Jumat, 13 Februari 2015

4 Wejangan Mengerikan



Turuti atau mungkin lebih tepatnya patuhi. “Patuhi nasehat orang tuamu, atau celaka akan menghantuimu.” Sebongkah wejangan yang mengerikan. Itulah yang membuatku berfikir keras setelah beberapa waktu yang lalu aku sempat melihat kejadian yang kalau orang normal pasti udah merinding.


Jadi begini, waktu itu aku sempet horni, eh maksudnya sempet diajak temen buat nemenin temen, nemenin temennya temen, nemenin temen. Abaikan! Intinya aku diajak buat nemenin dia ke Negara kurcaci. Ah becanda mulu, serius-serius. Aku dia ajak temen buat nemuin seseorang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Lho, emang apa yang terjadi? Apa dia mengumandangkan perang dunia kurcaci ke-3 atau dia seorang Pangeran yang nggak sengaja memperkosa kera ketika dia mabuk? Ceritakan padaku!

Temenku – Zaenal (nama asli) – punya kakak ipar nih ceritanya. Lha kakak iparnya si Zaenal itu beberapa hari yang lalu, pergi ke sebuah acara adat di sebuah desa. Penduduk setempat dan mungkin di daerah kalian menyebutnya “Haul”. Ya benar, acara pengajian yang diselenggarakan untuk memperingati orang yang sudah lama meninggal dan biasanya orang yang sudah meninggal tersebut semasa di dunia memiliki perilaku baik dan memberikan banyak manfaat kepada lingkungannya.

Ceritanya kakak iparnya Zaenal itu naik motor bersama sang istri dan kedua anak perempuannya yang masih sering ngisep ingus. Di acara tersebut memang sangat ramai nih, biasalah namanya juga acara besar-besaran, pasti yang datang juga membludak tumpah-tumpah. Saking banyaknya pengunjung, aku aja bingung bedain mana jalan raya mana kaki orang, mana kepala mana aspal. Bahkan saking banyaknya orang yang datang, sampai-sampai nggak ada pembatas antara fasilitas umum dan rumah warga. Semua “dianggap” dan “dijadikan” fasilitas umum. Dari musholla, kamar mandi, bahkan yang lebih parah, anaknya sendiri dijadiin fasilitas umum. Parah banget kan?

Karena banyaknya pengunjung yang datang berbondong-bondong dari desa tetangga dan ada juga yang dari nun jauh di sana. Pastinya juga banyak motor yang berkeliaran bak sarang semut kita siram air. Nah, waktu kakak iparnya itu sedang asyik berkendara santai; selow; woles, tiba-tiba dari arah berlawanan ada anak “baik-baik” mengendarai motor dengan kecepatan tak lebih dari jalannya kura-kura. Ya kalau itung-itungan di speedometer sih 100 kmh-lah. Lha namanya banyak orang, banyak anak-anak berceceran, banyak mobil berterbangan ke kiri ke kanan, bukannya dia saling menghormati dalam berkendara, eh malah menjadi. Alhasil, DUAAARRRRRR!!!! (kejadian selanjutnya yang terjadi antara si anak “baik-baik” dengan kakak ipar temen aku tadi tidak bisa diungkapin dengan kata-kata yang tersusun dari huruf A-Z).

Setelah kejadian, kakak ipar temenku dan istri serta anak-anaknya otomatis cidera. Dari jari kelingking tangan kanan patah, jari kaki penuh jahitan, tulang rusuk geser, kaki keseleo, bibir pecah-pecah, panas dalam, sampai sakit tenggorokkan. Coba bayangkan, parah banget kan? Kemudian si tersangka nih, katanya lengannya lepas, jidat ancur, hidung ambles, bibir sariawan, susah buang air besar sampai kabar terakhir tuh dia jadi zombie dan ikutan di game “Plant VS Zombie”. Parah banget lah. Namun aku bersyukur, semuanya sudah ada di puskesmas terdekat setelah kejadian. Bayangin kalau setelah kejadian langsung ke masjid terdekat, bendera kuning bakal berkibar di gang masuk rumah masing-masing kan?

Nah, kemudian si anak “baik-baik” dan pihak keluarganya tak ada omongan kekeluargaan dengan pihak kakak ipar Zaenal. Simpelnya sih, tak mau bertanggung jawab-lah. Oleh sebab itu, aku diajak Zaenal buat nemuin si tersangka di desanya.


