Jumat, 21 November 2014

Be Smart But Nekat

Siang-siang gini enaknya minum es kelapa muda ditemani cewek yang duduk di samping kita dan siap memberikan service spesialnya buat kita. Nah seperti itu yang disebut surga dunia atau bahasa populernya #BahagiaItuSederhana....sederhana ndasmu? Hahaha.

Gue nggak terlalu pandai bahkan memang tak pandai kalau harus berbasa-basi untuk memulai suatu hal. Bahkan kebanyakan kalau gue basa-basi, bisa-bisa gue malah lupa apa yang mau gue omongin. Dan terakhir gue basa-basi sama cewek itu...gue digampar sih. Gimana mau nggak digampar, gue basa-basi pas ada ibu-ibu hamil yang udah mau mbrojol jabang bayinya nanya arah ke rumah sakit, eh gue malah basa-basi, pake modus segala. Jadi ya gue maklumi. Gue maklum digampar, wong mau gue bales ngegampar ada suaminya. Jadi ya maklum aja. Itu namanya apes. Catet!

Nah kali ini gue nggak sengaja lagi nih, keinget masa-masa jadi mahasiswa. Ganteng-ganteng gini gue juga pernah kuliah lho. Asal lo tahu aja, gue kuliah fakultas ekonomi prodi managemen, keren nggak tuh? (Sombong dikit). Padahal fakultas apapun itu nggak bisa dipake bangga-banggaan. Kehidupan kuliah gue mah biasa aja. Berangkat kuliah, duduk, dengerin dosen cerita, dapet tugas, kalo males masuk kelas paling ya bilyart, kalo nggak gitu ya ngecengin ABG di alun-alun kota. Pokoknya wajar kayak mahasiswa lainnya lah. Tapi nggak tahu kenapa temen-temen pas ada tugas kok malah nyuruh gue buat ngerjain. Nggak masalah sih kalau cuman satu orang yang minta tolong, tapi ini hampir setengah dari mahasiswa yang ada di kelas minta tolong supaya tugasnya gue kerjain. Kriting-kriting deh jari gue. Pertama kali sih cuman ucapan "terima kasih Fil!", "thanks ya!", pokoknya semua ucapan makasih dari berbagai negaralah yang gue dapet. Dan gue rela-rela aja asal absen di kelas atas nama gue Ahmad Luthfil Hakim penuh selama satu semester (meskipun gue sendiri jarang masuk kelas) entah cara mereka seperti apa gue nggak peduli. Yang penting absen penuh dan gue bisa ikut ujian.

Nah...waktu itu gue nggak sengaja nih ikut mata kuliah manajemen pemasaran. Nama dosennya aja keren, Pak Syaikhu. Karena lidah-lidah gue sedikit mlenceng, apesnya Pak Syaikhu, namanya di mulut gue jadi Psycho. Hehehe. Tapi gue harus ngucapin banyak terima kasih sama Psycho, karena pas gue nggak sengaja ikut mata kuliahnya, gue jadi tahu mengenai "Barang dan Jasa" dan serba-serbinya. Setelah ini merupakan titik balik gue ketika mengerjakan tugas temen-temen.

Pertama kali kan hanya berupa ucapan terima kasih yang gue dapet dari mereka, padahal gue udah menawarkan jasa bahkan sebenernya mereka sendiri yang meminta jasa gue buat ngerjain tugas. Setelah gue otak-atik nih otak dan semua biaya kelelahan yang gue keluarin setelah ngerjain tugas mereka. Akhirnya gue nemuin rumus sederhana :

Pg/p = Jumlah Anak x Harga Sampoerna Mild

Keterangan :
Pg = Pengorbanan gue
p = Provit
Jumlah Anak = Jumlah temen yang minta tolong ke gue
Harga Sampoerna Mild = Harga standart rokok kesukaan gue
Asumsi : kalau yang minta tolong nggak doyan rokok, maka snack seharga dengan rokok sampoerna mild harus disediakan oleh pihak terkait.

Nah dari rumus sederhana itu, akhirnya gue setiap kali ngerjain tugas mereka, gue dapet banyak keuntungan. Meskipun nggak dapet mentahannya (baca: duit), setidaknya jatah rokokku sampai ada tugas berikutnya selalu tercukupi, bahkan lebih. Dan tak jarang gue juga dapet beberapa makanan yang bagi lidah gue masih terhitung belum pernah nyobain. Pasti kalian bertanya-tanya, apa temen-temen gue nggak merasa terbebani dengan biaya yang dikeluarkan? Gampang aja gue jawabnya, sekarang lebih milih mana antara duit buat jatah rokok gue sama nilai? Hehehe. Kalau nggak mau pake jasa yang gue tawarkan juga nggak masalah, toh sebenernya mereka sendiri yang minta malahan. Gue kan cuman mencoba menjadi manusia normal. Masak capek-capek ngerjain tugas, gue cuman dapet ucapan terima kasih? Nggak etis banget kan? Dia dapet nilai, bahkan kadang IPK mereka lebih bagus ketimbang gue yang jelas-jelas gue yang ngerjain tugasnya. Dan jaman sekarang mana ada orang yang rela begitu aja tanpa ada transaksional ketika dimintai tolong? Ya meskipun masih ada sih. Hehehe. Pokoknya saling pengertian lah, sesama mahasiswa gitu. Yang setuju angkat kutang! (Nah lo?) *end

