Sabtu, 12 Juli 2014

Ini MImpi

“… Rud, Rudi…. Yaelah, anak ini udah tewas duluan. Ya sudahlah, kita langsung pulang saja Dul. Pamitnya besok saja.” Ajak Bima pada Abdul.
“Bener nih kita langsung pulang tanpa pamit Rudi?”
“Dul, kamu lupa apa, Rudi kalau sudah tidur buat bangunin itu sama juga bohong. Jadi kita langsung saja pulang, toh Rudi juga pasti ngerti kok.”
Bima dan Abdul yang sedari sore mengerjakan tugas kuliah di rumah Rudi yang kebetulan mereka teman sekelas telah beranjak meninggalkan rumah Rudi yang cukup mewah. Di rumah yang cukup mewah itu Rudi hanya tinggal bersama pembantu dan tukang kebunnya. Orang tua Rudi yang memang sibuk dengan bisnis perusahaan, menjadikan mereka sering kali ke luar negeri. Bahkan hampir sebulan, bisa bersama Rudi itu hanya hitungan jari tangan saja.

Kebiasaan Rudi yang tertidur di sembarang tempat membuat pembantunya harus membangunkannya. Tapi sayang, usaha untuk membangunkan Rudi ketika sudah tidur sama seperti usaha mendorong tembok. Nihil tak ada hasilnya.
Malam itu Rudi tertidur di ruang tamu atas setelah mencoba mengerjakan tugas kuliahnya. Rudi baru menginjakkan kaki sebagai mahasiswa tahun ini. Harta yang melimpah serta paras yang cukup cakap membuat Rudi cepat sekali mendapatkan teman. Seperti Bima dan Abdul yang kebetulan selain sekelas mereka berdua juga tinggal di daerah yang sama, hanya beda komplek saja.
Dalam tidurnya Rudi bermimpi. Dan mimpi Rudi saat itu sama dengan kejadian sore hari tadi saat teman-temannya hendak mengerjakan tugas kuliah di rumahnya.
***
“…. Pak Taslim, Rudi ada pak?” tanya Bima pada tukang kebun Rudi.
“Oh nak Bima, nak Abdul. Den Rudi ada di atas. Langsung ke atas saja.” Jawab pak Taslim yang sudah mengenal teman Rudi itu.
Mereka berdua langsung saja ke atas untuk menemui Rudi.
“Woi Rud, malah main PS. Jadi ngerjain tugas tadi pagi gak?”
“Jadi-jadi.” Jawab Rudi bergegas mematikan PS-nya.
“Kalian lama sekali, apa tersesat di jalan ya? Hahaha”
“Bukan tersesat Rud, itu tuh tadi si Abdul harus nganterin ibunya ke super market dulu. Jadinya ya lama.”
“Hehehe…. Maaf-maaf, tadi kan kejadian yang tak diduga-duga Bim.” Kata Abdul membela diri.
“Sudah-sudah, tak apa. Ayo sekarang kita ngertajin tugas dulu. Baru main PS lagi.” Kata Rudi.
Mereka bertiga mengerjakan tugas TIK yang diperoleh pagi tadi dari Pak Muntoha. Dalam tugas tersebut, mereka harus membuat makalah mengenai perkembangan teknologi informasi di Indonesia dan pengaplikasiaannya di lingkungan sekitar rumah masing-masing. Dan besok tugas tersebut sudah harus ada di meja pak Muntoha.
“…. Wah, kayaknya kalau gak ada cemilan kurang seru nih. Tak ambil cemilan dulu.” Rudi menawarkan diri.
“Sekalian jus jeruk Rud.” Sahut Bima.
“yee, memangnya ini restoran?” Abdul menambahi.
“Oke, tunggu saja. Kalian coba cari-cari dulu referensi tentang tugasnya. Aku ke dapur dulu.”
Sementara Rudi turun ke dapur yang berada di lantai bawah. Bima dan Abdul mencari-cari artikel mengenai tugas mereka. Alasan mengapa mereka mengerjakan tugas di rumah Rudi adalah karena di rumah Rudi ada fasilitas hotspot. Sehingga memudahkan mereka dalam mencarai-cari artikel di internet.
***
“Mbok, ada cemilan apa mbok?” tanya Rudi pada mbok Minah pembantunya.
“Ada bronis den di kulkas. Apa mbok Minah beliin dulu di alfamart den?”
