“… Rud, Rudi…. Yaelah, anak ini
udah tewas duluan. Ya sudahlah, kita langsung pulang saja Dul. Pamitnya besok
saja.” Ajak Bima pada Abdul.
“Bener nih kita langsung pulang
tanpa pamit Rudi?”
“Dul, kamu lupa apa, Rudi kalau
sudah tidur buat bangunin itu sama juga bohong. Jadi kita langsung saja pulang,
toh Rudi juga pasti ngerti kok.”
Bima dan Abdul yang sedari sore
mengerjakan tugas kuliah di rumah Rudi yang kebetulan mereka teman sekelas
telah beranjak meninggalkan rumah Rudi yang cukup mewah. Di rumah yang cukup
mewah itu Rudi hanya tinggal bersama pembantu dan tukang kebunnya. Orang tua
Rudi yang memang sibuk dengan bisnis perusahaan, menjadikan mereka sering kali
ke luar negeri. Bahkan hampir sebulan, bisa bersama Rudi itu hanya hitungan
jari tangan saja.
Kebiasaan Rudi yang tertidur di
sembarang tempat membuat pembantunya harus membangunkannya. Tapi sayang, usaha
untuk membangunkan Rudi ketika sudah tidur sama seperti usaha mendorong tembok.
Nihil tak ada hasilnya.
Malam itu Rudi tertidur di ruang
tamu atas setelah mencoba mengerjakan tugas kuliahnya. Rudi baru menginjakkan
kaki sebagai mahasiswa tahun ini. Harta yang melimpah serta paras yang cukup
cakap membuat Rudi cepat sekali mendapatkan teman. Seperti Bima dan Abdul yang
kebetulan selain sekelas mereka berdua juga tinggal di daerah yang sama, hanya
beda komplek saja.
Dalam tidurnya Rudi bermimpi. Dan
mimpi Rudi saat itu sama dengan kejadian sore hari tadi saat teman-temannya
hendak mengerjakan tugas kuliah di rumahnya.
***
“…. Pak Taslim, Rudi ada pak?”
tanya Bima pada tukang kebun Rudi.
“Oh nak Bima, nak Abdul. Den Rudi
ada di atas. Langsung ke atas saja.” Jawab pak Taslim yang sudah mengenal teman
Rudi itu.
Mereka berdua langsung saja ke
atas untuk menemui Rudi.
“Woi Rud, malah main PS. Jadi
ngerjain tugas tadi pagi gak?”
“Jadi-jadi.” Jawab Rudi bergegas
mematikan PS-nya.
“Kalian lama sekali, apa tersesat
di jalan ya? Hahaha”
“Bukan tersesat Rud, itu tuh tadi
si Abdul harus nganterin ibunya ke super market dulu. Jadinya ya lama.”
“Hehehe…. Maaf-maaf, tadi kan
kejadian yang tak diduga-duga Bim.” Kata Abdul membela diri.
“Sudah-sudah, tak apa. Ayo
sekarang kita ngertajin tugas dulu. Baru main PS lagi.” Kata Rudi.
Mereka bertiga mengerjakan tugas
TIK yang diperoleh pagi tadi dari Pak Muntoha. Dalam tugas tersebut, mereka
harus membuat makalah mengenai perkembangan teknologi informasi di Indonesia
dan pengaplikasiaannya di lingkungan sekitar rumah masing-masing. Dan besok
tugas tersebut sudah harus ada di meja pak Muntoha.
“…. Wah, kayaknya kalau gak ada
cemilan kurang seru nih. Tak ambil cemilan dulu.” Rudi menawarkan diri.
“Sekalian jus jeruk Rud.” Sahut
Bima.
“yee, memangnya ini restoran?”
Abdul menambahi.
“Oke, tunggu saja. Kalian coba
cari-cari dulu referensi tentang tugasnya. Aku ke dapur dulu.”
Sementara Rudi turun ke dapur
yang berada di lantai bawah. Bima dan Abdul mencari-cari artikel mengenai tugas
mereka. Alasan mengapa mereka mengerjakan tugas di rumah Rudi adalah karena di
rumah Rudi ada fasilitas hotspot. Sehingga memudahkan mereka dalam
mencarai-cari artikel di internet.
***
“Mbok, ada cemilan apa mbok?”
tanya Rudi pada mbok Minah pembantunya.
“Ada bronis den di kulkas. Apa
mbok Minah beliin dulu di alfamart den?”