Jadi itulah sedikit gambaran gue ketika menjabat sebagai mahasiswa. Jadi untuk kamu yang mahasiswa, alangkah baiknya memanfaatkan keadaan yang ada. Ya meskipun harus agak kejam sedikit sih, tapi kan manfaat untuk kedua belah pihak bisa terpenuhi. Seperti lirik lagu lah, "di sini senang, di sana senang". Kalo lo dapet nilai, maka gue juga harus dapet "nilai" juga. So, be smart but nekat. Cayooo. [] masupik

Rabu, 19 November 2014

Sentuhan Basah

"Kangen...kangen...kangen...." Sapaan awal dari sosok wanita temen deket gue lewat salah saru jejaring sosial.

Tak ada yang aneh memang dengan sapaan barusan. Hanya saja karena sapaan itu aku teringat kembali ke masa lalu gue saat masih berpacaran dengan salah seorang cewek yang tengah menyelesaikan pendidikan bidannya.

Sinta panggil saja demikian, dan panggil gue Rama. Hehehe. Tenang ini bukan cerita tentang pewayangan yang menceritakan kisah cinta yang menjadi bibit-bibit cinta di masa sekarang, di jaman yang katanya serba modern. Atau mungkin sebaliknya, serba kuno; jadul; antik? Ah...sudahlah, kita bahas lain waktu saja.

Gue teringat ketika Sinta mengucapkan kata "kangen" dengan penuh manja, penuh hasrat tepat di samping gue. Duh, rasanya leleh, lumer, mengembun badan gue waktu itu. Ditambah pelukan hangatnya dan kecupan mesranya di bibir gue, this is heaven you know? Sebenarnya perasaan gue waktu itu nggak bisa diucapkan, dituliskan, dan diungkapkan hanya dengan rangkaian kata-kata indah bak penyair, tapi mau gimana lagi, namanya tulisan yang memang penuh kata-kata. So, jadi demikianlah perasaan gue waktu itu, seperti yang udah lo baca barusan.

Dihiasi pemandangan desiran ombak, pasir putih yang agak kotor, dan pantai yang tak terlalu cantik pemandangannya, kami menikmati setiap detik jarum jam berlalu. Kami menghayati setiap kepakan burung yang terlihat sedang melintas waktu itu. Kami mencoba memahami arti dari setiap tatapan mata yang kami buang satu sama lain secara bergantian. Waktu seolah bergerak lambat. Kepiting yang baru saja keluar dari sarangnya untuk mencari secercah rizki Tuhannya pun bergerak melambat seperti adegan di film "Matrix". Melambat tak bersua, namun kami berdua tak terpengaruh dengan kajian waktu di sekitar kami. Kami tetap bercengkerama mesra, kami tetap saling menghangatkan dengan canda tawa, kamipun tetap tersadar di tengah mabuknya fikiran ini akan sebuah hasrat.

Waktu telah menua, sinar mentari hangat yang tadi kami nikmati, kini berbalik menyerang dengan pancaran radiasinya yang panas. Meski jarak puluhan bahkan ratusan juta kilometer memisahkan bumi dengan sumber kehidupan tersebut, panasnya tetap tegar dan tegak menyinari bumi yang hijau lebat indah ini. Gue tak pandai merayu kala itu dan sampai sekarang masih sama. Namun gue tahu apa yang dibutuhkan Sinta di tengah hawa panas nan kering ini. Pelukan? Bukan, bukan itu yang dia butuhkan saat itu. Lantas apa? Yang dibutuhkannya adalah sentuhan basah yang menenangkan hatinya dan kembali menyegarkan setiap langkah kecilnya. Apa itu sentuhan basah yang kau maksud? Soal apa sentuhan basah itu, sepertinya tak senonoh jika aku tuliskan dalam bentuk kalimat tunggal maupun ganda. Bahkan sajak percintaan yang telah ada jauh sebelum kami berdua kenal pun tak bisa mengungkapkan dan mendefinisikan apa itu sentuhan basah. Sudahlah, kalau lo pada tahu ntar malah lo praktekin.

