Turuti atau mungkin lebih tepatnya patuhi. “Patuhi nasehat
orang tuamu, atau celaka akan menghantuimu.” Sebongkah wejangan yang mengerikan.
Itulah yang membuatku berfikir keras setelah beberapa waktu yang lalu aku
sempat melihat kejadian yang kalau orang normal pasti udah merinding.
Jadi begini, waktu itu aku sempet horni, eh maksudnya sempet
diajak temen buat nemenin temen, nemenin temennya temen, nemenin temen.
Abaikan! Intinya aku diajak buat nemenin dia ke Negara kurcaci. Ah becanda
mulu, serius-serius. Aku dia ajak temen buat nemuin seseorang untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lho, emang apa yang terjadi? Apa dia
mengumandangkan perang dunia kurcaci ke-3 atau dia seorang Pangeran yang nggak
sengaja memperkosa kera ketika dia mabuk? Ceritakan padaku!
Temenku – Zaenal (nama asli) – punya kakak ipar nih
ceritanya. Lha kakak iparnya si Zaenal itu beberapa hari yang lalu, pergi ke
sebuah acara adat di sebuah desa. Penduduk setempat dan mungkin di daerah
kalian menyebutnya “Haul”. Ya benar, acara pengajian yang diselenggarakan untuk
memperingati orang yang sudah lama meninggal dan biasanya orang yang sudah
meninggal tersebut semasa di dunia memiliki perilaku baik dan memberikan banyak
manfaat kepada lingkungannya.
Ceritanya kakak iparnya Zaenal itu naik motor bersama sang
istri dan kedua anak perempuannya yang masih sering ngisep ingus. Di acara
tersebut memang sangat ramai nih, biasalah namanya juga acara besar-besaran,
pasti yang datang juga membludak tumpah-tumpah. Saking banyaknya pengunjung, aku
aja bingung bedain mana jalan raya mana kaki orang, mana kepala mana aspal. Bahkan
saking banyaknya orang yang datang, sampai-sampai nggak ada pembatas antara
fasilitas umum dan rumah warga. Semua “dianggap” dan “dijadikan” fasilitas
umum. Dari musholla, kamar mandi, bahkan yang lebih parah, anaknya sendiri
dijadiin fasilitas umum. Parah banget kan?
Karena banyaknya pengunjung yang datang berbondong-bondong
dari desa tetangga dan ada juga yang dari nun jauh di sana. Pastinya juga
banyak motor yang berkeliaran bak sarang semut kita siram air. Nah, waktu kakak
iparnya itu sedang asyik berkendara santai; selow; woles, tiba-tiba dari arah
berlawanan ada anak “baik-baik” mengendarai motor dengan kecepatan tak lebih
dari jalannya kura-kura. Ya kalau itung-itungan di speedometer sih 100 kmh-lah.
Lha namanya banyak orang, banyak anak-anak berceceran, banyak mobil
berterbangan ke kiri ke kanan, bukannya dia saling menghormati dalam
berkendara, eh malah menjadi. Alhasil, DUAAARRRRRR!!!! (kejadian selanjutnya
yang terjadi antara si anak “baik-baik” dengan kakak ipar temen aku tadi tidak
bisa diungkapin dengan kata-kata yang tersusun dari huruf A-Z).
Setelah kejadian, kakak ipar temenku dan istri serta
anak-anaknya otomatis cidera. Dari jari kelingking tangan kanan patah, jari
kaki penuh jahitan, tulang rusuk geser, kaki keseleo, bibir pecah-pecah, panas
dalam, sampai sakit tenggorokkan. Coba bayangkan, parah banget kan? Kemudian si
tersangka nih, katanya lengannya lepas, jidat ancur, hidung ambles, bibir
sariawan, susah buang air besar sampai kabar terakhir tuh dia jadi zombie dan
ikutan di game “Plant VS Zombie”. Parah banget lah. Namun aku bersyukur, semuanya sudah ada di puskesmas
terdekat setelah kejadian. Bayangin kalau setelah kejadian langsung ke masjid
terdekat, bendera kuning bakal berkibar di gang masuk rumah masing-masing kan?
Nah, kemudian si anak “baik-baik” dan pihak keluarganya tak
ada omongan kekeluargaan dengan pihak kakak ipar Zaenal. Simpelnya sih, tak mau
bertanggung jawab-lah. Oleh sebab itu, aku diajak Zaenal buat nemuin si
tersangka di desanya.
