Apakah
kalian perokok? Atau akan merokok? Atau mungkin sudah berhenti, dalam tahap
berhenti untuk merokok? Itu terserah kalian, aku hanya sekedar bertanya. Yang
pastinya pertanyaanku ini tak menuntut kewajiban bagi si pendengar untuk
memberikan jawaban.
Jadi
begini...beberapa waktu yang lalu entah kenapa pikiranku berujung pada suatu
pemikiran dalam bahkan jauh ke depan. Setiap hari, kira-kira telah berjalan
sebulan. Sekitar pukul 07.30 aku sudah siap menunggu bus kecil yang akan
mengantarku pada tempat tujuanku bekerja. Tak terlalu jauh tempatnya, tapi
kalau ditempuh dengan jalan kaki... niscaya kelar seminggu, kita ganti tulang
betis dan tulang kering.
Karena
jadwal bus yang datang tak tentu, sembari menunggu sengaja kunyalakan sebatang
rokok yang telah kubawa dan kumasukkan saku kanan, kadang juga saku kiri. Rokok
sudah menyala. Namun, baru satu hisapan pendek, bus datang dengan penumpang
yang cukup sesak saat itu. karena terlihat dari luar kursi paling belakang
masih lenggang, kuangkat pantatku dari kursi papan panjang yang biasanya
dipakai untuk menunggu bus, seperti aku saat ini.
Setelah
kaki kananku menginjak bus, disusul kepalaku masuk ke dalam, dan ternyata
benar, kursi barisan belakang masih sepi tak ada pantat yang menghiasi. Akupun
duduk dengan manja ditemani sebatang rokok yang masih seharga 800 rupiah.
Satu
hisapan pendek kembali menyelimuti bibir sensualku. Kuhembuskan asap beracun
dari bibirku, sehingga hampir seisi bus bisa mencium bau asap rokok. Kemudian,
ada satu penumpang ibu-ibu masuk ke dalam bus, dan ternyata si ibu ini sedang
menggendong bayi. Kira-kira bayinya berumur 4 bulanan lah. Lagian aku juga
bukan ayah kandungnya.
Melihat ada bayi dalam ruangan bus, kulepaskan
rokok dalam jepitan jari telunjuk dan jari tengah tangan kananku, kemudian
kuinjak sehingga bara api diujung rokok hanya bersisa arang tembakau. Niatku
tidak lain dan tidak bukan hanya karena ada bayi dalam bus tersebut. Meskipun
hal yang paling benar adalah jangan merokok di dalam bus (fasilitas umum), tapi
aku tak mengindahkan hal itu. Barulah ketika ada bayi kumatikan rokokku, dengan
tujuan bayi itu biar tak terlabeli sebagai perokok pasif. Itu cerita
singkatnya.
Dalam
perjalanan setelah kejadian itu, aku sempat sedikit berfikir ke depan mengenai
si bayi tersebut dan aku sebagai perokok. Dulu, saat aku menjadi bayi,
orang-orang yang perokok pun pasti akan menjauh ketika mereka sedang menikmati
hisapan setiap batang rokok mereka. Mereka tak pernah tahu, apakah esok (saat
aku dewasa) aku akan merokok atau tidak, mereka tak pernah tahu. Yang mereka
tahu saat itu adalah merokok dekat bayi tak baik untuk kesehatan bayi – bahkan
sejatinya rokok itu tak ada baiknya untuk siapapun. Dan aku saat ini yang kulakukan adalah meniru
mereka (orang – orang terdahulu) bahwa merokok dekat bayi itu tak baik untuk
kesehatan bayi itu. meskipun ke depannya bayi itu juga akan merokok atau tidak.
Entah orang lain juga peduli seperti yang aku lakukan saat ini (mematikan
rokok). Yang penting aku memiliki niat agar bayi ini bisa merasakan bernafas
tanpa harus ada asap rokok yang dia hirup. Ditambah lagi, kasian juga bayi yang
lahir di jaman sekarang. Mereka lahir di jaman saat semua serba susah, serba
runyam, serba amburadul morat-marit. Udara yang ada sudah tak lagi bisa
dikatakan bersih meskipun masih bisa dihirup tanpa bantuan alat seperti di
film-film kartun. Apa ya kita masih tega membiarkan asap rokok melengkapi
penderitaan bayi-bayi yang lahir di jaman sekarang ini?
Tak
selesai olehku berfikir jauh ke dapan, aku sudah harus turun dari bus yang
nyaman dalam tanda kutip dan reot tersebut. Dengan kaki kiri turun terlebih
dahulu sesuai aba-aba kenek, akupun sampai tujuan dengan selamat. [] masupik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang bijak, selalu meninggalkan jejak =))