Hari semakin menua dan menua. Senja di ufuk barat menandakan ini waktunya burung kembali ke sangkar. Entah apa yang telah diperbuat oleh si burung ketika di luar sangkar, sangkar tak peduli. Yang terpenting, saat si empunya burung melihat isi sangkar, burung-burung sudah menghiasi sangkar yang memang dibuat untuk kenyamanan dan rasa aman si burung, begitulah. Kami berdua pun pulang. Diiringi pelukan hangatnya, gue berbisik untuk diri gue sendiri "terima kasih senja" dan gue pun tersenyum manis memandang Sinta yang tengah mencoba melawan pancaran sang senja dengan bersembunyi di belakang punggung gue. Dan tetap, pelukan hangatnya tak mampu menandingi hangatnya mentari meski telah senja. *end

Hari itu di sebuah pantai, kami meninggalkan jejak berupa cerita yang akan gue ingat. Tak tahu entah sampai kapan gue harus mengingatnya. Kalau semesta adalah milikMu, maka aku adalah milikmu yang kau ciptakan untuknya. [] masupik

Senin, 17 November 2014

Ego Tuhan

"..."

"Hmmm...." Hembusan nafas keputus asaan yang mendalam.

"Sudahlah, pasti ada jalan untuk itu semua." Aku mencoba menghibur. "Ya, memang rasanya sakit, tapi kalau kau tetap seperti ini akan lebih sakit lagi!" Tambahku.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir manis bergincu miliknya. Tapi aku yakin, dia akan menamparku setelah ini. Paling tidak beberapa detik kemudian akan ada air mata membasahi pipi lesung dengan make up yang tertata cantik miliknya. Tinggal menunggu saja sampai ada isakan ingus dari mancungnya hidung semampai yang menambah cantik parasnya. Atau dalam hitungan menit pasti akan ada banyak tissue tercecer berserakan menghiasi lantai di sekitar kaki mungilnya yang sering dihiasi oleh sepatu balet kecil yang menawan.

Aku beranjak dari berdiriku yang sedari tadi memunggungi dia ke arah tempat duduk yang ada di samping kirinya. Aku berjalan di depannya dengan sedikit berat dan sewaktu badanku teapt berada di depannya, dengan tangan kanannya yang panjang, dia menghentikan aku. Seperti tangannya berbicara "sudah, jangan mencoba menghiburku. Aku hanya ingin memikirkan apa yang barusan terjadi. Kamu diam saja di sana." Akupun menurut bak anjing yang sedang menunggu majikan memberi aba-aba selanjutnya.

Akhirnya aku tetap berdiri namun kali ini aku berdiri tepat di depan hadapannya. Masih belum ada kata yang keluar dari bibirnya yang mulai mengernyit. Aku rasa inilah saatnya air mata yang telah aku prediksi sebelumnya akan keluar deras. Sebentar lagi, tunggu saja!

"Kau bisa belikan aku air minum?" Pintanya lirih.

Suaranya mulai terasa bergetar, intonasi yang keluar dari tangga nada suaranya tak seperti biasanya. "Kamu mau atau tidak?" Dia mengulangi permintaannya.

"Oke, aku akan ke sana dan kembali membawakan kamu minum. Tapi janji kamu jangan melakukan hal yang membahayakan nyawamu!" Pintaku.

"Terserah Tuhan akan menggerakkan anggota badanku seperti apa. Bukannya itu yang acap kali kamu suarakan dengan lantang ketika bahagia?" Celotehnya mengagetkanku.

Dahiku mengernyit dalam. Otakku terus berfikir mencoba menerka apa yang dia maksud dan apa yang akan dia rencanakan setelah ini. "Tunggu sebentar, aku segera kembali!"

"Oke. Tapi ingat aku tak mempunyai satu janji apapun denganmu."

Aku tak peduli dengan ucapannya. Aku hanya akan pergi membeli air minum agar bisa membasahi tenggorokkanmu. Tunggu saja.

"Minumlah! Kau akan segera kuantar pulang." Kusodorkan air minum yang berhasil aku beli dari sebuah toko yang kebetulan tak jauh dengan posisiku.

Dengan tangan cuek, dia mengambil air minum yang kusodorkan padanya. Diteguklah air itu sampai hampir setengah dari kondisi penuh. "Terima kasih." Katanya.

"Ayo bergegas, akan kuantar pulang." Ajakku. "Aku tak mau dicap sebagai orang yang tak bertanggung jawab. Aku yang meminta ijin pada orang tuamu untuk kuajak keluar dan mereka mengijinkan. Dan sekarang aku harus mengembalikan putrinya kembali ke rumah dengan selamat seperti sebelum kuajak kau keluar."

"Kau bilang tak mau dicap sebagai orang yang tak bertanggung jawab? Cuih." Dia meludah dengan ekspresi tak sependapat denganku. "Kalau kau memang bertanggung jawab, seharunya kau meyakinkan orang tuamu bukan malah menuruti ego mereka."