Malam itu kan malam ya, langit gelap, bintang berwarna putih terang, tapi mendung. Aku dan Zaenal meluncur untuk mencari harta terpendam Christopher Colombus yang kabarnya tengah dijadikan rebutan antara CIA dan BIN. Nah karena tak mau kedua Negara yang sudah damai itu berseteru, akhirnya aku pun punya inisiatif buat nemuin harta kutukan itu terlebih dulu. Pahlawan banget kan aku? *pasang wajah mesum*

Aku dan Zaenal pergi ke suatu tempat yang sama sekali belum pernah aku jamah tanahnya. Bahkan di smartphone-ku tak ada tulisan lokasi dimana aku berada. Jangan-jangan aku masuk dunia game kayak di film “Tron”? pikirku sempit saat itu. Setelah ribuan kali bertanya dengan penduduk setempat, kami menemukan rumah si anak “baik-baik” tersebut. Setelah perjuangan yang berat dan mengeluarkan keringat akhirnya tempat tujuan telah kami dapati. Sebuah rumah kecil ukuran 6x7 (itungan asal), bertembok papan kayu yang disusun rapi, bergenteng, berlantai bumi, dan bercahayakan lampu yang pertama kali ditemukan Alfa Edison. Sungguh memprihatinkan kondisi rumah. Semangatku yang menggebu-gebu untuk menuntut kebenaran dengan kekeluargaanpun sontak sirna. Menghilang bersama pandangan mata yang hampir saja meneteskan air mata buaya.

Jadi di rumah kecil di plosok desa, hidup keluarga sederhana bahkan di bawah jauh garis standar kelayakan hidup seorang manusia. Si ayah bekerja sebagai tukang service barang elektronik yang pendapatannya tak tentu. Si ibu hanya pembuat krupuk tradisional. Sumpah, aku nggak tega. Beberapa waktu yang lalu aku dengan lantang mau ngelabrak si anak biar bertanggung jawab atas perbuatannya, eh aku malah nangis tak karuan, sampai nyakar-nyakar tanah dan nelen tivi servisan. Nangisnya dalam hati sih.

Nah, di sana aku dan Zaenal ditemui oleh paman si anak “baik-baik” tersebut. Terjadilah beberapa percakapan serius antara Zaenal dan si paman. Banyak banget yang diomongin, sampai-sampai musim hujan jadi musim panas lagi. Laaaaammmmmmaaaaaa bingits (ini agak lebay). Tapi aku berhasil menyimpulkan beberapa wejangan yang nggak bisa aku dapatkan dari bungkus Taro atau dari kemasan Ale-ale. 

Pertama, seperti yang aku bilang di awal tulisan. Patuhilah nasehat orang tuamu. Seburuk apapun kedua orang tua kita, nasehat yang mereka sampaikan adalah ucapan yang baik untuk kita.

Kedua, selesaikan suatu permasalahan apapun dengan kepala dingin dan kekeluargaan. Kekeluargaan adalah ciri bahkan darah daging bangsa kita Indonesia.

Ketiga, ucapan maaf memang sepela dan mudah untuk diucapkan. Tapi dengan ucapan maaf itu bisa meluluhkan semua dendam dan kebencian. Meskipun kesalahan yang telah kita perbuat itu sangat berat. Dendam dan benci itu sifat wajar manusia, so minta maaflah.

Dan yang terakhir, semua manusia tak menginginkan suatu musibah. Entah itu musibah yang ringan sampai yang berat. Semua manusia tak menginginkan. Tapi ketika sudah terjadi, ya jalani dan hadapi.

Setelah selesai percakapan yang terjadi antara dua mahkluk astral. Aku dan Zaenal pun pulang dengan membawa kabar kalau keluarga si anak “baik-baik” akan berkunjung ke kediaman kakak ipar Zaenal. Namun musibah menimpa kami. Hujan deras dan sambaran petir yang mengerikan mengiringi kami pulang. Dan yang lebih parah, ternyata lingkungan tempat tinggalku kering kerontang. Setetes air hujan pun tak turun. Alhamdulillah, itulah Tuhan. [] masupik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))