Kenapa kamu menulis?
Nada dan intonasi pertanyaan di atas, sama seperti
pertanyaan : Kenapa kamu pacaran dengannya? Pertanyaan seperti itu adalah
pertanyaan yang menunjukkan bahwa ada pilihan perempuan lain yang lebih cantik
dari pilihan kita sekarang. Jawaban dari pertanyaan tersebu pun beragam. Hanya
biasanya, jawaban yang diberikan bukan mencerminkan suatu pembelaan, tapi lebih
ke arah suatu penyesalan dan kepasrahan. Kalau kalian masih tak paham, coba
simak penggalan percakapan berikut.
"..."
“Kenapa kamu pacaran dengan cewek kayak dia? Noh, coba
lihat, kulitnya aja item, nggak terlalu cantik.”
“Entahlah. Mungkin waktu aku nembak dia, mataku pas buta.
Kalau nggak buta, paling juga ada dispenser nyangkut di mata. Tapi item-item
service-nya memuaskan lho!.”
"..."
Terlepas dari itu semua. Pertanyaan mengapa aku menulis?
Jujur, aku sendiri tak tahu harus menjawab seperti apa. Aku sendiri juga tak
tahu mengapa menulis yang aku pilih dan sering aku lakukan. Biasanya cowok
cenderung memilih suatu kegiatan seperti main game, atau modif sepeda
motor, atau apalah yang penting tidak menulis, biasanya seperti itu.
Jika dikatakan demikian, aku juga nggak tahu menahu. Aku
sendiri hobi jika hanya bermain game. Hanya tak bisa dikatakan sebagai
maniak game. Bagiku game adalah sebuah hiburan, permainan yang
dilakukan di kala senggang. Meskipun di luaran sana banyak gamer telah
bisa menghasilkan ratusan juta dengan bermain game. Tapi aku tak bisa.
Aku telah menganggap game sebagai pemainan penghibur dan pengisi di kala
senggang. Kemudian modif motor. Aduh, untuk diriku yang masih sering minta uang
jajan orang tua. Tak berani untuk mengutak-atik motor. Sebenarnya juga pengen.
Siapa sih yang nggak ingin motornya penuh modif? Aku juga mau.
Hanya saja kebutuhan primerku masih terlampau banyak dan belum bisa kupenuhi
semuanya. Jadi untuk modif, maaf, mungkin belum saatnya aku menginjak duniamu.
Awal aku menulis adalah sewaktu SMA. Itupun tak ada rencana
untuk menulis. Hanya saja waktu itu ada sebuah perlombaan membuat cerpen. Akupun
juga tak sadar, mengapa aku mengajukan namaku untuk mengikuti lomba menulis.
Mungkin karena uang jajan abis, sedangkan tanggal masih berada di
tengah-tengah. Jadi anggapanku waktu itu, menulis cerpen, kemudian menang,
kemudian dapat uang. Mungkin seperti itu.
Semenjak tulisan pertama yang kuikutkan lomba berhasil
kuselesaikan. Rasanya, ada sebuah kepuasan tersendiri yang muncul. Apa ya? Aku
tak tahu bagaimana menggambarkan rasa puas yang kurasakan sewaktu menyelesaikan
sebuah tulisan. Pokoknya puas. Seperti apa ya, emmmm. Oh ya, mungkin cerita ini
bisa menggambarkan kepuasan yang aku rasakan. Dulu, aku adalah manusia paling
bodoh dalam pelajaran matematika. Bukan berarti sekarang aku telah menjadi
pandai. Bukan seperti itu. Aku tetap menjadi manusia paling bodoh. Buktinya aku
masih belajar sampai saat ini. Kemudian,waktu itu aku mencoba untuk mengerjakan
satu soal matematika. Tanpa bantuan siapapun, akhirnya aku berhasil
menyelesaikan satu soal tersebut. Setelah dicocokkan, ternyata hasilnya benar.
Nah, munculah sebuah kepuasan. Setelah itu, entah kenapa, aku jadi sedikit suka
dengan matematika.
Kepuasan yang kurasakan ketika berhasil menyelesaikan sebuah
tulisan, sama seperti ketika aku berhasil menyelesaikan soal matematika tadi.
Puas, ingin mengulanginya lagi, lagi, dan lagi. Bukan berarti menulis telah
menjadi candu. Terlalu naïf, jika aku mengatakan, aku akan mati jika tak
menulis. Siapa juga yang akan percaya. Hanya saja, setiap kali merasa risih
dengan suatu hal, ataupun ingin mengungkapkan sesuatu, atau sekedar ingin
menceritakan omong kosong. Aku memilih menulis sebagai caraku menyampaikan itu
semua.
Nah, mungkin seperti itu jawabanku jika kalian bertanya,
mengapa aku menulis.
Sebenarnya, tulisan yang berhasil aku selesaikan tak bagus. Pemilihan
diksinya juga biasa saja. Pernah aku mencoba untuk menulis dengan diksi-diksi
apik. Eh, jadinya malah nggak karuan. Ujung-ujungnya, hanya keluar dari Ms.
Word tanpa menyimpannya. Kalau kalian mengira tulisanku itu bagus, kalian
salah. Tulisanku biasa saja, bahkan tak lebih bagus ketimbang tulisan anak SD
kelas 1 yang tengah menyelesaikan tugas menulis dari wali kelasnya tentang cerita
sehari-hari.
Semua tulisanku kebanyakan menceritakan semua kejadian yang
pernah aku alami. Entah itu berupa keresahan dengan sekitar, tentang tempat
yang pernah aku kunjungi, tentang perasaanku terhadap seseorang, atau mungkin
tentang masa laluku. Aku masih tak mampu jika menuliskan mengenai segala
sesuatu yang sama sekali belum pernah aku alami atau kunjungi. Meskipun
berlembar referensi disodorkan padaku, menuliskan apa yang belum pernah
kualami, bagiku sebuah kemustahilan. Karena bagiku, menuliskan tentang apa yang
pernah kualami (masa lalu) adalah sebuah upaya mengakrabkan diri kepada diri
sendiri agar semakin mengenal siapa diri kita. Hanya seperti itu.
Kalau masih penasaran atau tak paham dengan yang aku maksud,
menulis saja (bukan keharusan). Atau kalau terlalu berat menulis, menyalinlah. Bukankah
peradaban dimulai dari menyalin? [] masupik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))