"Aku sudah berusaha tapi kau tahu kan bagaimana hubungan orang tuaku dengan keluargamu?" Aku mencoba membela diriku sendiri.

"Itu salahmu! Kenapa kau memberi tahu siapa sebenarnya aku pada mereka. Kau yang bodoh!" Nada kasarnya mulai memenuhi ucapannya.

"Kau bilang itu salahku? Sekarang lihat dirimu sendiri, apa kau berani bilang dengan orang tuamu tentang keluargaku? Tak pernah bahkan mungkin tak akan pernah terjadi." Aku mengambil nafas panjang dan mencoba tak terpengaruh dengan emosinya. "Mari kuantar kau pulang. Ada banyak orang, jangan di sini kalau kau mau menamparku. Bukan aku malu, tapi tak baik dilihat orang banyak. Mari!"

Dia menurut begitu saja, sekarang dia yang menjadi anjing dan aku majikan.

Di perjalanan pulang, hanya pelukan erat yang berbicara dari dirinya dan aku hanya berusaha menjaga fokusku mengendarai motor yang telah memberikan berjuta kenangan selama bersamanya. Bersama dia yang tetap kucintai meski Tuhan menjodohkannya dengan yang lain.

***

Malam itu, saat bulan tak menampakkan dirinya sebagai cahaya di malam hari. Dan saat itu saat dimana banyak manusia yang menikmati kemerdekaannya setelah terbelenggu dengan ego Tuhannya. Saat itulah kejadian itu terjadi dan aku hanya bisa mencoba menghapus air matanya saat ini, saat terakhir aku bisa bertemu dengannya. [] masupik

Sabtu, 15 November 2014

Melati

Tersebutlah sebuah nama samaran (panggil saja Melati). Sebongkah daging seperti kita yang bernyawa, berparas cantik, memakai hijab dengan aksen modern, dan yang lebih penting sudah punya cowok (denger-denger sih cowoknya itu bla...bla...bla...).

Melati menempuh pendidikan kuliahnya di salah satu ibu kota propinsi di negara Indonesia. Tepatnya salah satu propinsi di pulau Jawa bagian tengah, di salah satu politeknik yang kenamaan di kotanya. Kalau hitungan asal-asalanku benar, sekarang dia semester 5. Sedangkan cowoknya sendiri sedang menempuh pendidikan kuliahnya di kota Malang di salah satu universitas negeri yang termashur. Prodi apa ya...lupa gue. Kalau seinget gue prodi yang diambil cowoknya Melati itu berhubungan dengan hukum tapi apa ya...lupa pokoknya. Intinya dia kuliah di Malang semester 3.

***

Gue kenal Melati saat masih duduk di bangku SMA dan selama 3 tahun berturut-turut selalu satu kelas. Sebenarnya juga bosen sekelas melulu, gak ada tampang baru, yang ada hanya tampang keriput yang gue sendiri udah bosen ngeliat. Masih untung-untungan gue pas ngeliat tampang temen sekelas gak mual lantas muntah di setiap wajah mereka. Atau mungkin biasanya gue kalau liat muka orang yang bikin bosen itu langsung boker dikit di celana, untung aja gak kayak gitu.

Yang bikin gue bosan selama 3 tahun sekelas dengan hasil pembuahan setiap orang tua mereka bukan karena tingkah mereka, tapi karena wajah mereka. Ya, wajah mereka yang terlihat jelas berwajah mesum tapi tertutup dengan kepolosannya. Sehingga ketika mereka berbuat mesum dengan lihainya bilang "maaf ya aku tadi gak bermaksud mesum, aku kan anaknya polos jadi gak tahu." Enak banget mereka. Njir!

Kembali ke sosok Melati. Di tengah wajah-wajah mesum mereka, terselip paras cantik nan menawan milik Melati. Tubuh seksi yang mendekati kurus miliknya menambah nilai plus dari parasnya. Mengenai rambutnya seperti apa, gue sendiri gak begitu tahu, masalahnya Melati pas di sekolah kan pake hijab. Oh ya, bibirnya men. Bibirnya Melati begitu merekah seperti bibir yang terkena efek camera 360. Jadi kepengen gue cium itu bibir. Hehehe. Kalau masalah kecerdasan sih Melati bisa digolongkan sebagai anak pintar tapi kadang juga bisa masuk ke golongan anak yang (maaf) bloon. Alasannya, hanya aku, Melati dan Tuhan yang tahu. :p

Hubungan gue sama Melati sih hampir pernah menyentuh daerah pacaran. Gue bilang hampir karena memang gue sendiri nggak pernah nembak Melati dan Melati sendiri juga nggak pernah bilang kalau dia mau jadi cewek gue. (Ya iyalah, gue aja nggak pernah nembak. Jadi gue ya yang bloon). :D

*ceritanya ini udah kelas 3 semester II*
Hubungan gue yang udah jauh dari Melati, harus semakin jauh karena gue sempet nyekik cowoknya Melati. Ceritanya panjang bingits, tapi gue akan mencoba menceritakan sekenanya.

