BERFIKIR DAN PAHAMILAH!
Aku masih ingat betul saat pertama kali menggunakan hak
suaraku.
Saat itu adalah pemilihan bupati. Dan saat itu aku masih
kelas 2 SMA. SMA ku yang memang luar kota, membuatku harus pulang ke rumah agar
hak suaraku bisa digunakan. Tapi sebenarnya aku berniat memilih golput. Dan
niatku itu bukan tanpa alasan. Alasan yang pertama, mataku sedikit banyak telah
terbuka dengan kondisi politik Negara Indonesia terutama kabupaten Tuban. Yang
kedua, karena saat hari pencoblosan aku sedang tak enak badan. Tapi karena
paksaan dari keluarga, akupun memaksakan kondisi tubuhku untuk pulang ke rumah.
Setelah di rumah, dalam kondisi badan tak sanggup untuk
berjalan. Aku menguatkan badanku setidaknya sampai di TPS yang berada di depan
rumah. Hanya harus sedikit menyebrang jalan. Dengan sedikit mengantre, akhirnya
giliranku masuk bilik suara. Di dalam bilik suara yang terbuat dari bamboo
anyaman itu, penglihatanku mulai tak normal karena panas tubuhku yang sudah
meninggi. Dan alhasil, aku mencoblos asal nyoblos saja saat itu. Tak tahu foto
siapa yang aku coblos. Dan aku pulang kemudian istirahat total.
Selang beberapa hari setelah pilkada, salah satu anggota
keluargaku menanyakan mengenai siapa kemarin yang aku coblos. Apakah sama
dengan keluargaku. Karena aku saat itu tidak bisa membedakan jadi aku hanya
menganggukkan kepala saja. Toh, anggukkan kepala belum berarti iya.
Hak suaraku terpakai lagi saat pilgub propinsi Jawa Timur.
Tapi sayang, saat itu aku sedang dituaskan oleh ponpes tempat aku menghabiskan
waktu SMA, untuk mengikuti seminar di Semarang. Alhasil, aku golput saat itu.
Kuakui saja.
Dan yang ketiga, hak suaraku terpakai saat pemilihan kepala
desa beberapa bulan yang lalu sebelum pileg dilaksanakan. Dan baru saat itulah
aku sadar sesadar-sadarnya siapa yang aku pilih. Tanpa ada money politik.
Meskipun belakangan diketahui, banyak warga yang mendapatkan “amplop” dari
calon kepala desa yang kemarin aku pilih. “Yang penting aku tak ikut
menikmati money politic darinya.” Pikirku saat itu.
Kemudian saat pemilu legislatif. Kembali hak suaraku tidak
bisa kugunakan karena saat itu aku sedang berada di perantauan. Dan kembali
kuakui saat itu aku golput untuk yang kedua kalinya. Tapi mungkin aku memilih
jalan yang benar karena golput. Toh, calon-calon di Tuban juga tak kukenal.
Masak aku harus memilih orang yang tak aku kenal, tapi dia sok kenal dengan
kita.
Dan yang baru saja kita lalui, pemilihan presiden Negara
republic Indonesia. Dengan 2 calon yang mengajukan dirinya pantas sebagai
pemimpin negeri ini. Dan Alhamdulillah, aku menggunakan hak suaraku dengan
bijak dan dengan berbagai pertimbangan datum-datum yang sebelumnya telah aku
kumpulkan. Entah itu pilihanku menang atau tidak, yang penting aku memilihnya
bukan karena ikut-ikut orang lain. Bukan karena media yang selalu
membicarakannya, dan yang jelas bukan karena tokoh-tokoh agama yang saat
ceramah seharusnya memberikan tausiyah malah meracuni pandangan politik
jama’ahnya.
Aku teringat satu perkataan Soedjiwo Tedjo beberapa waktu
yang lalu. Dia mengatakan mengenai mimpinya terhadap pemilu yang ada di
Indonesia, khususnya pemilihan presiden. Dalam angan-angan mbah Soedjiwo, dia
ingin sekali melihat calon-calon presiden yang ada, Itu mencalonkan diri bukan
karena dia merasa mampu, bukan karena tuntutan parpolnya, dan juga bukan karena
elektabilitasnya di mata public. Tapi dia mengajukan diri karena memang sudah
tak ada lagi yang merasa mampu menjadi calon presiden. Jadi ibaratnya seperti
pemilihan ketua RT. Pasti orang-orang pada tak mau untuk jadi ketua RT, karena
memang dia merasa tak mampu menjadi ketua. Sehingga masyarakat mendesaknya dan
memilihnya untuk mencalonkan bahkan menjadi ketua RT. Simple memang tapi itulah
seharusnya pemimpin. Bukan dia merasa bisa memimpin, tapi karena rakyatlah yang
menilai kalau dia yang lebih cakap untuk memimpin.
Tapi sekali lagi, pilihanku dalam pilpres 2014 ini, tak
terpengaruh oleh siapapun. Aku memilihnya karena datum-datum yang ada, yang
jika disimpulkan dialah—calon
pilihanku—yang
memang layak untuk menerima suaraku. Seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))