“Tak usah mbok, biar Aku saja yang ke alfamart. Mbok Minah bikin jus jeruk 2 sama jus alpukat 1 saja.” Suruh Rudi pada mbok Minah.
“Iya den.”
Rudi beranjak keluar rumah untuk ke alfamart yang berada di pinggir jalan seberang komplek rumah Abdul dan Bima. Dan dalam perjalanan Rudi bertemu dengan ibu Abdul pulang dari super market.
“…. Nak Rudi. Mau kemana?” tanya ibu Abdul.
“Eh, tante Mila. Ini mau ke alfamart beli cemilan.”
“Loh, bukannya Abdul sama Bima ke rumah kamu?”
“Iya tante, mereka di rumah saya ngerjain tugas. Tapi ini saya mau beli cemilan dulu, soalnya di rumah habis.”
“Ya sudah, tante pulang dulu. Bilang sama Abdul, jangan lupa shalatnya.” Tante Mila mengakhiri pembicaraan sore itu.
“Iya tante, beres.”
Setelah tante Mila beranjak pulang, Rudi pun segera masuk ke alfamart dan mencari-cari cemilan yang pas untuk dijadikan teman mengerjakan tugas.
Sementara Rudi di alfamart, kedua temannya sadar kalau Rudi lama sekali kalau hanya ke dapur mengambil cemilan. Dan mereka putuskan untuk turun ke bawah juga.
“Den Bima sama den Abdul pasti nyariin den Rudi ya?” tanya mbok Minah yang menyiapkan jus jeruk dan alpukat.
“Iya mbok, memangnya Rudi kemana mbok?” tanya Abdul dengan mata melihat di dapur tak ditemukannya sosok Rudi.
“Den Rudi ke alfamart seberang jalan den. Beli cemilan katanya.”
“Wah, gak bilang-bilang tuh anak. Mbok itu jus jeruknya ya?” tanya Bima melihat jus yang dibuat mbok Minah.
“Iya den, tadi den Rudi suruh bikin jus jeruk sama alpukat.”
“Tak bantuin ya mbok.” Bima menawarkan diri membantu mbok Minah.
Tak lama kemudian, Rudi telah kembali dari alfamart dengan membawa sekantung plastik besar penuh dengan camilan untuk teman mengerjakan tugas. Di lain sisi, Bima dan Abdul yang membantu mbok Minah membuat jus jeruk dan alpukat juga sudah siap dinikmati.
“Woi Rud, ke alfamart gak bilang-bilang. Kirain ngilang kemana kamu.” Teriak Bima dari dapur.
“Loh kalian ngapain di sana?”
“Ini bantuin mbok Minah buat jus jeruk sama alpukat. Bosan nungguin kamu lama.” Jawab Abdul.
“Ya maaf, abis cemilannya tinggal bronis. Gak cocok kalau tak ada yang gurih-gurih.” Rudi membela dirinya.
“Ya sudah, ayo lanjut ngerjain. Keburu magrib nih.” Timbal Bima dengan tangan membawa 2 jus jeruk.
“Oh ya, jadi teringat. Tadi pas di jalan aku ketemu sama tante Mila. Tadi ibumu nitip pesan buat kamu.” Rudi teringat pesan yang disampaikan tante Mila untuk anaknya Abdul.
“Pesannya apa Rud? Kenapa gak SMS saja. Malu-maluin.” Tanya Abdul.
“Pesannya jangan lupa shalat magrib.”
“Cuman itu doang Rud?” tanya lagi Abdul pada Rudi.
“Iya Dul.”
“Wah ketahuan kalau sering gak shalat ya kamu. Huhuhu.” Ejek Bima.
“Hey, cepetan. Udah pegal nih bawa jus jeruk.”
“Ayo-ayo ke atas lagi.”
“Mbok makasih ya jusnya.” Ucap Rudi pada mbok Minah.
“Iya den, sama-sama.”
***
Jam di kamar Rudi sudah menunjukkan pukul 21.00, hp Abdul dan Bima pun acap kali berbunyi menandakan ada pesan masuk. Dan pesan itu dari orang tua mereka.
“Rud, udah jam 9 nih. Kita pulang dulu ya.” Kata Bima.