Alkisah saat itu hari Jum'at pagi menjelang siang. Pelajaran PKn harus kami terima sebelum kelas dipulangkan. Di tengah-tengah pelajaran yang bikin gue eneg itu ada waktu jeda istirahat 15 menit. Di waktu itu gue capcus ke kantin demi menyelamatkan nyawa gue dari PKn. Sarapan, minum es jeruk, ngemil, dan yang terakhir yang gue lakuin di kantin adalah membawa cemilan untuk di kelas. Waktu itu gue bawa keripik ketela. Semua tampak baik-baik saja sesaat sebelum gue mau masuk ke kelas yang tinggal 20 menitan itu.

Di depan pintu kelas, gue yang masih ngemil keripik, datanglah Melati dan kampret-kampretnya dengan terengah-engah. Setelah menata nafas pendeknya, Melati mendekat ke gue seraya minta keripik yang sedang asyik gue lahap. Gue yang seketika itu menyodorkan tangan kiri agar Melati bisa ngambil sendiri keripik semaunya, dan tangan kanan gue yang membawa keripik yang mau gue jejelin ke mulut gue sendiri. Yang terjadi malah sebaliknya, Melati langsung nyodorin mulutnya ke tangan kanan gue. Dalam hati sih gue udh ada prasangka buruk, "kalau kejadian ini di liat sama kampret-kampretnya Melati, pastinya si kampret bakal bilang sama cowoknya dan DUAARRR, gue pun bakal duel nih." Dan alhasil, hari Sabtunya terjadilah insiden gue nyekik leher cowoknya Melati yang masih bau popok (cowoknya Melati emang adik kelas). Namun sayangnya, belum puas gue nyekik dan ritual-ritual perkelahian lainnya, gue udah harus dipisah sama temen sekelas gue yang sok-sok an mau jadi pahlawan. *end

Itulah alasannya hubungan gue sama Melati merenggang jauh. Ditambah lagi Melati kuliah nun jauh di sana. Ya emang hanya perlu waktu 3 jam biar bisa nyampe di kos nya Melati, tapi entar malah pas nyampe di kosnya, gue dikira mau merkosa dia, repot kan?

Tapi seenggaknya sekarang hubungan gue sama Melati sedikit membaik, setelah beberapa waktu yang lalu pas gue di Malang, gue nggak sengaja ketemu sama cecunguk bau popok itu dan bisa bercengkerama sekenanya. Meskipun dia dulu sih yang nyapa gue. Hehehe.

Postingan ini gue tujuin untuk mengenang jasa Melati yang udah berhasil bikin gue masuk BK dengan tuduhan penganiayaan dan pencekikan terhadap adik kelas yang polos. Njir. [] masupik

Kamis, 13 November 2014

Khoiru Umuri Ausatuha

Kenapa banyak cewek galau? Jawabannya gampang banget. Kenapa banyak cewek galau? Karena kalau cowok galau gak pantes. Kalau ada cowok galau mendingan besok pake leging atau daster ibu-ibu aja. Daripada ngerusak image spesies kaum cowok. Itu menurut gue, kalau lo? *skip*

***

Mendung menyelimuti kota "tuak" Tuban. Tuak adalah minuman fermentasi dari air pohon aren --legen-- yang dibiarkan beberapa hari agar kandungan alkohol keluar. Sehingga tuak sendiri memabukkan. Kemudian legen sendiri adalah air yang keluar dari pohon aren. Air ini sama sekali gak mengandung alkohol sehingga boleh untuk dinikmati. Apalagi dicampur dengan dinginnya es batu dan dinikmati di siang yang terik, cesss...segernya bukan main.

Dalam kesempatan kali ini gue mau ngucapin #SelamatHariPahlawan #SelamatHariJadiTuban #SelamatHariAyah dan #SelamatHariKamis serta tak lupa selamat membaca postingan demi postingan di blog gue ini. :))

***

Gue mau sedikit bercerita. Kemarin gue mendapatkan SMS dari seseorang yang sudah kenal gue, meskipun belum lama mengenal gue tapi dia udah nganggep gue sebagai kakak laki-lakinya. Dia juga sering bercerita mengenai hubungannya yang terpisah jarak dan dunia. Dia (sebut saja Donna) berada di bumi sedangkan cowoknya berada di galaxy andromeda nun jauh di sana "hahaha". Nggak-nggak, gue becanda yang soal galaxy andromeda, selebihnya serius. Donna sedang nenempuh pendidikan kuliahnya di Semarang, sedang cowoknya lagi menggeluti kuliahnya di Bandung. Ya kira-kira terpaut jarak 12 jam lah kalau mereka ingin ketemu.