Malam itu kan malam ya, langit gelap, bintang berwarna putih
terang, tapi mendung. Aku dan Zaenal meluncur untuk mencari harta terpendam
Christopher Colombus yang kabarnya tengah dijadikan rebutan antara CIA dan BIN.
Nah karena tak mau kedua Negara yang sudah damai itu berseteru, akhirnya aku
pun punya inisiatif buat nemuin harta kutukan itu terlebih dulu. Pahlawan
banget kan aku? *pasang wajah mesum*
Aku dan Zaenal pergi ke suatu tempat yang sama sekali belum
pernah aku jamah tanahnya. Bahkan di smartphone-ku tak ada tulisan
lokasi dimana aku berada. Jangan-jangan aku masuk dunia game kayak di film
“Tron”? pikirku sempit saat itu. Setelah ribuan kali bertanya dengan penduduk
setempat, kami menemukan rumah si anak “baik-baik” tersebut. Setelah perjuangan
yang berat dan mengeluarkan keringat akhirnya tempat tujuan telah kami dapati.
Sebuah rumah kecil ukuran 6x7 (itungan asal), bertembok papan kayu yang disusun
rapi, bergenteng, berlantai bumi, dan bercahayakan lampu yang pertama kali
ditemukan Alfa Edison. Sungguh memprihatinkan kondisi rumah. Semangatku yang
menggebu-gebu untuk menuntut kebenaran dengan kekeluargaanpun sontak sirna.
Menghilang bersama pandangan mata yang hampir saja meneteskan air mata buaya.
Jadi di rumah kecil di plosok desa, hidup keluarga sederhana
bahkan di bawah jauh garis standar kelayakan hidup seorang manusia. Si ayah
bekerja sebagai tukang service barang elektronik yang pendapatannya tak tentu.
Si ibu hanya pembuat krupuk tradisional. Sumpah, aku nggak tega. Beberapa waktu
yang lalu aku dengan lantang mau ngelabrak si anak biar bertanggung jawab atas
perbuatannya, eh aku malah nangis tak karuan, sampai nyakar-nyakar tanah dan
nelen tivi servisan. Nangisnya dalam hati sih.
Nah, di sana aku dan Zaenal ditemui oleh paman si anak
“baik-baik” tersebut. Terjadilah beberapa percakapan serius antara Zaenal dan
si paman. Banyak banget yang diomongin, sampai-sampai musim hujan jadi musim
panas lagi. Laaaaammmmmmaaaaaa bingits (ini agak lebay). Tapi aku berhasil
menyimpulkan beberapa wejangan yang nggak bisa aku dapatkan dari bungkus Taro
atau dari kemasan Ale-ale.
Pertama, seperti yang aku bilang di awal tulisan. Patuhilah
nasehat orang tuamu. Seburuk apapun kedua orang tua kita, nasehat yang mereka
sampaikan adalah ucapan yang baik untuk kita.
Kedua, selesaikan suatu permasalahan apapun dengan kepala
dingin dan kekeluargaan. Kekeluargaan adalah ciri bahkan darah daging bangsa
kita Indonesia.
Ketiga, ucapan maaf memang sepela dan mudah untuk diucapkan.
Tapi dengan ucapan maaf itu bisa meluluhkan semua dendam dan kebencian.
Meskipun kesalahan yang telah kita perbuat itu sangat berat. Dendam dan benci
itu sifat wajar manusia, so minta maaflah.
Dan yang terakhir, semua manusia tak menginginkan suatu
musibah. Entah itu musibah yang ringan sampai yang berat. Semua manusia tak
menginginkan. Tapi ketika sudah terjadi, ya jalani dan hadapi.
Setelah selesai percakapan yang terjadi antara dua mahkluk
astral. Aku dan Zaenal pun pulang dengan membawa kabar kalau keluarga si anak
“baik-baik” akan berkunjung ke kediaman kakak ipar Zaenal. Namun musibah
menimpa kami. Hujan deras dan sambaran petir yang mengerikan mengiringi kami
pulang. Dan yang lebih parah, ternyata lingkungan tempat tinggalku kering
kerontang. Setetes air hujan pun tak turun. Alhamdulillah, itulah Tuhan. []
masupik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))