Jumat, 20 Februari 2015

Apologi



Kenapa kamu menulis?

Nada dan intonasi pertanyaan di atas, sama seperti pertanyaan : Kenapa kamu pacaran dengannya? Pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan yang menunjukkan bahwa ada pilihan perempuan lain yang lebih cantik dari pilihan kita sekarang. Jawaban dari pertanyaan tersebu pun beragam. Hanya biasanya, jawaban yang diberikan bukan mencerminkan suatu pembelaan, tapi lebih ke arah suatu penyesalan dan kepasrahan. Kalau kalian masih tak paham, coba simak penggalan percakapan berikut.

"..."
“Kenapa kamu pacaran dengan cewek kayak dia? Noh, coba lihat, kulitnya aja item, nggak terlalu cantik.”
“Entahlah. Mungkin waktu aku nembak dia, mataku pas buta. Kalau nggak buta, paling juga ada dispenser nyangkut di mata. Tapi item-item service-nya memuaskan lho!.”
 "..."


Terlepas dari itu semua. Pertanyaan mengapa aku menulis? Jujur, aku sendiri tak tahu harus menjawab seperti apa. Aku sendiri juga tak tahu mengapa menulis yang aku pilih dan sering aku lakukan. Biasanya cowok cenderung memilih suatu kegiatan seperti main game, atau modif sepeda motor, atau apalah yang penting tidak menulis, biasanya seperti itu.

Jika dikatakan demikian, aku juga nggak tahu menahu. Aku sendiri hobi jika hanya bermain game. Hanya tak bisa dikatakan sebagai maniak game. Bagiku game adalah sebuah hiburan, permainan yang dilakukan di kala senggang. Meskipun di luaran sana banyak gamer telah bisa menghasilkan ratusan juta dengan bermain game. Tapi aku tak bisa. Aku telah menganggap game sebagai pemainan penghibur dan pengisi di kala senggang. Kemudian modif motor. Aduh, untuk diriku yang masih sering minta uang jajan orang tua. Tak berani untuk mengutak-atik motor. Sebenarnya juga pengen. Siapa sih yang nggak ingin motornya penuh modif? Aku juga mau. Hanya saja kebutuhan primerku masih terlampau banyak dan belum bisa kupenuhi semuanya. Jadi untuk modif, maaf, mungkin belum saatnya aku menginjak duniamu.


Awal aku menulis adalah sewaktu SMA. Itupun tak ada rencana untuk menulis. Hanya saja waktu itu ada sebuah perlombaan membuat cerpen. Akupun juga tak sadar, mengapa aku mengajukan namaku untuk mengikuti lomba menulis. Mungkin karena uang jajan abis, sedangkan tanggal masih berada di tengah-tengah. Jadi anggapanku waktu itu, menulis cerpen, kemudian menang, kemudian dapat uang. Mungkin seperti itu.

Semenjak tulisan pertama yang kuikutkan lomba berhasil kuselesaikan. Rasanya, ada sebuah kepuasan tersendiri yang muncul. Apa ya? Aku tak tahu bagaimana menggambarkan rasa puas yang kurasakan sewaktu menyelesaikan sebuah tulisan. Pokoknya puas. Seperti apa ya, emmmm. Oh ya, mungkin cerita ini bisa menggambarkan kepuasan yang aku rasakan. Dulu, aku adalah manusia paling bodoh dalam pelajaran matematika. Bukan berarti sekarang aku telah menjadi pandai. Bukan seperti itu. Aku tetap menjadi manusia paling bodoh. Buktinya aku masih belajar sampai saat ini. Kemudian,waktu itu aku mencoba untuk mengerjakan satu soal matematika. Tanpa bantuan siapapun, akhirnya aku berhasil menyelesaikan satu soal tersebut. Setelah dicocokkan, ternyata hasilnya benar. Nah, munculah sebuah kepuasan. Setelah itu, entah kenapa, aku jadi sedikit suka dengan matematika.

Kepuasan yang kurasakan ketika berhasil menyelesaikan sebuah tulisan, sama seperti ketika aku berhasil menyelesaikan soal matematika tadi. Puas, ingin mengulanginya lagi, lagi, dan lagi. Bukan berarti menulis telah menjadi candu. Terlalu naïf, jika aku mengatakan, aku akan mati jika tak menulis. Siapa juga yang akan percaya. Hanya saja, setiap kali merasa risih dengan suatu hal, ataupun ingin mengungkapkan sesuatu, atau sekedar ingin menceritakan omong kosong. Aku memilih menulis sebagai caraku menyampaikan itu semua.
Nah, mungkin seperti itu jawabanku jika kalian bertanya, mengapa aku menulis.


Sebenarnya, tulisan yang berhasil aku selesaikan tak bagus. Pemilihan diksinya juga biasa saja. Pernah aku mencoba untuk menulis dengan diksi-diksi apik. Eh, jadinya malah nggak karuan. Ujung-ujungnya, hanya keluar dari Ms. Word tanpa menyimpannya. Kalau kalian mengira tulisanku itu bagus, kalian salah. Tulisanku biasa saja, bahkan tak lebih bagus ketimbang tulisan anak SD kelas 1 yang tengah menyelesaikan tugas menulis dari wali kelasnya tentang cerita sehari-hari.

Semua tulisanku kebanyakan menceritakan semua kejadian yang pernah aku alami. Entah itu berupa keresahan dengan sekitar, tentang tempat yang pernah aku kunjungi, tentang perasaanku terhadap seseorang, atau mungkin tentang masa laluku. Aku masih tak mampu jika menuliskan mengenai segala sesuatu yang sama sekali belum pernah aku alami atau kunjungi. Meskipun berlembar referensi disodorkan padaku, menuliskan apa yang belum pernah kualami, bagiku sebuah kemustahilan. Karena bagiku, menuliskan tentang apa yang pernah kualami (masa lalu) adalah sebuah upaya mengakrabkan diri kepada diri sendiri agar semakin mengenal siapa diri kita. Hanya seperti itu.

Kalau masih penasaran atau tak paham dengan yang aku maksud, menulis saja (bukan keharusan). Atau kalau terlalu berat menulis, menyalinlah. Bukankah peradaban dimulai dari menyalin? [] masupik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))