“Iya Rud, lagipula. Tugasnya juga sudah clear kan. Besok tinggal ngumpulin. Ditambah lagi ibuku sudah SMS aku terus nih.” Tambah Abdul menguatkan perkataan Bima.
“Oke-oke, kalian pulang saja. Tugas kalian besok tak bawa sekalian.”
“Ya sudah, kita pulang dulu Rud. Thanks cemiannya ya.”
“Oke.”
Mereka berdua turun dari kamar Rudi. Di depan pintu gerbang, Abdul dan Bima bertemu dengan pak Taslim yang telah siap menjaga rumah Rudi.
“Pak Taslim, mau ronda pak?” sapa Bima.
“Eh, nak Bima. Iya, nanti juga bapak-bapak yang lain juga ngumpul di sini. Kalian mau pulang?” tanya pak Taslim.
“Iya pak, udah malam.”
“Ya sudah, hati-hati.”
Bima dan Abdul yang rumahnya memang satu komplek sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Dan mereka kenal Rudi saat SMA kelas 2. Bisnis orang tua Rudi sering kali membawa Rudi pindah tempat tinggal.
Di kamar Rudi memasukkan tugasnya dan teman-temannya ke dalam tas, berjaga-jaga kalau sampai lupa tak membawa tugas itu. Bisa dapat hukuman dari pak Muntoha.
Sebelum tidur Rudi menyempatkan diri untuk membuka file-file yang ada di laptop miliknya. Dan tanpa disengaja Rudi menemukan sebuah cerita karangannya, dulu sewaktu masih duduk di bangku SMP. Di bacanya cerpen tersebut.
***
Malam itu adalah malam yang tak seperti malam-malam lainnya. Hawa dingin kota Malang seakan telah menusuk tulang belulang manusia yang keras. Jaket yang digunakan juga tak mampu memberikan sedikit kehangatan. Hanya sebuah formalitas saja, kalau hawa dingin harus memakai jaket. Di kota Malang ini, adalah kota ke dua setelah Surabaya. Kota yang sekarang aku duduk di bangku SMP. Dan kota yang mungkin hanya beberapa tahun aku akan menetap di sini. Sepeti yang sudah-sudah.
Aku sekarang kelas 3, yang artinya sebentar lagi akan lulus dan melanjutkan ke SMA. sekolah terakhir sebelum menjadi seorang mahasiswa.
Aku baru beberapa hari di kota Malang, dan baru beberapa hari juga masuk sekolah di SMP ku yang baru. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah aku harus mengakrabkan diri dengan teman-temanku sekarang? Toh semisal akrab, nantinya juga pasti rumahku akan pindah lagi entah ke mana.
Dulu waktu di Surabaya, saat aku sudah akrab dan sudah memperoleh sahabat. Orang tuaku mengajakku pindah di Malang. Tak tahu aku harus bahagia atau sedih dilahirkan dari kedua orang tuaku.
Dalam sebulan saja belum tentu bisa ada di rumah. Bisa-bisa aku ini sebenarnya anak pembantu dan tukang kebun yang setiap pindah rumah selalu ganti pembantu dan tukang kebun. Ah, dasar orang tua.
Besok adalah hari ke-5 aku masuk sekolah. Semoga besok mendapatkan teman yang lebih banyak dan lebih banyak lagi. Meskipun besok-besok aku harus ikut pindah rumah lagi, dan teman-teman yang sudah kukenal harus kulupakan lagi. Tapi setidaknya aku pernah mengenal mereka.
Malang, malam hari saat masih 4 hari di kota ini.
***
Selesai membaca cerita yang pernah dibuatnya saat SMP itu, Rudi jadi teringat sosok perempuan teman sekelasnya ketika di Malang. Sosok perempuan yang dia kalau bertemu dengan perempuan tersebut, wajahnya selalu memerah, perkataannya kacau, tingkahnya aneh dan tak karuan. Sosok perempuan yang pernah dia tembak saat pulang sekolah, dan ternyata tindakannya itu diketahui oleh guru kelasnya. Sosok perempuan bernama Dina yang sekarang tak tahu keberadaannya.
“…. Ah sudah jam segini. Aku tidur saja, takut kesiangan.” Kata rudi sembari melihat jam yang ada di pojok kanan laptopnya. Dan Rudi pun merebahkan tubuhnya di kasur empuk yang bisa menampung 3 orang.
Tek…. Tek…. Tek…. Bunyi jarum jam di kamar Rudi yang terdengar nyaring di kesunyian malam.