“Tak usah mbok, biar Aku saja
yang ke alfamart. Mbok Minah bikin jus jeruk 2 sama jus alpukat 1 saja.” Suruh
Rudi pada mbok Minah.
“Iya den.”
Rudi beranjak keluar rumah untuk
ke alfamart yang berada di pinggir jalan seberang komplek rumah Abdul dan Bima.
Dan dalam perjalanan Rudi bertemu dengan ibu Abdul pulang dari super market.
“…. Nak Rudi. Mau kemana?” tanya
ibu Abdul.
“Eh, tante Mila. Ini mau ke
alfamart beli cemilan.”
“Loh, bukannya Abdul sama Bima ke
rumah kamu?”
“Iya tante, mereka di rumah saya
ngerjain tugas. Tapi ini saya mau beli cemilan dulu, soalnya di rumah habis.”
“Ya sudah, tante pulang dulu.
Bilang sama Abdul, jangan lupa shalatnya.” Tante Mila mengakhiri pembicaraan
sore itu.
“Iya tante, beres.”
Setelah tante Mila beranjak
pulang, Rudi pun segera masuk ke alfamart dan mencari-cari cemilan yang pas
untuk dijadikan teman mengerjakan tugas.
Sementara Rudi di alfamart, kedua
temannya sadar kalau Rudi lama sekali kalau hanya ke dapur mengambil cemilan.
Dan mereka putuskan untuk turun ke bawah juga.
“Den Bima sama den Abdul pasti
nyariin den Rudi ya?” tanya mbok Minah yang menyiapkan jus jeruk dan alpukat.
“Iya mbok, memangnya Rudi kemana
mbok?” tanya Abdul dengan mata melihat di dapur tak ditemukannya sosok Rudi.
“Den Rudi ke alfamart seberang
jalan den. Beli cemilan katanya.”
“Wah, gak bilang-bilang tuh anak.
Mbok itu jus jeruknya ya?” tanya Bima melihat jus yang dibuat mbok Minah.
“Iya den, tadi den Rudi suruh bikin
jus jeruk sama alpukat.”
“Tak bantuin ya mbok.” Bima
menawarkan diri membantu mbok Minah.
Tak lama kemudian, Rudi telah
kembali dari alfamart dengan membawa sekantung plastik besar penuh dengan
camilan untuk teman mengerjakan tugas. Di lain sisi, Bima dan Abdul yang
membantu mbok Minah membuat jus jeruk dan alpukat juga sudah siap dinikmati.
“Woi Rud, ke alfamart gak
bilang-bilang. Kirain ngilang kemana kamu.” Teriak Bima dari dapur.
“Loh kalian ngapain di sana?”
“Ini bantuin mbok Minah buat jus
jeruk sama alpukat. Bosan nungguin kamu lama.” Jawab Abdul.
“Ya maaf, abis cemilannya tinggal
bronis. Gak cocok kalau tak ada yang gurih-gurih.” Rudi membela dirinya.
“Ya sudah, ayo lanjut ngerjain.
Keburu magrib nih.” Timbal Bima dengan tangan membawa 2 jus jeruk.
“Oh ya, jadi teringat. Tadi pas
di jalan aku ketemu sama tante Mila. Tadi ibumu nitip pesan buat kamu.” Rudi
teringat pesan yang disampaikan tante Mila untuk anaknya Abdul.
“Pesannya apa Rud? Kenapa gak SMS
saja. Malu-maluin.” Tanya Abdul.
“Pesannya jangan lupa shalat
magrib.”
“Cuman itu doang Rud?” tanya lagi
Abdul pada Rudi.
“Iya Dul.”
“Wah ketahuan kalau sering gak
shalat ya kamu. Huhuhu.” Ejek Bima.
“Hey, cepetan. Udah pegal nih bawa
jus jeruk.”
“Ayo-ayo ke atas lagi.”
“Mbok makasih ya jusnya.” Ucap
Rudi pada mbok Minah.
“Iya den, sama-sama.”
***
Jam di kamar Rudi sudah
menunjukkan pukul 21.00, hp Abdul dan Bima pun acap kali berbunyi menandakan
ada pesan masuk. Dan pesan itu dari orang tua mereka.
“Rud, udah jam 9 nih. Kita pulang
dulu ya.” Kata Bima.
“Iya Rud, lagipula. Tugasnya juga
sudah clear kan. Besok tinggal ngumpulin. Ditambah lagi ibuku sudah SMS aku
terus nih.” Tambah Abdul menguatkan perkataan Bima.
