. Setiap malam
kugunakan untuk mengedit beberapa tulisanku. Kadang juga terjaga karena nonton
bola. Bahkan kadang sudah kupaksa tidur, dan aku sudah terlentang di kamar yang
gelap, tapi masih saja mataku sulit untuk terpejam. Dan baru bisa kupejamkan
setelah shubuh. Sebenarnya rasa kantuk sudah terasa ketika mendekati waktu
shubuh, tapi aku paksakan agar shubuh terlebih dahulu baru tidur. Takut kalau tidak
melaksanakan shalat.
Lantunan dzikir telah kuselesaikan seadanya, dan sebisanya.
Aku beranjak dari dudukku. Berjalan membelakangi imam yang masih komat-kamit
melantunkan dzikirnya. Kulangkahkan kaki menuju alas kaki yang telah siap
menerima berat tubuhku.
Aku berjalan gontai mencoba tidak terjatuh dalam perjalanan
pulang dari masjid karena kantuk. Dan aku telah berada di depan pintu coklat
tadi. Aku masuk dengan salam lirih. Ruangan gelap menerimaku dengan tanpa
jawaban salam dariku. Kubuka kancing baju batik yang kukenakan setelah
sebelumnya kuletakkan sjadah merah di atas meja yang setiap harinya kugunakan
untuk belajar. Batik telah terbuka disusul sarung coklat telah aku lepaskan
dari tubuhku. Kuganti dengan celana pendek dan kaos. Akupun siap untuk tidur
sampai adzan dzuhur berkumandang 6 jam berikutnya.
~~~
Satu pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita di atas
adalah mengenai perkembangan zaman yang sudah sangat pesat dan tanpa kita
sadari, tapi kita rasakan akibatnya.
Lihat saja beberapa tahun ke belakang. Biasanya,
masjid-masjid selama ramadhan penuh dengan jama’ah. Baik itu shubuh maupun
isya’. Tapi kini sepi dan hanya beberapa orang saja yang mau mengisi shaf
shalat itu. Ditambah lagi aku hidup di desa dan biasanya kehidupan desa masih
sangat kental dengan yang namanya agama. Masyarakatnya masih berpegang teguh
dengan agama Tuhan. Tapi kini agama hanya sebagai alasan agar bisa mengikuti
hari raya. Serta agar tidak dikucilkan dari masyarakat. Mungkin seperti itu.
Setidaknya kita bisa belajar, belajar agar peradaban yang
sudah baik ini tidak hanya akan menjadi sejarah yang hanya dijadikan sebagai
cerita sebelum tidur, bahkan mungkin hanya dilabeli oleh masyarakat setelah
kita sebagai mitos. Semoga saja tidak demikian. [] masupik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))