Jam di dinding menunjukkan pukul 02.00. Saat itu Rudi terbangun karena merasa haus. Karena tak dipersiapkan air minum di kamarnya, yang ada hanya air jus jeruk yang tadi diminum oleh teman-temannya. Rudipun turun ke bawah untuk mengambil segelas air putih.
Suasana temaram sedikit mencekam. Hanya ada suara bapak-bapak di luar rumah yang memang sedang melakukan ronda. Namun suasana mencekam itu tak bisa hilang. Rumah mewah dan besar yang hanya ada Rudi, mbok Minah dan pak Taslim itu memang cukup menyeramkan kalau sepi.
Rudi yang masih merem melek berjalan turun dari kamarnya. Di dapur, hanya lampu berwarna kuning yang dinyalakan. Sisanya gelap dan hanya ruang depan lampu yang menyala terang.
Rudi mengambil gelas dan menuangkan air yang dia ambil dari kulkas. Rudi belum sadar betul saat minum air. Sampai setelah itu, Rudi baru sadar kalau suasana malam itu sedikit horror. Tapi Rudi tak mau ambil pusing, dia segera menghabiskan air yang diambilnya tadi. Tapi, saat dia membalikkan badan untuk mengambil kursi. Dia sangat terkejut, sosok pria berambut putih mengagetkannya dan membuatnya tersedak sehingga baju yang dia pakai sedikit basah….
***
“…. Rud, bangun Rud. Kamu kuliah gak?” Bima mencoba membangunkan Rudi yang tertidur di kursi dari semalam.
“Hah….” Rudi terbelalak dengan nafas yang memacu cepat.
“Kamu kenapa Rud?” tanya Bima.
“Ada, hantu Bim.” Rudi yang masih mencoba mengatur nafasnya.
“Hahaha, jadi kamu mimpi bertemu hantu Rud?” ejek Abdul yang juga sudah berada di samping Bima.
“Sialan, kalian malah tertawa.”
“Kamu kuliah gak? Udah jam segini nih.” Ucap Bima mengulangi pertanyaannya tadi.
“Tapi kok bajuku sedikit basah?” tanya Rudi heran karena bajunya basah.
“Tadi Abdul sedikit nyiram kamu pakai air. Lagian kamu dibangunin dari tadi gak bangun-bangun. Jadi terpaksa pakai cara jitu.” Jawab Bima menjelaskan kenapa baju Rudi basah.
“Tapi kalian kenapa bisa di sini, di kamarku?”
“Tadi kami disuruh mbok Minah langsung masuk saja. Soalnya mbok Minah juga sudah gak sanggup bangunin kamu, katanya.”
“Memang kamu mimpi apa?” tanya Abdul yang sedari tadi hanya senyum-senyum melihat temannya jadi aneh.
“Tadi itu aku sedang minum karena haus. Tiba-tiba ada sosok laki-laki berambut putih mengagetkanku dari belakang. Jadi aku tersedak air dan airnya sedikit tumpah di bajuku. Makanya tadi aku kaget, kenapa bajuku basah.”
“HAHAHA….” Kedua teman Rudi semakin tertawa mendengar cerita Rudi.
“Rud, Rud. Makanya sebelum tidur itu baca do’a. sudah tak berdo’a malah kamu ketiduran. Jadi semalam aku dan Bima langsung nyelonong pulang saja.” Cerita Abdul tentang semalam.
“Sialan, jadi tadi itu hanya mimpi?” Rudi memastikan.
“Sudah sana siap-siap, bisa telat kita.” Perintah Bima yang melihat jam sudah siang.
Setelah Rudi siap, mereka bertiga pun berangkat kuliah bersama. seperti biasanya, Bima membonceng Abdul, dan Rudi membawa motornya sendirian saja. Tapi di perjalanan Rudi hanya memikirkan mimpinya itu. mimpi yang sangat kompleks dan sangat mirip dengan kejadian yang dialaminya itu. Bahkan cerita yang dia baca dalam mimpi itu, memang benar-benar ada di laptopnya. Namun, dia terus saja meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanya mimpi.
“Ini mimpi…. Ini mimpi…. Ini mimpi….” Sepanjang perjalanan menuju kampus, dalam hati Rudi terus saja mengucapkan kalimat itu. [] masupik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))