Setiap kali Donna cerita mengenai cowoknya yang nggak pernah ngabarin dia, gue selalu manas-manasin si Donna. Gue bilang kalau cowoknya udah punya cewek lagi lah, cowoknya udah gak suka Donna lagi lah, cowoknya sukanya cowok lah, cowoknya lebih suka sama gue ketimbang dia lah, dan lain-lain lah. Oh ya, gue juga kenal sama cowoknya karena cowoknya Donna pernah satu atap sama gue. Dan gue juga pernah bilang sama cowoknya kalau punya cewek lebih dari satu itu gak apa-apa asal nggak ada yang ngerti antara cewek satu dan yang lainnya. Ya...tentunya gue bilang gitu dengan nada becanda. Soal dianggap serius sama cowoknya Donna, gue udah lepas tanggung jawab.

Dalam SMS nya Donna kemarin, dia berulang-ulang bilang kalau gue pandai lah, pintar lah. Dan kayaknya gak hanya SMS yang kemarin dia bilang seperti itu, SMS nya yang jauh-jauh hari juga sering bilang kalau gue pandai, pintar, genius dan lain-lain. Sebebarnya sih gue udah merendah dan ngeyel kalau gue sama sekali gak pandai. Gue bisa ngomong ke dia omongan itu --yang dianggapnya sebagai penilaian kalau gue pandai-- kan perkara gue lahirnya lebih dulu ketimbang Donna. Ya ibaratnya jam terbang gue di dunia kan lebih banyak ketimbang Donna, jadinya gue bisa nasehatin dia soal cowoknya dan kadang juga gue sering menebak kalau cowoknya seperti ini itu tandanya kenapa. Contohnya nih, saat itu dia pernah cerita kalau cowoknya marah besar sama dia. Gue lantas tanya sama Donna apa yang cowoknya bilang pas marah. Donna pun cerita panjang dan lebar. Gue sebagai orang bijak nih ceritanya *wenak*, gue pun bilang sama Donna klau cowokmu tuh gini, gini, gini. Kemudian Donna pun tanya sama cowoknya, dan ternya benar. Cowoknya marah dengan alasan yang sama seperti apa yang gue bilang sama Donna *wih...gue bakat dukun ternyata*. Setelah nasehat dari gue tadi, mereka pun hidup bahagia.

Mungkin dengan alasan itulah Donna bilang kalau gue pintar dst. Tapi gue sebenarnya gak begitu suka kalau di bilang pandai atau pintar atau mungkin genius. Alesan gue sih sepele, gue orang bodoh buktinya aja gue masih belajar dan terus belajar. Kalau gue pandai mah...nggak perlu belajar lagi, bener kan? Selain itu, penilaian pandai kan beragam dan mungkin orang lain pun banyak yang nggak setuju kalau gue pandai. Dan karena sebuah hadis yang bunyinya "khoiru umuri ausatuha" yang artinya sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang tengah-tengah. Artinya jangan berlebih-lebihan dalam melakukan atau menilai seseorang. Janganlah pula under estimate pada seseorang. Pokoknya jangan berlebih-lebihan dan jangan kurang bahkan sangat kurang. Kalau lagh dangdut sih bilangnya "yang sedang-sedang saja". Karena alasan itu lah gue gak mau dibilang pandai, bahkan gue lebih seneng kalau gue dibilang goblok, bodoh, bego dan lain-lain yang menjadi  Hehehe 8D *end*

Kalau lo sebelum, saat, dan setelah nembaca postingan ini mengalami mual, pening yang teramat, "eneg" dalam berpikir dan hambar dalam bertindak. Gue selaku orang yang menulis postingan ini gak bertanggung jawab dan nggak mau nanggung segala akibat yang terjadi dikarenakan postingan ini. Semoga lo menjadi orang bijak dalam kehidupan sehingga setelah lo membaca dan berkunjung di blog gue, ninggalin jejak berupa komentar dalam setiap postingan. *fakir komentar* hahaha.[] masupik

Jumat, 07 November 2014

Perokok Berat Ngomongin Bahaya Rokok

Hoaaammmm....
Siang-siang kayak gini enak banget kalau tidur, ditemani para mantan dalam satu selimut tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh. Duh, jadi horni sendiri gue. :p

Bentar-bentar, gue mau nyapa para blogger yang budiman nih. Selamat siang, selamat menjalani panasnya terik matahari, dan selamat buat lo yang telah berhasil membaca postingan gue yang ini. Ditemani 3 bungkus rokok (2 Marlboro dan sebungkus Gudang Garam Surya), gue akan ngomongin bahaya rokok dari pandangan softlens gue. #Wenak

Pastinya dan mungkin kalian bertanya-tanya dan banyak heran, gue seorang perokok berat, ngomongin bahaya rokok! Mungkin itu yang ada di benak kalian. Ibaratnya, seorang anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tugasnya nangkepin pejabat-pejabat yang korupsi, kok malah dia korupsi sendiri. Yang lebih aneh lagi, dia yang korupsi, dia yang nangkep sendiri. *geleng kepala* Ya mungkin itu analogi seorang perokok berat ngomongin bahaya rokok.

