Jumat, 21 Oktober 2016

Pada Sebuah Foto


Pada Sebuah Foto | Koleksi Pribadi

Selepas menunaikan kewajiban sholat magrib, aku berbaring di tempat tidur. Smartphone adalah teman sewaktu sendirian. Meskipun sendirian, kamu akan bisa tertawa hanya bermodalkan smartphone. Melihat-lihat lagi foto-foto lama yang tersimpan. Sembari mengingat-ingat saat apa, di mana, bahkan kenangan apa yang ada di foto tersebut. Sampai aku menyimpulkan, bahwa waktu bisa terbang. Perasaan baru dua hari yang lalu aku berfoto dengan pose andalanku—mengacungkan tiga jari. Setelah kulihat tanggal pengambilan foto tersebut, ternyata sudah lewat tiga bulan.

Masih bernostalgia dengan foto. Kucoba membuka folder yang lainnya. Kudapati fotoku dengan kawan-kawan tengah naik sepeda motor. Posisiku saat itu sedang dibonceng. Kami semua tersenyum sadar kamera. Aku ingat foto itu diambil pada tanggal satu Januari 2016, bertepatan dengan hari Jumat. Saat itu kami berempat pergi ke sebuah air terjun di desa Gunem kabupaten Rembang. Tapi sayangnya, karena kemarau, yang ada hanya gemericik air. Bukan air terjun seperti di foto kawanku yang dipamerkan padaku. Tapi kami bahagia.

Dalam nostalgia, aku terbawa pada kondisiku sekarang. Kini kami jarang sekali berkumpul bersama. Kesibukan masing-masing membuat celah dalam di antara kami. Bukan bermusuhan atau kami tak akur lagi. Kukira permusuhan bukan tipe kawan-kawanku. Sekedar untuk ngopi bersama seperti dulu pun susah. Padahal dulu, hampir setiap malam ajakan ngopi tak henti-hentinya memenuhi pesan singkat. ‘Ngopi Jo?’ pertanyaan sekaligus ajakan yang mewarnai malam kami selepas isya kadang juga selepas magrib. Meskipun sore hari kami sudah ngopi, tak menyurutkan niat kami untuk kembali meneruskan ngopi di malam hari.

Rasa suntuk menghampiriku. Fikiranku melayang jauh ke depan. Aku yang memutuskan untuk menikah kembali dihampiri perasaan ragu akan pilihanku. Muncul banyak sekali ingatan-ingatan manis bersama kawan. Bersenang-senang, tertawa, ngopi ke sana kemari, dan masih banyak lagi keseruan-keseruan yang bisa dilakukan. Keseruan itupun terbentur dengan pilihanku. Aku dengan status sudah menikah kelak, pastinya tak bisa sebebas aku yang belum menikah. Ada seorang istri yang menjadi tanggung jawabku. Tak bisa seenaknya kutinggal ngopi, atau kutinggal berpergian jauh bersenang-senang dengan kawan-kawanku. Perasaanku malam itu sangat mengganjal. Pilihanku seakan tergerus dan kembali rapuh serta tak yakin.

Kuputuskan untuk menghubungi teman lainnya yang tidak ada dalam foto. Barang kali rasa suntuk itu bisa hilang dengan ngopi atau tertawa terbahak-bahak. Tapi naas, mereka juga sibuk. Ada yang tak membalas pesanku, ada yang membalas tapi bilang sibuk dan sederet alasan kondisi mereka.

Perut mulai lapar. Keluar kamar, aku pergi ke angkringan yang menjajakan nasi kucing. Suntuk masih mengganggu. Kulahap bungkus demi bungkus nasi kucing. Biasanya hanya cukup dua bungkus untuk melunasi perut. Tapi suntuk pun ikut andil. Hasilnya, empat bungkus nasi kucing sekali duduk. Ritual merokok setelah makan tak boleh tertinggal. Setiap tarikan nafas dan kepulan asap rokok, tergambar jelas kebebasanku akan hilang. Dengan segera kuhisap lagi rokok di tangan. Tapi gambaran kebebasanku yang dipenggal mati terlihat semakin jelas. Aku usai dengan nasi kucing. Kubayar yang kumakan dan setelah itu aku kembali ke kos dan merebahkan badan.

Mecoba kembali meyakinkan diriku dan mengusir rasa suntuk yang telah tercampur dengan kebebasan yang dipenggal mati. Kuputar musik dari smartphone. Sesekali mata terpejam dan tak sadarkan diri. Aku berharap, ketika tidur telah terpenuhi dan lelah telah melayang pergi, rasa suntuk itu larut dalam mimpi dan aku kembali yakin dengan keputusan hati ini. Menikah denganmu bukanlah sebuah halangan untuk tetap bersenang-senang bersama kawan. Melakukan kegilaan-kegilaan. Tetapi, bertambahnya kesenangan dan kegilaan yang bisa dilakukan tanpa mengesampingkan tanggung jawabku sebagai suami. Amin.


Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah pilihanku. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))