“Oke-oke, kalian pulang saja.
Tugas kalian besok tak bawa sekalian.”
“Ya sudah, kita pulang dulu Rud.
Thanks cemiannya ya.”
“Oke.”
Mereka berdua turun dari kamar
Rudi. Di depan pintu gerbang, Abdul dan Bima bertemu dengan pak Taslim yang
telah siap menjaga rumah Rudi.
“Pak Taslim, mau ronda pak?” sapa
Bima.
“Eh, nak Bima. Iya, nanti juga
bapak-bapak yang lain juga ngumpul di sini. Kalian mau pulang?” tanya pak
Taslim.
“Iya pak, udah malam.”
“Ya sudah, hati-hati.”
Bima dan Abdul yang rumahnya
memang satu komplek sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Dan mereka
kenal Rudi saat SMA kelas 2. Bisnis orang tua Rudi sering kali membawa Rudi
pindah tempat tinggal.
Di kamar Rudi memasukkan tugasnya
dan teman-temannya ke dalam tas, berjaga-jaga kalau sampai lupa tak membawa
tugas itu. Bisa dapat hukuman dari pak Muntoha.
Sebelum tidur Rudi menyempatkan
diri untuk membuka file-file yang ada di laptop miliknya. Dan tanpa disengaja
Rudi menemukan sebuah cerita karangannya, dulu sewaktu masih duduk di bangku
SMP. Di bacanya cerpen tersebut.
***
Malam itu adalah malam yang tak
seperti malam-malam lainnya. Hawa dingin kota Malang seakan telah menusuk
tulang belulang manusia yang keras. Jaket yang digunakan juga tak mampu
memberikan sedikit kehangatan. Hanya sebuah formalitas saja, kalau hawa dingin
harus memakai jaket. Di kota Malang ini, adalah kota ke dua setelah Surabaya.
Kota yang sekarang aku duduk di bangku SMP. Dan kota yang mungkin hanya
beberapa tahun aku akan menetap di sini. Sepeti yang sudah-sudah.
Aku sekarang kelas 3, yang
artinya sebentar lagi akan lulus dan melanjutkan ke SMA. sekolah terakhir
sebelum menjadi seorang mahasiswa.
Aku baru beberapa hari di kota
Malang, dan baru beberapa hari juga masuk sekolah di SMP ku yang baru. Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah aku harus mengakrabkan diri dengan
teman-temanku sekarang? Toh semisal akrab, nantinya juga pasti rumahku akan
pindah lagi entah ke mana.
Dulu waktu di Surabaya, saat aku
sudah akrab dan sudah memperoleh sahabat. Orang tuaku mengajakku pindah di
Malang. Tak tahu aku harus bahagia atau sedih dilahirkan dari kedua orang
tuaku.
Dalam sebulan saja belum tentu
bisa ada di rumah. Bisa-bisa aku ini sebenarnya anak pembantu dan tukang kebun
yang setiap pindah rumah selalu ganti pembantu dan tukang kebun. Ah, dasar
orang tua.
Besok adalah hari ke-5 aku masuk
sekolah. Semoga besok mendapatkan teman yang lebih banyak dan lebih banyak
lagi. Meskipun besok-besok aku harus ikut pindah rumah lagi, dan teman-teman
yang sudah kukenal harus kulupakan lagi. Tapi setidaknya aku pernah mengenal
mereka.
Malang, malam hari saat
masih 4 hari di kota ini.
***
Selesai membaca cerita yang
pernah dibuatnya saat SMP itu, Rudi jadi teringat sosok perempuan teman
sekelasnya ketika di Malang. Sosok perempuan yang dia kalau bertemu dengan
perempuan tersebut, wajahnya selalu memerah, perkataannya kacau, tingkahnya
aneh dan tak karuan. Sosok perempuan yang pernah dia tembak saat pulang
sekolah, dan ternyata tindakannya itu diketahui oleh guru kelasnya. Sosok
perempuan bernama Dina yang sekarang tak tahu keberadaannya.
“…. Ah sudah jam segini. Aku
tidur saja, takut kesiangan.” Kata rudi sembari melihat jam yang ada di pojok
kanan laptopnya. Dan Rudi pun merebahkan tubuhnya di kasur empuk yang bisa
menampung 3 orang.
Tek…. Tek…. Tek…. Bunyi jarum jam
di kamar Rudi yang terdengar nyaring di kesunyian malam.