Tapi ada benarnya juga seorang perokok berat memberi informasi pada khalayak mengenai bahaya rokok. Gue udah berkecimpung di dunia rokok dan mengetahui seluk beluk akibat dari rokok yang gue hisap setiap harinya. Karena alasan itulah, informasi yang bakal gue share, pastinya bukan berita boong dan juga bukan berita yang gue kopas dari media lain. Sekarang gini, bagaimana seseorang bukan perokok bahkan sama sekali nggak pernah ngicipin rokok, tiba-tiba dengan lantang gembar-gembor kalau rokok itu bahaya, bisa bikin impoten dan lain-lain? Oke, dia bisa dapat pengetahuan itu dari pengalaman orang lain. Tapi apakah pengalaman orang lain yang diceritakan sama dengan rasa sakit yang dia rasakan? Oleh karena itu, gue seorang perokok berat, berani ngomongin bahaya rokok. *yeah*

Oke, langsung aja gue tulis beberapa bahkan--kalau mugkin gue males--cuman satu yang gue tulis apa akibat dari rokok.

Bahaya rokok yang pertama adalah semua yang ditulis di kemasan luar rokok. Dari merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi, gangguan kehamilan dan janin, sampai kemasan rokok yang baru dengan gambar-gambar menyeramkan. Atau mungkin bagi kalian yang berada di luar negeri akan ada peringatan seperti ini di kemasan rokok " goverment warning : smoking killed" (kalau gak salah tulisannya kek gitu). Itu bahaya yang pertama.

Bahaya rokok yang kedua adalah ngabisin uang. Apalagi kalau kita lagi kumpul-kumpul, bisa-bisa 2 s/d 3 bungkus rokok ludes dalam sekali duduk. Bayangkan kalau uang buat beli rokok kita tabung, pastinya setahun ke depan hasil tabungan itu bisa kita buat naik haji dan ngelamar anak pak kepala desa. 8D

Dan bahaya yang terakhir yang bisa gue tulis adalah lo akan mudah akrab dengan seseorang yang sebelumnya belum lo kenal hanya dengan rokok. Contohnya gue sendiri.

Waktu itu gue sedang perjalanan naik bus Surabaya - Semarang. Gue ambil kursi yang yang sebelah kanan ( yang tertata tiga-tiga itu loh). Di kursi tersebut udah ada penumpang bapak-bapak yang lagi tertidur pulas. Mungkin korban hipnotis, atau mungkin cara yang digunakan bapak ini biar kalau ada pengamen nggak dimintai uang receh.

Gue duduk dengan tenang tanpa ada rasa curiga apapun, tentunya gue juga tetep berjaga. Namanya juga tempat umum, hal-hal yang di luar rencana kita pasti sering terjadi. Selang beberapa saat si bapak terbangun dengan iler yang menghiasi bibir dan ada yang netes di kemejanya. Mengetahui ada iler yang muncrat, si bapak dengan sigap mengusap ilernya. Gue hanya ngelirik kecil kekonyolan bapak tersebut.

Setelah iler telah hilang sirna, si bapak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku kemejanya. Gue tenang-tenang aja, kalau toh si bapak berniat jahat, paling-paling cuman pisau. (Jiah). Namun bukan pisau atau benda lain yang bisa digunain buat ngerampok, tapi sebungkus rokok 234 (baca: djisamsoe). Setelahnya, tangan si bapak ini menjulur ke arah gue seraya berkata "rokok nak!". Duh, gue jadi terharu bukan main terhadap sikap bapak ini yang heroik (apa coba?). Udah gue bilang konyol eh malah nawarin gue rokok. Semenjak tawaran itu bergulir, gue pun jadi akrab dengan bapak yang gue sama sekali nggak kenal. Dan perjalanan gue pun dihabiskan dengan menghabiskan rokok si bapak tersebut. Hehehe.

