Sabtu, 12 Juli 2014

Mobil Pick Up



BACALAH DAN PAHAMILAH!
Aku teringat saat ppertama aku memakai seragam putih biru. Saat dimana aku selalu menunggu angkot di depan rumah agar mendapatkan kursi terdepan, samping sopir.

Shubuh ke-12 Ramadhan. Seperti biasanya aku melangkahkan kaki menuju tempat ibadah umat islam, masjid. Dengan baju rapid an dengan sengaja peci yang seharusnya kukenakan, tapi hanya aku bawa dengan tangan. Suasana gelap dengan beberapa orang tua menyibukkan diri dengan menyapu halaman depan rumah mereka. Sementara mereka yang masih mudah lebih asyik dengan bantal guling serta kamar yang hangat.
Aku melihat sebuah mobil pick up dari arah pasar. Mobil kecil berwarna biru dengan lampu menyala berjalan menuruni jalanan pasar. Mobil pick up tua dengan semua karatan pada besi-besinya. Mobil yang tangguh di jamannya, dan aku pernah menaikinya selama 3 tahun sebagai sarana transportasi. Meskipun sesekali aku pernah diboncengin pak lek, yang kebetulan melewati SMP.

Dulu sekali, saat pertama masuk SMP, bangunku selalu pagi. Ya shubuh-lah lebih tepatnya. Setelah shalat dan semuanya rampung. Aku segera mandi untuk bersiap berangkat sekolah. Ya sebenarnya, jarak rumah dengan SMP kira-kira hanya butuh waktu 30 menit. Tapi karena aku yang memang penakut kalau sampai terlambat, jadilah aku berangkat pagi, bahkan sangat pagi. Mungkin aku sudah berseragam putih biru, teman-temanku masih pada tidur. Mungkin seperti itu ibaratnya.
Setelah siap dengan semuanya bahkan sarapan juga sudah. Aku menunggu mobil pick up di depan rumah. Biasanya mobil pick up itu mengantarkan penumpang yang memang turun di pasar Layur. Dan pasar Layur itu rutenya melewati rumahku, maksudku rumah nenekku.
Sempat waktu itu, aku sudah pagi-pagi menunggu mobil pick up. Berharap ada mobil yang lewat depan rumah. Tapi hampir 1 jam aku menunggu, tak ada satupun mobil pick up yang lewat waktu itu. alhasil, akupun ijin gak masuk sekolah, dengan alasan andalan : sakit.
Keuntungan yang aku dapat kalau menunggu mobil pick up di depan rumah: aku bisa duduk di depan sampaing sopir, dan itu sangat nyaman. Dengan biaya 1.000 rupiah untuk anak sekolah. Atau mungkin tepatnya anak berseragam sekolah. Baik itu SMP maupun SMA.
Itu semua berlangsung selama 3 tahun. Tapi seperti hanya 3 hari saja. Setelah lulus akupun jarang sekali naik mobil pick up, yang setiap harinya, dulu ketika SMP selalu mengantarjemput aku, ibaratnya seperti itu.

Satu hal yang ingin aku sampaikan dengan menuliskan sedikit cerita mengenai mobil pick up ini. Apakah mobil-mobil ini akan bertahan ketika globalisasi telah menyebar luas sampai urat nadi setiap manusia yang hidup. Apakah semua yang ada sekarang dan yang pernah aku rasakan dulu dan sekarang, bisa dirasakan oleh generasi setelahku. Generasi dengan peradaban pemikiran serba modern. Peradaban dengan alam dan dunia yang sudah tua ini. Atau jangan-jangan generasi setelahku, tak tahu apa itu roda, tak tahu apa itu bensin, bahkan mungkin saja, mereka tak tahu bahkan bertanya-tanya apa itu buku dan kertas.
Aku bisa mengatakan demikian karena satu alasan logis. Dulu, jaman kakek-kakek kita, meraka menulis dengan sabak (sebuah batu hitam besat, dengan fungsi seperti buku). Dan kita bertanya-tanya pada mereka (kakek) mengenai ceritanya tentang sabak. Berarti besok, mungkin setelah kita mendapatkan gelar kakek, kita akan menceritakan pada cucu kita mengenai apa itu buku dan kertas. [] masupik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))