Jam di dinding menunjukkan pukul
02.00. Saat itu Rudi terbangun karena merasa haus. Karena tak dipersiapkan air
minum di kamarnya, yang ada hanya air jus jeruk yang tadi diminum oleh
teman-temannya. Rudipun turun ke bawah untuk mengambil segelas air putih.
Suasana temaram sedikit mencekam.
Hanya ada suara bapak-bapak di luar rumah yang memang sedang melakukan ronda.
Namun suasana mencekam itu tak bisa hilang. Rumah mewah dan besar yang hanya
ada Rudi, mbok Minah dan pak Taslim itu memang cukup menyeramkan kalau sepi.
Rudi yang masih merem melek
berjalan turun dari kamarnya. Di dapur, hanya lampu berwarna kuning yang
dinyalakan. Sisanya gelap dan hanya ruang depan lampu yang menyala terang.
Rudi mengambil gelas dan
menuangkan air yang dia ambil dari kulkas. Rudi belum sadar betul saat minum
air. Sampai setelah itu, Rudi baru sadar kalau suasana malam itu sedikit
horror. Tapi Rudi tak mau ambil pusing, dia segera menghabiskan air yang
diambilnya tadi. Tapi, saat dia membalikkan badan untuk mengambil kursi. Dia sangat
terkejut, sosok pria berambut putih mengagetkannya dan membuatnya tersedak
sehingga baju yang dia pakai sedikit basah….
***
“…. Rud, bangun Rud. Kamu kuliah
gak?” Bima mencoba membangunkan Rudi yang tertidur di kursi dari semalam.
“Hah….” Rudi terbelalak dengan
nafas yang memacu cepat.
“Kamu kenapa Rud?” tanya Bima.
“Ada, hantu Bim.” Rudi yang masih
mencoba mengatur nafasnya.
“Hahaha, jadi kamu mimpi bertemu
hantu Rud?” ejek Abdul yang juga sudah berada di samping Bima.
“Sialan, kalian malah tertawa.”
“Kamu kuliah gak? Udah jam segini
nih.” Ucap Bima mengulangi pertanyaannya tadi.
“Tapi kok bajuku sedikit basah?”
tanya Rudi heran karena bajunya basah.
“Tadi Abdul sedikit nyiram kamu
pakai air. Lagian kamu dibangunin dari tadi gak bangun-bangun. Jadi terpaksa
pakai cara jitu.” Jawab Bima menjelaskan kenapa baju Rudi basah.
“Tapi kalian kenapa bisa di sini,
di kamarku?”
“Tadi kami disuruh mbok Minah
langsung masuk saja. Soalnya mbok Minah juga sudah gak sanggup bangunin kamu,
katanya.”
“Memang kamu mimpi apa?” tanya
Abdul yang sedari tadi hanya senyum-senyum melihat temannya jadi aneh.
“Tadi itu aku sedang minum karena
haus. Tiba-tiba ada sosok laki-laki berambut putih mengagetkanku dari belakang.
Jadi aku tersedak air dan airnya sedikit tumpah di bajuku. Makanya tadi aku
kaget, kenapa bajuku basah.”
“HAHAHA….” Kedua teman Rudi
semakin tertawa mendengar cerita Rudi.
“Rud, Rud. Makanya sebelum tidur
itu baca do’a. sudah tak berdo’a malah kamu ketiduran. Jadi semalam aku dan
Bima langsung nyelonong pulang saja.” Cerita Abdul tentang semalam.
“Sialan, jadi tadi itu hanya
mimpi?” Rudi memastikan.
“Sudah sana siap-siap, bisa telat
kita.” Perintah Bima yang melihat jam sudah siang.
Setelah Rudi siap, mereka bertiga
pun berangkat kuliah bersama. seperti biasanya, Bima membonceng Abdul, dan Rudi
membawa motornya sendirian saja. Tapi di perjalanan Rudi hanya memikirkan
mimpinya itu. mimpi yang sangat kompleks dan sangat mirip dengan kejadian yang
dialaminya itu. Bahkan cerita yang dia baca dalam mimpi itu, memang benar-benar
ada di laptopnya. Namun, dia terus saja meyakinkan dirinya bahwa semua itu
hanya mimpi.
“Ini mimpi…. Ini mimpi…. Ini
mimpi….” Sepanjang perjalanan menuju kampus, dalam hati Rudi terus saja
mengucapkan kalimat itu. [] masupik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))