BACALAH DAN PAHAMILAH!
Alhamdulillah, pagi kemarin, tepat Ramadhan ke-15 hujan
turun mengguyur bumi Ronggolawe, Tuban. Meskipun hujan pagi ini bukan pertama
kalinya turun di bulan Ramadhan, tapi hujan pagi ini adalah hujan yang
menyegarkan. Bagaimana tidak, mari kita fikirkan sejenak saja.
Dari awal Ramadhan kita sudah berpuasa, menahan perut dari
makanan dan minuman, serta hawa nafsu yang di bulan lainnya selalu kita turuti.
Tapi di bulan Ramadhan ini, kita berusaha keras menahannya. Puasa selama hampir
13 jam yang kita lalui bersama terik matahari, pastinya telah membuat kita
lemas. Dan sekarang, tepat di pertengahan Ramadhan, Tuhan sedikit memberikan
kasih sayangnya dengan menurunkan air mata surga (baca : hujan). Tuhan menahan
matahari yang biasanya menjadi raja, agar intensitas cahayanya sedikit
dikurangi dengan awan mendung sebagai penahan. Jadi hujan pagi tadi sangat
menyegarkan, yang selanjutnya kita sebut “hujan sebagai nikmat”.
Hujan pagi kemarin yang berlangsung sampai sekitar pukul 12
siang, membuat kegiatan ekonomi masyarakat Bulu, Tuban sedikit senggang.
Jalan-jalan pedesaan yang biasanya penuh dengan bentor, pejalan kaki, dan
beberapa mobil pick up, terasa lenggang. Guyuran air yang turun sedikit deras
membuat kami yang berpuasa, enggan untuk meninggalkan tempat hangat.
Beberapa jam sebelumnya, tepatnya saat adzan shubuh
berkumandang. Mesjid yang biasanya penuh, kini hanya beberapa baris terdepan
saja yang terisi. Selain itu, nobar piala dunia yang biasanya ramai dengan
gemuruh suara teriakan kemenangan dan kadang teriakan ejekkan, kini juga sepi.
Hanya ada layar besar yang terpampang jelas sedang menanyangkan pertandingan
perebutan juara 3 Brasil vs Belanda.
2 rakaat shubuh telah aku kerjakan dan syukur Alhamdulillah
dengan berjama’ah. Kulangkahkan kaki ini untuk pulang dengan segera, karena
ingin menonton pertandingan bola pagi ini. Pertandingan yang dimenangkan oleh
Belanda (yang kebetulan aku fansnya) dengan 3-0 atas Brasil, mampu menempatkan
Belanda sebagai juara 3. Meskipun kurang memuaskan, tapi cukuplah.
Siang ini sebelum aku mengetikkan yang kalian baca sebelum paragraf
ini. Aku menyempatkan membaca sebuah satu judul dalam sebuah buku yang ada di
mejaku. Judul yang aku baca adalah mengenai hujan. “Hujan, Rahmat atau
Lakanat”, demikianlah judul tulisan pada sebuah buku.
Dalam tulisan itu, dipaparkan mengenai hujan. Hujan bisa
berupa Rahmat (nikmat) seperti pada paragraf awal. Dan hujan sebagai laknat
(musibah). Ketika hujan turun, lantas kita bisa mensyukuri turunnya hujan itu,
niscaya Tuhan akan memberikan sebuah rahmat setelah turunnya hujan. Dan itu
sudah kita ketahui jauh-jauh hari. Sementara jika hujan yang turun menimbulkan
keluhan, lenguhan, makian, lalu banjir bandang, lalu bencana tiba, sesungguhnya
hujan adalah musibah. Tetapi, tetap saja dalam musibah tersebut ada cinta, ada
rahmat-Nya, dan Tuhan kita membungkus cinta itu dengan cobaan.
Jadi sedikit kesimpulan yang dapat ita dapatkan adalah,
semua itu bergantung pada diri kita. Ketika kita bisa bersyukur dengan apa yang
ada, maka segala sesuatunya akan menjadi rahmat bagi kita. Tapi jika hanya
keluhan dan makian yang hanya bisa kita lakukan, maka sudah pasti, kita akan
merasakan segala sesuatunya sebagai cobaan. Meminjam kata Albert Einstein,
“Tuhan itu ada, tapi Dia tidak jahat”. Jadi segala cobaan yang diberikan Tuhan
pada kita, tentunya di balik cobaan itu, ada cinta dan kasih sayang-Nya yang
tiada terkira besarnya. [] masupik
Semua yang diberikan Tuhan, apa pun itu, pasti ada maknanya, Kak. Setidaknya itu menurut aku :)
BalasHapusIya seharusnya demikian mbak, tapi manusianya sendiri yang memang kadang kurang mengerti makna suata kejadian yang terjadi. Termasuk saya, hehehe. Terima kasih kunjungannya =))
HapusHujan itu berkah lho. Malah disarankan untuk berdoa kalo hujan. ;)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A, saya hapal tp jarang bahkan sering lupa buat membacanya saat hujan mbak. Hehe.
HapusTerima kasih kunjungannya =))