Itulah bahaya rokok menurut gue pribadi, seorang perokok berat. Sebenarnya yang nomor 3 nggak bisa dibilang bahaya. Tapi mungkin juga bisa menjadi bahaya besar kalau memang tawaran rokok dari orang yang gak kita kenal hanya modus. Atau mungkin, rokok yang dia tawarkan udah ada obat tidur atau semacamnya. Bisa jadi yang lebih mainstream lagi, dalam rokoknya udah ada racun tikus? (Emang gue cowok apaan kok sampai diracun pake racun tikus). Jadi intinya berhati-hatilah! :)

So, itulah bahaya-bahaya rokok dari softlens mata gue. Mungkin pemikiran lo berbeda dengan apa yang telah gue utarain, dan itu tak apa. Akan lebih baik, jika pemikiran lo yang berbeda itu, lo share lewat kolom komentar. Itung-itung bagi pengalaman gitu, dan juga itung-itung lo sebagai pengunjung yang bijak dari blog gue ini. Hehehe. [] masupik

Senin, 03 November 2014

Bukan Postingan Galau

Em...gimana ya gue memulainya. Apa gue jungkir balik dulu 5 kali di tambah salto 2 kali sama dengan x*2 (baca : eks kuadrat). Nahlo, kok malah jadi persamaan kuadrat yang jika digambar menjadi sebuah kurva melengkung? Ah sudahlah.

Beberapa jam yang lalu gue mantengin TL salah seorang cewek yang kebetulan dulu pernah menjalin sebuah ikatan konyol yang lebih keren disebut pacaran. Kira-kira hampir 7 bulan lah pacaran. Kemudian ada yang bertanya, "lo kalo pacaran kayak gimana sih?" Ya gue jawab sekenanya, "ciuman, ciuman, dan ciuman." Pertanyaan yang aneh dan irasional. Ibaratnya akar kuadrat yang tak memiliki hasil. *abaikan*

Di TL nya terdapat foto yang foto tersebut membuat gue shock. Sebenarnya sih gak shock seperti yang ada di film-film laga Indosiar, ya palingan cuman agak kaget aja gak lebih. Oza, sebut aja nama alumni gue tadi Juliet. Juliet meng-upload foto dirinya sedang mengenakan hijab dengan warna kalem. So beautiful pokoknya. Ya betul, dulu sewaktu masih pacaran, Juliet gak pernah make hijab. Bahkan mungkin dia gak punya kerudung di lemarinya, mungkin loh ya! Dan setelah hampir 8 bulan gak pernah ketemu dan tadi iseng-iseng buka TL si Juliet, ternyata dia sudah berhijab.

Dulu pernah sih sekali dia make hijab pas gue ajak jalan, dan terlihat cantik. Gue pun gak berkata-kata mengenai hijabnya itu. Toh sama saja gue yang nikmatin paras cantiknya. Paling yang beda itu pas ciuman doang. Pas gak pake hijab, rambutnya yang terurai dan selalu perawatan salon itu yang menutupi wajahku saat menciumnya. Kalo pas make hijab, you know lah. :p

Tapi sebelum dia berhijab, dia pernah gue ajak main ke rumah, tepatnya pas lebaran tahun lalu. Sepanjang perjalan ke rumah gue, pelukan eratnya menghangatkan tubuh gue ditambah cahaya matahari. Ceritanya dulu pas gue ajak ke rumah itu naik motor ya. Selang 45 menit kemudian sampailah di rumah gue, ya lebih tepatnya rumah nenek gue lah. Sampai di rumah, yang terjadi adalah si Juliet nangis. Meski belum sampe ngeluarin air mata, tapi lagak dan nafasnya dia mau nangis. Juliet nangis bukan karena gue gigit lho, tapi dia nangis itu gegara ucapan nenek gue yang melihat dia gak berhijab. Gue lupa apa yang nenek gue bilang dulu ke Juliet. Pokoknya perkataan yang maknanya dalem. Ya meskipun sebenarnya nenek gue gak bermaksud bikin nangis sih, tapi mau gimana lagi, udah terjadi.

Melihat Juliet diperlakukan kejam oleh nenek gue, gue pun dengan sigap seperti pahlawan kepagian ngajak Juliet keluar cari makan dan udara segar. Baru di perjalanan nyari makan inilah, teresan air mata Juliet mengalir deras dengan tambahan pelukannya yang semakin erat di perutku. Hampir mati gak bisa nafas saat itu. Dan dengan sedikit gurauan dari bibirku, akhirnya Juliet menyudahi air mata muncrat lebih banyak lagi. *end*

Mengenai sekarang dia memakai hijab, aku tak tahu apakah itu gara-gara ucapan nenek gue dulu. Yang jelas gue juga seneng dia sudah berhijab, ya meskipun gak sama gue lagi. Tuh kan jadi sedih gue! Hayo tanggung jawab pokoknya. Dan intinya, lo mau pake hijab atau nggak itu semua pilihan lo. Bukan gue ataupun orang-orang sebelum gue, lo make hijab it's oke, lo gak make hijab juga oke. Dan sekali lagi kutegaskan, ini bukan postingan galau. :p [] masupik